Anissa terpaksa menerima perjodohan atas kehendak ayahnya, dengan pria matang bernama Prabu Sakti Darmanta.
Mendapat julukan nona Darmanta sesungguhnya bukan keinginan Anissa, karena pernikahan yang tengah dia jalani hanya sebagai batu loncatan saja.
Anissa sangka, dia diperistri karena Prabu mencintainya. Namun dia salah. Kehadiranya, sesungguhnya hanya dijadikan budak untuk merawat kekasihnya yang saat ini dalam masa pengobatan, akibat Deprsi berat.
Marah, kecewa, kesal seakan bertempur menjadi satu dalam jiwanya. Setelah dia tahu kebenaran dalam pernikahanya.
Prabu sendiri menyimpan rahasia besar atas kekasihnya itu. Seiring berjalanya waktu, Anissa berhasil membongkar kebenaran tentang rumah tangganya yang hampir kandas ditengah jalan.
Namum semuanya sudah terasa mati. Cinta yang dulu tersususn rapi, seolah hancur tanpa dia tahu kapan waktu yang tepat untuk merakitnya kembali.
Akankan Anissa masih bisa bertahan??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 6
Anissa kembali mendekat. Tidak peduli air matanya yang sudah jatuh menganak sungai. Dia harus memperjuangkan haknya sebagai seorang istri. Tak peduli jika dianggap rendahan, bahkan jalang sekalipun.
Tatapan Anissa terhunus bagai pedang. Sudah cukup sejak kecil dia tertindas. Dia tidak ingin pria didepanya kini menganggap dirinya wanita lemah, yang gampang dipermainkan.
"Apa?? Katakan konsekuensi apa...??" tantang Anissa.
Prabu semakin menggeram. Kedua tanganya terkepal. Rupanya sang istri memiliki sifat yang sangat keras. Jauh berbeda dengan kekasihnya~Ailin.
Ssh!!
Anissa meringis sakit, saat Prabu spontan mencengkram kuat kedua pundaknya. Pria itu mendorong kuat badan Anissa, hingga terdengar bunyi benturan antara badan dengan lemari kayu tua.
Brakk!
Ahh!!
Anissa meringis. Mengusap lenganya yang terasa kebas, setelah Prabu menghempaskannya begitu saja.
"Aku hampir simpati padamu, dengan keadaanmu yang begitu tulus mau merawat kekasihku!! Tapi sekarang, aku semakin muak dengan sifat kerasamu. Kamu sangat jauh berbeda dengan Ailin!! Aku sudah membawamu kesini, agar terlepas dari cengkraman Brahma. Namun kamu seolah tidak tahu diri, malah meminta suatu hal yang sangat mustahil!!"
Prabu masih mengunci tubuh Anissa, dengan menunjukan jari kearah wajah lemah itu.
Anissa, dia masih terdiam. Menatap lukanya begitu sengit, namun ditunjukan oleh suaminya. Dadanya mulai bergemuruh kembali. Tatapanya menajam namun penuh keputusasaan. Dinginya ruangan megah itu, seolah tidak mampu mendinginkan hawa panas dalam tubuh Anissa, yang saat ini bagai kobaran api tersiram gas.
"Jangan samakan aku dengan kekasih gilamu itu...!!"
Plakk!!
Satu tamparan membekas dipipi Anissa, karena Prabu tidak terima kekasihnya dianggap gila oleh istrinya sendiri. Dan tanpa dia rasa, langkah kakinya sontak memundur beberapa langkah, terkejut atas apa yang baru saja dia lakukan pada istrinya.
Prabu menatap kembali tanganya yang kini bergetar, karena saking kuatnya dia menampar wajah Anissa. Dia lalu menatap kembali kearah istrinya yang masih terdiam sambil memegang sebelah pipinya yang kini terasa panas.
'Apa yang aku lakukan tadi??' batinya penuh sesal, atas main tangan yang dia lakukan.
