Nafisa, gadis istimewa yang terlahir dari seorang ibu yang memiliki kemampuan istimewa. Tumbuh menjadi gadis suram karena kemampuan aneh yang dimiliki.
Melihat tanda kematian lewat pantulan cermin, membuatnya enggan bercermin seumur hidupnya. Suatu ketika ia terpaksa harus berdamai dengan keadaannya sendiri, perlahan ia mulai berubah. Dengan bantuan sang sahabat, ia menolong orang-orang yang memiliki tanda kematian itu sendiri.
Simak kisah menarik Nafisa, kisah persahabatan dan cinta, juga perjuangan seorang gadis menerima takdirnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ERiyy Alma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Special Chapter, Last
4 Tahun Kemudian…
Nuria dan Nafisa tampak bersemangat, dua gadis itu menanti kedatangan Arjuna. Rencana hari ini mereka akan bertemu, setelah 4 tahun berpisah. Arjuna bahkan tak pulang meskipun liburan, awalnya Fisa kesal pada lelaki itu, tapi setelah Shella bilang Arjuna akan pulang hari ini, ia tak bisa menyembunyikan perasaan bahagia di hatinya.
“Hai Burung, mana Hyung?” Haikal muncul bersama Alena dan Pandu, mereka baru saja turun dari kendaraan yang terparkir di depan kafe, ya… mereka sepakat bertemu Arjuna di kafe langganan Fisa dan Nuria selama ini.
“Belum, mungkin sebentar lagi,” jawab Nuria, “hei, kenapa aku merasa ada yang aneh?” tanyanya lagi saat melihat ke arah belakang Haikal. Haikal menoleh, lalu memutar bola mata jengah.
“Jangan iri kalian ya,” kata Pandu. Memamerkan tangannya dan Alena yang saling tertaut, Nuria kesulitan menutup mulutnya sendiri, lalu memukul-mukul pundak Fisa.
“Ih curang ya kalian, bisa-bisanya, bentar lagi kalau kak Arjun datang giliran Fisa nih, terus aku sama siapa?” kata Nuria dengan wajah mengiba.
“Sama Haikal aja Nur, dia nganggur tuh,” kata Pandu.
“Eits-eits, seorang Haikal yang tampan paripurna, sama seekor burung, ih… boleh juga kayaknya, gimana Burung?” Haikal mengedipkan sebelah mata, tersenyum menggoda.
“Amit-amit ya Allah, naudzubillah min syarri dzalik,” jeritnya kesal. Semua orang menertawakan tingkahnya.
“Ngomong-ngomong, selamat ya buat kalian berdua, semoga langgeng sampai ke pelaminan,” kata Fisa menyalami Alena, gadis itu mengucapkan terima kasih. “Oh iya, gimana kabar ayah Al?”
“Baik, ayah sudah jauh lebih baik. Doakan saja ya teman-teman, aku cuma punya beliau di dunia ini, kalau sampai beliau pergi entahlah apa yang akan terjadi pada diriku.”
“Kan sudah ada aku, Sayang,” kata Pandu.
“Cuih…. huek..” Haikal dan Nuria berlagak mual, setelah itu mereka kembali tertawa bersama.
Sementara itu Fisa melihat seorang lelaki turun dari motor, wajah lelaki itu tertutup helm, ia tak bisa melihat dengan jelas siapa yang datang. Hanya saja, dari postur tubuhnya sepertinya Fisa mengenalinya.
“Arjun,” ucapnya lirih. Teman-teman serempak menoleh mengikuti arah pandangan Nafisa. Saat itulah helm terbuka, dan Haikal menjadi yang pertama melonjak bahagia, berlari menyongsong kedatangan sang sahabat. Begitupun Pandu, keduanya bertingkah sangat heboh, sementara Arjuna hanya tersenyum menanggapi tingkah kedua temannya.
Alena dan Nuria bergantian menggoda Fisa, meminta gadis itu menyambut kedatangan Arjuna. Tapi Fisa tampak malu-malu, hatinya berdebar kencang, rencana memarahi lelaki itu di awal perjumpaan mereka sepertinya menguap tanpa sisa, pasalnya melihat wajah Arjuna setelah sekian lama membuat Fisa gugup.
Arjuna datang mendekat, lelaki itu tersenyum pada Fisa. “Assalamualaikum, hai Naf, gimana kabarnya?”
