Dear My Ex Husband..
Terimakasih untuk cinta dan luka yang kau beri..
Mario menemukan sepucuk surat dari mantan istrinya sebelum pergi, dua baris kata yang entah mengapa seperti mengandung misteri untuknya..
Mereka berpisah baik- baik bahkan sampai mantan istrinya akan pergi mantan istrinya masih mengungkapkan bahwa dia mencintai Mario..
...
Kebodohan yang Namira lakukan adalah menikmati malam bersama mantan suaminya, hingga Namira menyadari apa yang dia lakukan menyakiti dirinya sendiri.
Apalagi saat mendengar kata- kata dari mantan suaminya..
"Aku harap dia tumbuh, untuk menjadi bukti cinta.." katanya sambil mengelus perut Namira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Amarah
Namira sudah bersiap untuk bekerja, Juni juga sudah bangun seperti biasa dan dia dandani lalu sarapan bersama.
Namira menyampirkan tas kerjanya di pundak lalu keluar dari kamar dan mengerutkan keningnya saat tak melihat Juni dimana pun.
"Juni mana Bu?" Namira bertanya pada Farida dan Farida menggerakan dagunya ke arah Juni yang berdiri di depan jendela yang mengarah ke laur.
Namira mendekat dan hatinya terasa tertusuk melihat Juni sedang memperhatikan anak tetangga mereka sedang bermain sepeda dengan ayahnya.
Namira memundurkan langkahnya saat melihat mata Juni berbinar dan tersenyum melihat interaksi antara anak dan ayah itu "Kemarin Juni di tunjukan robot dari lego sama Yogi, dan dia langsung ingin bermain legonya.."
Yogi adalah anak tetangga mereka yang sedang Juni perhatikan "Yogi juga bilang kalau itu dibuat oleh ayahnya, Yogi juga berkata jika ada ayah pasti Juni juga di buatkan .." Namira tak bisa menahan lagi, dia ingin menangis.. jadi itu alasan Juni sedih saat dia tak bisa membuat robot dari lego tak sesuai keinginannya. Yang Juni inginkan bukan hanya membuat robot dari lego tapi juga orang yang membuatkan lego untuknya.
"Aku pergi ke kantor dulu bu.." Namira tak ingin menangis di depan ibu atau Juni jadi dia memilih segera pergi.
Farida menghela nafasnya saat melihat Namira pergi bahkan tidak berpamitan pada Juni, Namira akan memilih menghindar jika Farida bicara tentang Ayah Juni, seperti sekarang.
Namira memasuki mobilnya dan memacunya hingga dia tiba di persimpangan, Namira menghentikan mobilnya saat dirasa matanya sudah mulai mengabur karena air mata.
Namira terus menghela nafasnya untuk menghentikan tangisnya dan dadanya yang terasa sesak hingga beberapa menit Namira diam disana lalu kembali melanjutkan perjalanannya saat dirasa hatinya sudah tenang.
Namira tahu saat ini akan tiba, tapi tak tahu rasanya sesakit ini, Juni belum bertanya kemarin, mungkin karena teralihkan oleh eskrimnya lalu tadi Juni melihat lagi Yogi dengan Ayahnya, jadi Namira harus mempersiapkan diri jika Juni bertanya dimana ayahnya.
...
Namira menghela nafasnya saat tiba di kantor dia terlambat, tidak lama hanya lima menit, tapi tetap saja dia terlambat, padahal Namira sudah mengebut tadi, tapi karena tadi dia berhenti cukup lama untuk menenangkan hatinya, apalagi hari ini dia masih harus bertemu dengan alasan hatinya remuk redam, dan itu akan terus berjalan hingga Namira menyerah atau mengundurkan diri, dan pertanyaannya apa dia kuat jika terus bertahan.
"Mbak Nami di panggil pak bos" Nami menghela nafasnya saat baru saja dia letakkan tasnya Nisa sudah bicara dan membuat mood nya semakin turun, mau apa lagi sih, perasaan Nami cuma telat lima menit, dan rapat baru di mulai satu jam lagi, dia juga sudah menyiapkan bahan rapat, tinggal print saja semuanya dan selesai.
"Aku harus print bahan rapat Nis, bisa bantu gak.."
"Okey.." Nisa memang bisa di andalkan, Namira memberikan sebuah flashdisk pada Nisa.
"Tolong ya.."
"Tenang aja mbak, kayak sama siapa aja.." Namira segera melangkah ke ruangan direktur yang memang berada di sebelah ruangan mereka.
