Rumah?
Ayra tidak memiliki rumah untuk benar-benar pulang. Rumah yang seharusnya menjadi pelukan hangat justru terasa seperti dinding-dinding dingin yang membelenggunya. Tempat yang semestinya menjadi surga perlindungan malah berubah menjadi neraka sunyi yang mengikis jiwanya.
Siapa sangka, rumah yang katanya tempat terbaik untuk pulang, justru menjadi penjara tanpa jeruji, tempat di mana harapan perlahan sekarat.
Nyatanya, rumah tidak selalu menjadi tempat ternyaman. Kadang, ia lebih mirip badai yang mencabik-cabik hati tanpa belas kasihan.
Ayra harus menanggung luka batin yang menganga, mentalnya hancur seperti kaca yang dihempas ke lantai, dan fisiknya terkikis habis, seakan angin menggempurnya tanpa ampun. Baginya, rumah bukan lagi tempat berteduh, melainkan medan perang di mana keadilan tak pernah berpihak, dan rumah adalah tangan tak terlihat yang paling kejam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ADA APA DENGAN BAGAS DAN AYRA?
HAPPY READING
“Bapak berharap kalian tetap kompak dan selalu saling megandalkan, seleksi tahap kedua ini memang terlihat muda tetapi kenyataannya tidak demikian.”
Adam dan Ayra mengangguk, seleksi tahap awal telah selesai dilakukan. Mereka tentusaja lolos, seleksi kedua akan segera mereka ikuti dalam waktu dekat ini.
“Baik pak.”
Bambang, kepala sekolah dengan tubuh tingginya serta kumis tebalnya. Kepala sekolah yang mendapat predikat terburuk dari siswanya sendiri, tetapi apa pedulinya kepala sekolah itu?
“Pak Kaito.” Bambang melihat Kaito yang mendampingi kedua murid berprestasi ini. “Saya mengandalkan anda,” lanjutnya dengan senyum lebarnya.
Kaito mengangguk. “Tentu saja pak, tim kami akan melakukan yang terbaik.”
“Bagus.”
&&&
Adam dan Ayra menjadi pusat perhatian sepanjang koridor kelas hingga mereka tiba di kantin kelas sebelas, berbagai bisikan mereka tidak peduli.
“Kak Adam, aku ke sana duluan ya. Teman-teman aku ada di sana,” ucap Ayra menunjuk meja kantin yang telah diisi oleh kedua sahabatnya.
Adam tentu saja mengangguk. “Oke,” balasnya.
Ayra meninggalkan Adam, sebelum itu dia memilih mampir terlebih dahulu untuk memesan minuman karena dirinya begitu haus setelah melewati tes beberapa waktu lalu.
“Bu, pesan minuman kaya biasa ya.”
“Siap neng Ayra.”
Ayra menunggu pesananya dibuat, sesekali mengecek benda persegi yang terus saja berdering. Sepertinya kedua sahabatnya belum menyadari kedatangannya, bahkan kedua sahabatnya itu terlihat sangat lahap menyantap makanan mereka.
“Ini neng pesanannya sudah jadi.”
Ayra tersenyum, lalu memberikan uang yang pas kepada ibu kantin itu. “Makasih ya bu.”
Ayra membawa minuman itu dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya sibuk mencari sakunya untuk menyimpan ponselnya. Hingga kejadian selanjutnya membuat penghuni kantin terdiam dan gadis berambut indah itu juga ikut terdiam.
Bruk
Minuman rasa jeruk itu terjatuh ke lantai kantin, gadis itu menatap minumannya yang terjatuh bahkan dia sama sekali belum meminumnya.
“Lo lagi sialan.”
Ayra melebarkan pupilnya, bagaimana mungkin dia lagi-lagi menabrak tubuh seorang Bagas sang kapten basket itu? Bahkan seragam laki-laki itu berubah warna karena minumannya yang mengenai seragamnya.
“M-maaf kak.” Ayra menunduk takut. Kali ini dia benar-benar takut dan merutuki dirinya sendiri karena begitu ceroboh.
Siapa pun bantu Ayra menghilang saja.
Bagas menatap seragamnya yang basah, darahnya seketika mendidih dan kilatan amarah terlihat jelas. Laki-laki tinggi itu maju selangkah dan pada detik itu semua murid Olympus School memekik heboh.
“Gue yakin tu cewek bakal jadi korban selanjutnya si,” bisik salah satu siswa.
“Setuju, mana muka si Bagas udah kaya mau nelan hidup-hidup.”
“Tamatlah sudah riwayat Ayra.”
“Kasian banget, tapi dia juga salah si.”
Bagas mencengkram wajah gadis itu, amarahnya berhasil menguasai dirinya karena gadis di depannya ini. “Lo tahu, gue paling benci cewek ceroboh kaya lo.”
Ayra mencoba menahan tangan yang mencengkram kuat wajahnya, bahkan kakinya sampai berjinjit akibat cengkraman yang perlahan mengangkat tubuhnya yang kecil itu.
