Muak seluruh semesta saling membunuh dalam pertikaian yang baru, aku kehilangan adikku dan menjadi raja iblis pertama kematian adikku menciptakan luka dalam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewa Leluhur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Instant Fight
Arata merasakan ketidakmungkinan ruang di sekitarnya. Setiap gerakan, setiap upaya untuk keluar dari dimensi Alkahalam selalu berakhir pada titik awal. Ruang ini seperti labirin raksasa yang mencengkeram, menolak untuk membiarkannya pergi.
Sargceva berpendar di mata kanannya, menunjukkan pola-pola yang rumit tapi itu bukanlah energi seperti aliran darah. Dia sudah mencoba berbagai metode - memanipulasi energi murni, menerobos barrier, bahkan menggunakan intuisinya yang tajam. Namun hasilnya sama: terjebak.
Arata memunculkan pedang Agroneme. Cahaya keabuan langsung memenuhi tangan kanannya, seolah menusuk kegelapan di sekitarnya. Energi Agroneme terasa berbeda - seperti pisau yang mampu membelah langit.
Dia mengayunkan pedang ke atas, tepat ke titik di mana barrier dimensi terlihat paling solid. Pertama, hanya goresan tipis. Kemudian, retak mulai menyebar.
"[Dimensional Cleave]," bisiknya.
Barrier itu terasa seperti daging tebal yang diregang. Saat pedang Agroneme menyentuhnya, lapisan pertama robek. Namun lapisan berikutnya jauh lebih keras, lebih padat - seperti membran logam yang tak tertembus.
Arata menekan lebih dalam. Otot-ototnya menegang, energi murni mengalir ke pedang. Setiap sentimeter membutuhkan tekanan luar biasa.
*KRAAAK!*
Barrier yang dipotong Agroneme ternyata benar-benar seperti daging mentah. Sebuah hembusan darah pekat langsung menyembur dari robekan, membasahi seluruh tubuh Arata. Cairan kental berwarna merah gelap itu berbau anyir, mengalir seperti air sungai yang tersembam.
Arata terkejut. Bukan sekadar darah biasa, cairan ini mengandung energi yang luar biasa pekat. Setiap tetesan seolah hidup, bergerak dengan kesadaran sendiri.
"Apa... ini?" gumamnya.
Dia menekan Agroneme lebih dalam. Barrier daging ini terasa seperti mencoba melawan, bergerak aktif menahan pedang.
Energi murni Arata mulai terkuras. Keringat bercampur darah mengalir di wajahnya. Arata mengumpulkan seluruh kekuatannya, mendorong Agroneme dengan tekad mutlak.
"[Triof Li Zerem]!" teriaknya.
Ledakan energi murni meledak dari pedangnya. Barrier daging itu mulai robek total, mengeluarkan semburan darah yang semakin deras. Arata terlempar ke belakang, tubuhnya dipenuhi cairan kental berbau anyir.
Namun satu hal yang pasti - dia hampir menembus dimensi ini.
"Sedikit lagi," bisiknya.
Arata berhadapan dengan cangkang terakhir - lapisan paling keras dari barrier dimensional. Permukaan metalik itu berkilat, menolak setiap upaya pedang Agroneme untuk menembus.
"[De'r Fortycus]," gumamnya.
Energi murni berkonsentrasi di ujung pedang. Setiap molekul Agroneme bergetar dengan frekuensi yang mampu menghancurkan struktur paling solid. Arata mendorong dengan seluruh tekadnya, menciptakan gelombang energi yang mampu membelah realitas.
*TRANGGGG!*
Suara dentingan memenuhi ruang. Cangkang itu retak, namun tidak hancur. Setiap retakan langsung tertutup, seolah memiliki kemampuan regenerasi sendiri.
"Kau benar-benar keras," Arata mendesis.
Arata menatap darah yang berceceran di sekitarnya. Cairan merah pekat itu seolah hidup, bergerak dengan energi aneh. "Sia-sia jika tidak aku ambil,"
Agroneme bergetar di tangannya. Pedang pembunuh jiwa itu mulai menyerap darah di sekitarnya — bagian tubuh Arata yang terkena ceceran ikut terhisap. Awalnya perlahan, kemudian semakin cepat. Setiap tetes darah ditelan pedang, menambah intensitas energinya.
"[Absorption]," bisik Arata.
Darah-darah yang tersebar mulai tertarik ke Agroneme. Cairan merah itu bergerak seperti aliran sungai yang dipaksa masuk ke dalam celah sempit. Sargceva di mata kanannya berpendar, menangkap setiap pergerakan energi.
Pedang itu berubah. Warnanya semakin gelap, mengkilat dengan cahaya merah darah. Energi yang terkandung dalam Agroneme meningkat berkali-lipat.
"Sekarang," Arata mengangkat pedang, "kita selesaikan ini."
Cahaya merah pekat mulai menyelimuti Agroneme, siap untuk menghancurkan barrier terakhir dimensi Alkahalam.
Pedang Agroneme, kini dipenuhi energi darah, menghantam titik cangkang terkuat. Sebuah retakan besar terbentuk - cahaya putih menyembur dari celahnya, membutakan segalanya.
