MY SUGAR
Hanya menggenakan gaun pendek dan begitu ketat, Sena berdiri didepan pintu sebuah apartemen mewah di pusat kota Jakarta.
Was-was, berulang kali ia menelan ludah.
"Fel, kok aku duluan sih yang nemuin om om ini , harusnya kamu dong, kamu kan kakakku," rengek Sena dengan tubuh yang belingsatan, tidak tenang.
"Tapi om om yang ini maunya gadis berlesung pipi, ya berarti kamulah yang cocok," sanggah Felli cepat dan memang begitulah adanya.
Sena dan Felli mencari pria hidung belang melalui sebuah aplikasi, mencocokkan satu sama lain lalu bertemu.
Dan kini, saatnya Sena menemui pelanggannya.
"Cepat, tekan password-nya," pinta Felli karena Sena hanya sibuk sendiri, seolah ingin kabur.
"Takut," rengek Sena sekali lagi, memasang wajah memelas.
"Mau tidak?" gertak Felli dengan tatapan tajamnya.
Melihat itu, Sena jadi teringat atas alasannya mengambil keputusan ini, melepaskan kesuciannya untuk mendapatkan sejumlah uang yang terbilang fantastis. Untuk apa? untuk terlepas dari kehidupan miskin yang menjeratnya selama ini, kedua orang tuanya terlilit hutang dan sang kakak menjadi seorang pemabuk.
Datang ke Jakarta hanya bermodalkan ijazah SMA, ia hanya bisa bekerja sebagai OB, gajinya pun tidak sampai UMR.
Rasanya jika seperti ini terus, ia tidak akan pernah bisa membayar semua hutang orang tuanya, malah setiap bulan bunganya akan semakin membesar.
"Iya iya," jawab Sena akhirnya.
Gadis belia ini menggerakkan tangan kanannya yang bergetar, mendekati tombol password apartemen. Sebelumnya, sang pelanggan sudah memberikannya password itu, melalui pesan singkat.
Tit tit tit
Bunyi tombol yang tertekan sebanyak enam kali, hingga akhirnya terdengar bunyi Klik! yang artinya pintu itu terbuka.
Makin bergemuruh lah hati Sena di buatnya.
"Fell, aku takuut,"
"Ssstt! nggak ada takut-takut, aku tunggu kamu di lobby," terang Felli mencoba menguatkan, padahal aslinya pun ia sama takutnya.
Tak bisa membayangkan, jika kini ia berada di posisi Sena. Mungkin Felli akan benar-benar kabur, karena sekali masuk. Ia tidak akan bisa keluar lagi.
Pelan, Felli mendorong Sena untuk masuk. Sena yang gamang hanya bisa menurut, ia bahkan tidak sadar saat Felli kembali menutup pintu itu dengan pelan.
Kini, Tinggallah ia seorang diri. Berdiri tegak, menelisik tiap sudut ruangan itu.
Ruangan yang begitu mewah hingga ia terbelalak.
Jiwa miskinnya meronta-ronta.
"Amajing," ucapnya dengan bahasa inggris yang tidak fasih.
Cukup lama memandang kagum, kini ia baru teringat apa tujuannya.
"Dimana om Hanan?" gumamnya sambil mencari-cari, dimanakah sang pelanggan yang bernama Hanan.
"Ehem!" Sena berdehem, menetralkan suaranya sebelum memanggil pelanggan itu.
"Om!" ucap Sena sedikit berteriak.
Tak ada jawaban.
Ia pun memutuskan untuk bergerak mencari, berjalan lebih masuk ke dalam apartemen.
Sesekali ia menurunkan gaunnya yang tersingkap, naik keatas gara-gara langkahnya sendiri.
"Ini baju kenapa kecil sekali sih," gerutunya dengan suara yang begitu kecil.
Masuk kesana, masuk kesini, tapi Sena tidak menemukan siapapun. Sejenak ia berpikir, apa salah alamat? tapi rasanya tidak mungkin, karena password itu benar.
Akhirnya, Sena kembali ke ruang tamu. Menjatuhkan tubuhnya di atas sofa dengan keras.
"Percuma aku gugup, sepertinya om Hanan belum sampai," Keluhnya dengan menghela napas.
Namun kemudian, tatapannya terkunci pada secarik kertas putih di atas meja, dihadapannya.
Perlahan, ia mengangkat tubuhnya dan meraih kertas itu.
Tunggu aku di dalam kamar, aku akan datang jam 8 malam.
Tulis, dalam kertas itu.
Glek! membaca itu, Sena langsung menelan ludahnya dengan kasar. Susah payah seolah tersangkut.