Anissa~dia masih terdiam. Menatap kebawah seolah kosong tak berarti. Pipi sebelahnya sungguh terasa nyeri lama-kelamaan. Air matanya sudah tidak lagi keluar. Dia masih tidak menyangka jika Prabu tidak hanya memiliki sifat keras, tetapi main tangan juga.
"Aku...aku tidak bermaksud~"
"Keluar....!!" sahut Anissa menekan kalimatnya dengan bergetar. Dia masih menatap kosong kebawah, menahan nyeri di anggota tubuhnya diwaktu yang bersamaan.
Prabu yang semula ingin meminta maaf, atas sikap cerobohnya. Kini hanya bisa pasrah menghela nafas berat, lalu keluar melenggang dengan seribu sesalnya.
Semalam badanya habis dihajar oleh keadaan untuk mencari sang suami. Anissa masih ingat betul, betapa beraninya dia melewati gelapnya malam, yang hanya ditemani seonggak payung tua. Tidak peduli petir saling bersahutan ditengahnya guyuran dingin air hujan. Rupanya kepeduliannya ternyata salah tempat. Suaminya bahkan, dengan terang-terangan membandingkannya dengan wanita lain, yang kini di ratukan didalam rumah tangganya.
Anissa membawa tubuhnya perlahan menuju meja rias ukir, seolah berdiri megah menyambut kedatanganya melalu pantulan kaca tersebut. Bekas tangan Prabu tercetak jelas dirahang putihnya kini.
"Ibu pasti akan curiga, jika aku tak pandai bersilat lidah!!"
Aww!!
Rintih Anissa kembali saat menekan foundation pada area kulitnya. Setidaknya, dengan cara ini dia dapat mengelabuhi para penghuni rumah termasuk sang mertua.
Dirasa cukup, Anissa kembali bangkit dari duduknya. Tidak lupa menggantungkan sekantung kecil wewangian yang selalu dia selipkan didalam pakaiannya.
Tujuanya kini menunu kamar Ailin, karena sudah waktunya gadis depresi itu untuk makan siang.
*
*
*
Semenjak kejadian hari itu. Anissa selalu menghindar tatap dari suaminya. Dia hanya menjalankan tugasnya merawat Ailin, lalu bergegas kembali kedalam kamarnya yang sudah dia pindah disudut paling belakang.
Jikapun waktunya makan, Anissa selalu membawa makananya kedalam kamar, dan lagi-lagi mengunci kamar tersebut.
Ruangan megah itu tidak lebih dari cukup atas dunianya, ketimbang bercengkrama dengan dunia luar, jika hanya menguji psikisnya saja. Sementara Prabu~pria itu juga tidak dapat berbuat banyak atas sikap tertutupnya sang istri seperti saat sekarang.
Rumah megah itu seolah mati tanpa penghuni.
Beberapa anterior didalamnya tersusun rapi, bagai pelayan yang siap melayani setiap saat. Namun sang penghuni tampak asing, seolah tidak saling mengenal sebelumnya.
"Bagaimana...??" tanya Prabu menatap lurus kedepan.
Pelayan itu menunduk takut, berkedip beberapa detik lalu berkata, "Nona masih tidak~"
"Nyonya!! Panggil dia nyonya!!" sahut Prabu menekan kalimatnya. Tatapanya menajam kearah pelayan muda itu saat ini.
Pelayan itu terperanjat. Sontak dia menunduk ketakutan. Dan kembali berkata, "Nyonya masih didalam kamar, setelah menyuapi non Ailin makan!!" ucapnya ragu.
"Kembali!!" perintahnya sembari mengibaskan tangan.
Puas berperang dalam pikiranya. Prabu kembali bangkit dari duduknya. Lalu segera melenggang pergi. Mengingat pagi ini, dia harus datang ke pabrik untuk mendata pengiriman kayu hari ini.
"Nyonya sudah keluar??" tanya mbok Marni setelah selesai mengeringkan tanganya pada lap yang menggantung.
Mirna~dia hanya menggeleng lemah, "Nyonya mengunci pintunya!!"