Ketika cahaya mereda, Arata sudah berada di luar dimensi Alkahalam. Udara terasa berbeda, lebih dingin, lebih kelam.
Saat Arata melangkah keluar dari dunia Alkahalam, pemandangan yang tersaji membuatnya terpaku. Seekor kura-kura kuno raksasa memenuhi seluruh cakrawala - ukurannya begitu massif sehingga tubuhnya sendiri seperti gunung yang bergerak.
Cangkang kura-kura itu menutupi hampir separuh ruang yang bisa dilihat mata. Tiap sisik pada cangkangnya seukuran dataran luas, berkilauan dengan cahaya yang aneh dan asing. Seolah makhluk itu bukan sekadar binatang, melainkan sebagian dari realitas itu sendiri.
Sargceva di mata kanannya bergetar, menangkap detail-detail yang tak kasat mata. Arata menyadari - ini bukan sekadar kura-kura biasa. Makhluk ini adalah sesuatu yang jauh lebih fundamental.
"Abravrehevic," bisiknya pelan.
Kura-kura raksasa itu bergerak, menciptakan gelombang dimensional dengan setiap gerakan. Arata berdiri mematung, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Arata melayang di atas dimensi kura-kura raksasa, merasakan setiap gerakan tubuh makhluk itu yang seperti menggerakkan realitas itu sendiri. Sargceva berpendar di mata kanannya, menangkap setiap detail mikroskopis pada permukaan cangkang.
"Yo," sebuah suara familier terdengar di belakangnya.
Arata tidak bergerak, tidak terkejut. Dia sudah tahu siapa yang berbicara.
"Abravrehevic Eganzov," balasnya dingin.
Dewa Bencana itu berdiri di belakangnya, berbicara seolah mereka adalah sahabat lama yang baru saja bertemu setelah sekian lama. Atmosphere di sekitar mereka terasa mencekam, penuh dengan energi yang siap meledak kapan saja.
"Lama tidak jumpa," Abravrehevic tersenyum.
Abravrehevic menatap Arata dengan senyuman yang dingin namun familiar.
"Kau membunuh peliharaan aku," ucapnya datar. "Kura-kura peliharaanku itu sangat patuh."
Energi bencana mulai mengalir, menciptakan gelombang destruktif di sekitar mereka. Dalam sekejap, ruang di sekeliling mereka mulai retak dan bergetar.
"Bayaran untuk pembunuhan itu," lanjut Abravrehevic, "adalah nyawamu."
Sebuah pukulan energi divine langsung mengarah pada Arata, siap menghancurkan segalanya dalam sekali serang.
Abravrehevic melangkah maju, rambut putihnya bergerak tanpa angin. Di tangan kanannya tergenggam sebuah belati transparan yang berkilauan, sementara tangan kirinya memegang sabit berwarna hitam kemerahan disetiap garis ketajaman.
Hawa dingin mengalir dari kedua senjatanya, menciptakan kristal di udara sekitar mereka. Mata Abravrehevic menatap tajam Arata, energi bencana meluap dari tubuhnya.
"Kau salah," balas Arata tenang. "Aku tidak membunuh kura-kuramu."
"Oh?" Abravrehevic mengangkat alisnya.
"Aku membebaskannya."
Belati transparan Abravrehevic berkilat, menciptakan gelombang es yang membekukan udara. Sabit di tangan kirinya bergetar, energi bencana mengalir deras.
"Membebaskan?" Abravrehevic tertawa dingin. "Kura-kura itu adalah fondasi dunia. Tanpanya, seluruh realitas dunia Alkahalam akan runtuh."
"Itulah masalahnya," Arata menggenggam Agroneme lebih erat. "Kau menggunakan makhluk hidup sebagai pondasi dimensimu. Menyiksanya selama ribuan tahun."
Energi divine Abravrehevic meledak, menghantam barrier yang diciptakan Arata. Pertarungan antara energi murni dan energi bencana menciptakan retakan di udara kosong.
Sabit hitam kemerahan melesat ke arah Arata. Namun Agroneme yang kini dipenuhi energi darah dimensional berhasil menahannya. Percikan energi membutakan sekitar.
"[Catastrophe]!" Abravrehevic mengayunkan kedua senjatanya.
Gelombang kehancuran absolut mengarah pada Arata. Udara terbelah, realitas mulai retak. Namun Arata tetap tenang, Sargceva di matanya berpendar semakin terang.
"[Gernodit]!" Teriak Arata.
Darah dimensional yang diserap Agroneme meledak keluar, menciptakan barrier yang mampu menahan kehancuran divine. Kedua energi bertabrakan, menciptakan dentuman yang mengguncang dunia disekitarnya.
Abravrehevic terdiam sejenak, lalu tiba-tiba tertawa. Energi bencana di sekitarnya perlahan mereda.
"Baiklah, aku melepaskanmu," ujarnya santai. "Lagipula kura-kura itu bukanlah yang paling aku sayangi."
Senjata di kedua tangannya menghilang. Dia melangkah mendekati Arata dengan sikap yang berbeda - lebih rileks, hampir bersahabat.