“LIHAT GUE SIALAN!” Bagas berteriak di depan wajah Ayra.
Ayra menangis, bahkan isakan tangisnya yang lirih itu tidak meluluhkan Bagas. “K-kak.”
Bruk!
“BAGAS! LO APA-APAAN SI HA?”
Adam menatap tajam Bagas, bagaimana mungkin laki-laki itu melempar tubuh seorang gadis dengan enteng? Bahkan kejadian ini untuk yang pertama kalinya, sebelumnya kejadia seperti ini tidak pernah terjadi.
“OH MY GOD! AYRA!”
“AYRA!”
Serin dan Novia datang tergesa-gesa, menghampiri Ayra dengan wajah panik dan khawatir.
Adam menatap Bagas dengan wajah tidak percaya. Bahkan Bagas terlihat biasa saja menatap Ayra yang sepertinya tidak sadarkan diri di tempatnya akibat benturan yang cukup keras pada bagian kepalanya.
“Ayra bangun hei, gue ngak suka ya lo main-main gini.”
“Bantuin woi, kok lo pada diam si ha?”
“Selangkah lo maju bantuin dia, jangan harap lo aman,” ucapan Bagas menghentikan siswa yang hendak membantu Ayra.
“Termasuk lo Dam.” Bagas balas menatap Adam.
Maverick tidak bisa melepas tatapannya dari tubuh Ayra yang masih terbaring di lantai dengan Serin dan Novia yang berusaha membopong tubuh adiknya dengan susah payah.
&&&
Bagas meluapkan emosinya yang tidak bisa terkontrol, mengdribbling bola basket dengan keringat yang membanjiri wajahnya. Jersey yang dia gunakan sudah basah oleh keringatnya sendiri, wajahnya merah dan deruh napasnya terdengar jelas.
Tembakannya tidak pernah meleset, dia bermain seorang diri di tengah lapangan dengan terik matahari.
“Shittt!”
Deru napasnya semakin memburuh dan dadanya naik turun, mata tajamnya menatap bola basket yang menggelinding keluar dari lapangan.
“Wow! Lihatlah tuan muda kita sedang kesal.”
Bagas tidak melirik, memilih pergi dari sana tanpa menghiraukan keempat sahabatnya yang memanggil namanya. Dia butuh tempat untuk menenangkan pikirannya, mungkin juga untuk meredam emosinya yang masih belum surut.
“Lah, pms kah?” Lion menatap bingung kepergian Bagas.
“Bodoh lo, bos tu cowok, ya kali bisa pms.” Marsel menatap kesal Lion.
Adam menatap punggung Bagas yang menghilang, kejadian beberapa jam yang lalu membuat Bagas dan Ayra menjadi perbincangan hangat dikalangan siswa.
“Gue kan cuman tanya elah,” kesal Lion. “Gue dengar-dengar, si Ayra berdarah kepalanya kena ujung bangku kantin,” lanjutnya.
“Bocor Lion, bahasa lo benarin.” Adam menatap Lion yang hanya terkekeh pelan entah apa yang lucu.
Maverick melirik Adam, ada apa dengan dirinya ini? Tidak mungkin dia mulai peduli pada gadis itu, tidak.
“Iya Dam, maaf. Lidah gue kepleset tadi,” elaknya.
“Cabut,” kata Maverick.
&&&
Kondisi Ayra perlahan membaik, hanya meninggalkan rasa pusing sedikit dan sedikit juga rasa nyeri pada pergelangan kakinya. Kata dokter yang bertugas di uks, jika pergelangan kaki kanannya terkilir.
“Kita ngak nerima penolakan Ayra, kita maksa! Pokoknya maksa!” Tekan Serin dengan mata melotot tajam kepada Ayra.
Ayra menatap Novia, berharap sahabatnya itu tidak mengatakan hal yang sama dengan Serin yang memaksanya pulang bersama.
“Ngak sayang, lo itu jangan keras kepala.”
“Aku benaran bisa pulang sendiri, rumah kita ngak searah padahal.”
“Bisa ngak si sekali aja lo tu nurut, ngak banyak menye-menye Ayra. pokoknya pulang bareng kita, gue bawah mobil hari ini.”
“Lo si, bisa-bisa lo buat ulah sama kak Bagas.”
“Iya, aku minta maaf.”
“Yok pulang, jangan sampai di rumah lo juga kena masalah lagi.”
Keduanya memapa Ayra yang seharian absen akibat musibah tadi, tanpa mereka sadari sepasang mata tajam menatap Ayra dengan sorot penuh arti. Hingga Ayra menghilang dari pandangannya, orang tersebut juga memutuskan untuk berlalu dari sana.
TERIMAKASIH KARENA TELAH MAMPIR DAN JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK 👣 KALIAN SEPERTI BIASA🤗😌
SEE YOU DI PART SELANJUTNYA👋👋👋
thor . . bantu dukung karya chat story ku ya " PUTRI KESAYANGAN RAJA MAFIA "