Mbok Marni menghela nafas dalam, lalu bergegas menuju lantai dua untuk menemui nyonya mudanya. Wanita tua berbadan gempal itu, hanya menjadi saksi betapa rumitnya rumah tangga yang sedang tuan mudanya jalani.
Sejenak, tubuh tua itu berhenti diujung tangga dengan nafas tersengal. Mbok Marni menatap kamar paling ujung, tempat dimana nyonya mudanya tinggal.
Sementara didalam. Anissa tengah menyibukan diri duduk tenang didepan laptop tempatnya mencari pundi-pundi kehidupan.
Kamar itu, kini tampak hidup dengan musik relaksasi gemercik air terjun, dan juga suara angin seolah tengah menyapu ruangan tersebut, hingga kini terasa lebih hangat. Anissa menjelma kamarnya lebih hidup, dengan nuansa alam terbuka. Beberapa tanaman hias sudah berdiri disetiap sudut, menjelma menjadi pelayan yang selalu menemaninya setiap saat.
~Peluk Ragaku, Hingga Batinku Tertidur~
Buku pertama yang baru dia tulis, setelah 2 bulan hiatus, sebab mental belum sepenuhnya menerima keadaan. Akibat rumah tangga yang kini dia jalani.
••Hiduplah seolah dunia sedang mengandalkan tenagamu. Lalu pergilah, jika keberadaanmu sudah tak berguna lagi••
••Mungkin sekarang seisi dunia sedang menertawakan peranmu. Tapi yakin, mereka hanya tertawa. Usahamu akan tetap berjalan. Dan semuanya tidak ada yang sia-sia••
••Balika ini butuh pelukan hangat, agar langkahnya menguat tanpa keluhan. Sekecil dia harus berjuang penuh, agar kehormatannya tetap terjaga waras tanpa diberi keadilan oleh dunianya••
Anissa tersenyum menatap tulisanya, yang kini sudah terdapat beberapa bab.
Tokk!!
Tokk!!
Namun senyumnya tak berangsur lama, setelah pintu kamarnya kembali terketuk, entah sudah keberapa kalinya.
"Ck!!" decaknya menahan kesal. Namun suara itu berbeda. Suara lembut khas mbok Marni seolah sedang menyihir pendengarannya saat ini.
Mau tidak mau, Anissa bangkit dari duduknya. Dia berjalan menuju pintu berusaha menampakan raut wajah setenang mungkin.
Klekk!!
"Tuan berpesan, malam nanti ingin makan malam masakan anda!! Katanya minta dibikinin pecel ayam sambal ijo...."
Anissa mengernyit. Wanita tua itu bersungguh-sungguh dalam ucapanya. Sehingga, membedakannya antara lelucon atau sungguhan, Anissa begitu kalut.
2 bulan menikah, dan baru sekarang ingin dibuatkan masakan?? Apa tidak terlalu monoton bagi peranya sebagai istri. Tatapan Anissa melekat, mengunci tatapan mbok Marni saat ini. Seolah Anissa tengah meyakinkan sepenuhnya, melalui penglihatannya itu.
"Mana mungkin simbok bohong!! Ayo turun, biar simbok bantu," kata pelayan tua itu, yang begitu paham atas perasaan bimbang sang nyonya.
Anissa tersenyum, lalu segera turun kebawah untuk memulai peranya, walaupun tidak kerap sehari sekali~Memasak.
*
*
*
Sejak tiba di pabrik kayu Miliknya. Prabu sejak tadi hanya terdiam, duduk diruanganya dengan pikiran begitu kalut.
Sudah 2 bulan berlalu, semenjak dia melakukan tamparan pada istrinya, Prabu seolah menyesali perbuatanya yang sudah diluar kendali itu. Pria itu seakan larut dalam kesalahan yang membuatnya semakin bungkam, atas perlakuannya kepada sang istri.
Dia masih ingat bagaimana betul, cemasnya sang istri saat kepergiannya waktu awal-awal menikah. Malam yang seharusnya dihiasi bunga bermekaran, dengan teganya Prabu mematahkan harapan indah itu.