Namira membuka pintu setelah mengetuk dan terdengar suara Mario mempersilahkannya masuk, Namira tertegun saat melihat tak hanya Mario yang ada di dalam ruangannya.
Namira berusaha menenangkan hatinya yang berkecamuk saat melihat seorang anak kecil duduk di pangkuan Mario, dia anak Mario?.
"Kamu terbiasa terlambat ya.."
"Baru lima menit pak, dan itupun karena macet.." Namira berkata dengan raut datar.
Mario mendengus,melihat penampilan Namira, jika tidak ada Vano disana sudah dia cium bibir merah Namira, beraninya dia berdandan sangat cantik.
Rivano memang merengek ingin ikut, dan karena Rivano baru saja sembuh, jadi Mario tidak tega melihat bocah itu menangis, dan sekarang Mario jadi tidak bebas mencium mantan istrinya, tapi memangnya Mario mau di tampar lagi, tentu saja tidak, Mario tidak keberatan terus di tampar, apalagi jika dia berhasil mel umat habis warna bibir mantan istrinya itu.
Sebelum keluar mobil Namira memang memoles wajahnya sedikit tebal untuk menyamarkan mata dan hidungnya yang merah karena menangis.
"Apa bahan rapatnya sudah kamu siapkan.."
"Sudah siap pak.. rapat di mulai satu jam lagi."
Mario mengangguk "Saya bisa minta bantuan kamu.."
Namira diam "Untuk rapat kamu tidak perlu ikut, saya akan ajak Nisa, dan kamu bisa tolong jaga anak saya."
Namira menjatuhkan rahangnya dengan mata berkedip, apa Maksud Mario memintanya menjaga anaknya? apa dia ingin menunjukan jika dia bisa punya anak dari wanita selain dirinya.. brengsek, namun sebesar apapun amarah Namira, dia tak ingin berdebat dan hanya berkata "Baik pak..." Namira rasa itu lebih baik, tinggal dengan anak kecil dari pada pergi dengan Mario dan menjadi pusat perhatian saat Mario bersikap seenaknya.
"Vano nanti tunggu sama tante Nami ya.. Papa mau rapat dulu.." Hati Namira terasa tercabik saat mendengar suara lembut Mario yang berbicara pada anaknya, Namira menelan ludahnya apa jika Mario tahu keberadaan Juni, pria itu juga akan memberi perhatian yang sama pada Juni.
Namira membuang wajahnya saat Mario menatapnya, tak ingin terus sakit melihat interaksi ayah dan anak itu Namira berusaha acuh.
Namun seberapa kuat Namira menahan, hatinya tetap terasa tertusuk ribuan jarum, mendengar Mario membujuk dan bicara dengan lembut pada anaknya rasa cemburu merayap di hatinya, cemburu untuk Juni yang tak bisa mendapatkan perilaku yang sama seperti yang Mario lakukan pada anak itu.
Dada Namira semakin sesak, dia memutar tubuhnya untuk keluar dari ruangan Mario, namun Mario kembali bicara.
"Mau kemana?"
"Saya akan menyiapkan bahan rapat pak.." Namira berkata tanpa menoleh dan segera keluar tanpa menunggu jawaban Mario.
Hingga Namira keluar ruangannya Mario masih bisa melihatnya dari dinding kaca yang menghalanginya, Mario melihat Namira mengambil beberapa berkas dari tangan Nisa, dan merapikan sebelum memasukannya ke dalam map berwarna biru, sepanjang Namira melakukannya Mario tak lepas memperhatikan raut Namira yang datar, ada apa dengannya..?
"Nanti kamu yang temani pak Mario rapat.."
"Eh kok aku?"
"Iya soalnya aku di suruh jaga anaknya.."
"Eh iya ya, Mbak tadi aku juga lihat Pak Mario emang gendong anak kecil yang tampan banget, jadi itu anaknya..?"
"Hmm.." Namira bergumam enggan menanggapi dan menyerahkan berkas yang sudah di susun "Jangan lupa setiap point penting harus di catat dengan benar"
"Oke mbak.." Nisa mengangguk patuh.
"Aku ke toilet sebentar ya.. gak lama kok sebelum rapat udah balik lagi.." Nisa mengangguk dan Namira segera pergi ke arah toilet.
Dimana lagi dia bisa menenangkan amarah di hatinya selain di toilet, tempat yang aman selain tidak ada cctv tidak ada dinding kaca yang akan mengawasinya
...
Like..
Komen..
Vote..
sungguh km mmbagongkn...
g masuk akal bgt km mario....
bakal nyesel km mario... klo tau setelah namira km ceraikan.... trnyata dia mngandung ankmu....