Dilihatnya jam yang tertera di layar ponsel, jam 7 malam lewat 50 menit.
"Ya Ampun, 10 menit lagi," ucapnya dengan cemas.
Sena bangkit, kulu kilir, kesana kesini begitu gugup, bahkan kedua telapak tangannya sudah penuh dengan keringat dingin.
Bukannya langsung ke kamar sesuai permintaan sang pelanggan, Sena malah tetap berada di ruang tamu ini.
Gelisah sendiri.
Hingga pintu apartemen itu dibuka oleh sang pemilik, Hanan.
Seketika itu juga Sena terdiam, menatap takut pada pria yang berdiri diambang pintu.
Sejenak, tatapan keduanya terkunci, namun terputus saat Hanan menutup pintu dan berjalan menghampiri.
Wajah tegasnya, mampu membuat Sena terintimidasi, gadis ini menunduk, merasa takut.
"Kamu tidak baca pesanku?" tanya Hanan dengan suara beratnya, suara yang begitu lembut dan ramah ditelinga Sena. Berbeda sekali dengan wajahnya yang menyeramkan.
Dengan cepat, Sena menggeleng.
"Tidak! aku tidak tahu kalau Om memintaku untuk menunggu di kamar," jawabnya cepat, lalu dengan cepat pula ia menepuk bibirnya sendiri.
Bodoh, batin Sena.
Sementara Hanan, hanya mengulum senyum.
Sepertinya, yang ini akan lebih seru. Batin Hanan, pria yang baru saja memasuki usia 38 tahun, beristri 1, anak masih dalam kandungan.
"Duduklah," pinta Hanan dan dengan canggung Sena ikut duduk di sana.
Duduk dengan jarak aman, saling berhadapan dengan meja sebagai penghalang.
Sejenak, Hanan memperhatikan Sena dari atas sampai bawah.
Gaun ketat berwarna hitam, menempel pas ditubuh mungil gadis itu. Sementara rambut panjangnya dibiarkan tergerai asal.
Kulitnya yang putih bersih, sedikit mencuri perhatiannya.
Tidak belang, antara wajah, leher dan tubuh. Batin Hanan menilai.
Lengkap dengan lesung pipi, manis sekali. Sesuai dengan keinginannya.
"Pergilah ke kamar, saat aku sampai di sana, aku tidak ingin melihat ada penutup di tubuhmu," ucap Hanan memerintah dan Sena tak bisa berkutik.
Ia mengangguk dengan lemah.
100 juta nilai yang sudah mereka sepakati, jika Sena berbohong tentang kesuciannya, maka harga itu akan turun jadi 50 juta. Dan jika Sena bisa memuaskannya, maka ia akan mendapat nilai tambah, jadi 200 juta.
Kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak.
Dengan perasaan yang campur aduk, Sena bangkit dari duduknya.
Menuju kamar, tempatnya mengadu nasib.
Aku harus mendapatkan uang 200 juta itu, pikirnya mencoba yakin.
Dengan langkahnya yang bergetar, ia masuk ke dalam kamar. Menanggalkan semua pakaiannya dan duduk disisi ranjang.
"Dingin," gumamnya pelan, karena ruangan itu dilengkapi dengan pendingin ruangan.
Kulit polos itu diterpa dinginnya AC.
Ia lalu memeluk sendiri tubuhnya yang polos.
Hingga pintu kamar itu dibuka oleh Hanan.
Tanpa merasa canggung, Hanan menghampiri, duduk di Sofa yang berada di samping ranjang.
Memperhatikan Sena yang yang sudah polos, seperti bayi baru lahir.
"Berdiri dan turunkan tanganmu," titah Hanan.
Dengan mengubur semua rasa malunya, Sena menurut.
"Aku hanya memeriksa, apa tubuhmu benar-benar bersih," hardik Hanan dengan menyeringai.
Dan Sena hanya mampu menggigit bibir bawahnya kuat, bahkan hanya dengan tatapan itu, mampu membuat tubuhnya merasa panas dingin.
Apalagi saat Hanan meminta untuk mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi.
Sena menutup matanya erat.
"Lakukan sebaik mungkin dan aku akan membayar mu dengan bayaran yang setimpal."
Mendengar itu, Sena seperti menemukan titik balik atas semua yang terjadi. Tidak ada yang gratis di dunia ini.
Lakukan Sena, lakukan hanya sekali ini saja, hanya sekali ini saja. Batin Sena.
Lalu bergerak, mengambil alih kendali.
*Jangan Lupa Vote 💪
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
flower
/Grin//Grin/
2025-03-06
0
jen
dihhhh serem
2025-03-05
0
ning sora
kelakuan kucing garong
2024-12-19
1