Wajah pucat Anissa kini semakin berputar dalam ingatannya. Bibirnya membiru, dan tatapanya sayu, menjadi bukti bahwa cintanya sang istri tidak usah lagi dipertanyakan. Prabu ingin membalas semua kasih Anissa, namun dia tidak bisa.
Ailin~nama itu masih bersemayam dilubuk hatinya, mengakar kuat. Dia sudah terlanjur berjanji untuk membahagiakan gadis gangguan jiwa itu, demi sumpahnya beberapa tahun yang lalau.
Ceklekk!!
Parubaya tua tampak mengukir senyum hangat, baru saja membuka pintu ruangan Prabu saat ini.
Dia bernama tuan Rahmad!! Adik bungsu tuan Darmanta, yang kini tinggal juga di wilayah Magelang.
"Mau sampai kapan kamu harus memendam ini semua, Prabu?!!"
Deritan kursi yang ditimbulkan sang empunya, rupanya tidak membuat fokus Prabu tampak buyar. Yang ada semakin dia mendengar gagasan, maka ketakutannya, jika emosinya akan mudah tidak terkontrol.
Hah!!
Helaan nafas panjang sang paman juga masih dia diami, tanpa ingin menjawab apapun.
Hingga beberapa detik, pria tua itu kembali berkata. Namun kali ini dia bangkit dengan mengambil langkah kesembarang arah, "Jangan sampai kamu kalah dengan dirimu sendiri!! Kamu bisa mencontoh dari seorang pembeli. Mereka akan pergi dengan sendirinya, jika kehadirannya tidak dilayani dengan baik!!"
✨🦋1 Atap Terbagi 2 Surga ✨🦋
udah update lagi ya dibab 62. nanti sudah bisa dibaca 🤗😍
alasan ibu mertua minta cucu, bkn alasan krn kau saja yg ingin di tiduri suamimu.
tp ya gimana secara suaminya kaya raya sayang banget kan kl di tinggalkan, pdhl mumpung blm jebol perawan lbih baik cerai sekarang. Anisa yg bucin duluan 🤣🤣. lemah
mending ganti kartu atau HP di jual ganti baru trus menghilang. balik nnti kl sdh sukses. itu baru wanita keren. tp kl cm wanita pasrah mau tersiksa dng pernikahan gk sehat bukan wanita keren, tp wanita lemah dan bodoh.
jaman sdh berubah wanita tak bisa di tindas.
yg utang kn bpk nya ngapain mau di nikahkan untuk lunas hutang. mnding #kabur saja dulu# di luar negri hidup lbih enak cari kerja gampang.
karena ini Annisa terkejut, bisa diganti ke rasa sakit seolah sembilu pisau ada di dadanya. maknanya, Annisa merasa tersakiti banget
setahuku, penulisan dialog yang benar itu seperti ini.
"Mas? Aku tak suka dengan panggilanmu itu Terlalu menjijikan untuk didengar, Annisa," ucap Parbu dingin dengan ekspresi seolah diri Annisa ini sebegitu menjijikan di mata Prabu.
Tahu maksudnya?
"BLA BLA BLA,/!/?/." kata/ucap/bantah/seru.
Boleh kasih jawaban kenapa setiap pertanyaan di dialog ada dobel tanda baca. semisal, ?? dan ?!. Bisa jelaskan maksud dan mungkin kamu tahu rumus struktur dialog ini dapet dr mana? referensi nya mungkin.
bisa diganti ke
Langkahnya terhenti tepat di ambang pintu kamar mereka (kamar Prabu yang kini menjadi kamar mereka)
Annisa mulai menyadari sikap dingin Prabu yang mulai terlihat (ia tunjukkan).
BLA BLA BLA, Annisa langsung diboyong ke kediaman Prabu yang berada di kota Malang.
dan kata di kota bukan dikota.
kamu harus tahu penggunaan kata 'di' sebagai penunjuk tempat dan kalimat