“Waalaikumsalam pak kyai,” jawab teman-temannya serempak, hal itu membuat Arjuna salah tingkah.
“Lagian yang ditanya cuma Fisa, emangnya kami disini batu?” kata Alena diikuti anggukan yang lain.
“Ya udah, maaf. Gimana kabar kalian semua teman-teman?”
“Baik pak Kyai,” jawab Haikal dan Pandu sembari menunduk takzim. Arjuna kesal melihat tingkah dua temannya itu, ia berpura-pura hendak memukul keduanya, tapi Pandu segera merangkulnya dan mengajaknya duduk.
“Udah udah, ayo duduk aja. Dan ceritakan kenapa kamu nggak pulang sama sekali selama 4 tahun, hah? berencana mau jadi kyai beneran ya?” kata Pandu.
“Kayaknya gitu Bro, denger-denger itu syarat dari camer, ya kan Fis?” Haikal menyiku lengan Fisa. Gadis itu cemberut malu.
“Apaan sih kalian? jangan gitu lah, aku belum tanya kok sama dia, apa mau denganku?” tanya Arjuna melirik Nafisa.
“Cie….” ucap mereka serempak. Nafisa menyembunyikan wajah di balik hijabnya, sementara Arjuna tak bisa berhenti menatap sahabat masa kecilnya itu, Nafisa terlihat jauh lebih cantik dan anggun dibalik hijab merah mudanya. Wajahnya terlihat semakin bersinar dengan semburat merah jambu di kedua belah pipinya, gadis itu tampak malu-malu.
“Jawab Fis, ayo jawab. Kasihan loh pak Kyai, udah effort kayak gitu.”
“Apa sih kalian ini, aku mondok ya memang karena kewajiban muslim mendalami ilmu agama, bukan karena syarat, tapi kalau bonusnya dapat dia juga alhamdulillah,” kata Arjuna lagi.
Haikal dan Pandu semakin gaduh, juga Nuria yang jingkrak-jingkrak tak jelas. Alena menggoyang-goyang pelan pundak Nafisa, memintanya membalas ucapan Arjuna padanya. Nafisa menghela nafas panjang, menatap Arjuna dan berkata, “Arjun, sebenarnya di pesantren kamu belajar agama apa belajar merayu?” katanya, membuat yang lain tergelak. Arjuna menggaruk kepala, ia tampak malu.
“Bukan gitu Naf, aku cuma bingung bagaimana bersikap di depanmu, jelas-jelas aku tahu semuanya sejak 4 tahun yang lalu, tapi aku selalu diam. Aku hanya, takut kamu marah.”
“Tentu saja aku marah, kamu nggak pulang, nggak kasih kabar sama sekali, apa coba maksudmu? ya kan teman-teman?” Fisa meminta pembenaran pada yang lain, mereka mengangguk setuju.
“Maaf, maafkan aku Naf, maafkan aku teman-teman.” Arjuna diam menunduk, Fisa merasa iba melihat rasa bersalah di wajah lelaki itu. Apalagi teman-temannya memberi kode agar Fisa memaafkan Arjuna saja.
“Hah, baiklah aku maafkan. Tapi untuk rencana orang tua kita, aku nggak bisa langsung setuju, kamu harus berusaha yakinkan hatiku.”
Nuria melompat bahagia, bertepuk tangan penuh semangat. “Ayo kak Arjun, semangat!! kami mendukungmu!” teriaknya heboh.
“Eh Burung, lihat tuh!” Haikal menunjuk sekeliling, pengunjung lain melihat tingkah Nuria yang terkesan tiba-tiba, gadis itu segera meminta maaf, lalu duduk sambil memeluk Alena karena malu.
Hari itu menjadi saksi berkumpulnya kembali keenam sahabat itu, mereka tertawa bahagia, berharap persahabatan mereka akan tetap terjalin. Fisa fokus mendengar ocehan Nuria yang mengatakan jika dirinya sangat malu, sementara Arjuna diam-diam menatap Fisa dengan senyuman mengembang.
Perjuangan mendapatkan gadis itu sungguh tidak mudah, setelah 4 tahun merayu Allah juga merayu Husin, ia kini masih harus merayu Fisa.
“Tidak apa-apa, aku tidak akan menyerah Naf,” katanya lirih. Nafisa menatapnya, gadis itu membalas senyuman Arjuna.
....