Akibat kenakalan dari Raya dan selalu berbuat onar saat masih sekolah membuat kedua orangtuanya memasukkan Raya ke ponpes. setelah lulus sekolah.
Tiba disana, bukannya jadi santri seperti pada umumnya malah dijadikan istri kedua secara dadakan. Hal itu membuat orangtua Raya marah. Lalu apakah Raya benar-benar memilih atau menolak tawaran seperti orangtuanya?
Tingkah laku Raya yang bikin elus dada membuat Arsyad harus memiliki stok kesabaran yang banyak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pinkberryss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari pertama tanpa orangtua
Keesokannya Raya sedang beberes kamarnya yang nampak berantakan. Tak seperti saat dirumahnya yang ada bibi pembantu untuk merapikan semuanya, kali ini Raya melakukannya sendiri. perubahan kecil seperti ini kalau diketahui orangtuanya pasti akan senang.
Suara dering dari hp Raya tertera nama mamanya.
"Mama!"
"Anak mama, bagaimana sayang apa kabarmu?"
"Raya baik kok ma. Kapan kesini?" mereka sedang melakukan video call. Diana menatap wajah suaminya sesaat setelah Raya menanyakan kapan mengunjunginya kembali.
"Baru saja kemarin loh kami antar kamu masak sekarang harus kesana lagi Ray? Kamu harus betah disana biasanya juga cepat dapat teman loh," kata Diana.
"Iya kamu siapa saja diajak teman, bahkan kambingnya pak RT komplek kita saja kamu jadiin teman," sahut Burhan membuat Raya cemberut.
"Ih papa mah gitu sukanya! Kalian emang nggak kangen sama Raya yang cantiknya pake banget?" baik Burhan maupun Diana tergelak atas ucapan anaknya itu.
"Nanti kita datang pas lamaran kamu sama nikahan,"
"Masih lama pa!"
"Apanya yang lama, lamaran kamu seminggu lagi loh. Kalau nikah kan masih belum tahu tanggalnya dibahas pas lamaran nanti,"
"Yaudah deh pokoknya sering-sering datang kesini!"
"Mana bisa sayang, kan nanti kamu udah ada suami masak iya udah gede masih kekanak-kanakan, iya kalau umur kamu belum belasan rewel nggak papa. Sekarang kamu besar Raya, belajar mandiri yang baik, yang paling penting nanti nurut sama suamimu," pesan Diana pada Raya.
"Iya-iya mamaku yang cantik. Udah ya ma, Raya harus turun nih kalau nggak nanti disamperin lagi kesini, kasian umi naik turun tangga mulu,"
"Oh jadi udah mulai manggil umi dan abi sama calon mertua ya," goda Burhan yang langsung mendapat cubitan dari dang istri.
"Kenapa sih ma!"
"Kenapa-kenapa nanti Raya ngambek kamu godain gitu, yang pasti Bu Sofiyah yang nyuruh Pa,"
"Iya... Sudah dulu ya nak,"
"Hm iya pa ma." panggilan pun berakhir.
"Dasar ya papa sama mama sukanya gitu mulu!" ia pun gegas turun ke bawah.
Saya dibawah Raya dikejutkan dengan beberapa paperbag dari yang besar hingga kecil. Disana juga ada Malik dan Inayah. Tak lupa anaknya Fira beserta suaminya Bilal, Farah sedang sekolah.
"Loh kok..." Raya melangkah menuju beberapa barang berjejer.
"Iya dek ini untuk lamaran nanti, kalau yang ini seserahan khusus nikahan," Inayah menjelaskan apa saja yang berjejer dilantai itu.
"Ternyata udah beli secepat ini?" Raya bertanya. Mereka semua saling pandang.
"Iya baru saja kami habis pergi untuk membantu membeli beberapa keperluan, lamaran kamu seminggu lagi, kalau nggak salah pernikahan kalian juga dipercepat tapi belum tahu tanggalnya," jawabnya.
"Ya ampun... Ini barang branded semua kan?" Raya menelisik beberapa belanjaan didepannya itu.
"Semuanya bagus kok Ray, meski ada yang bukan barang branded tapi dari lokal juga enggak kalah kualitasnya." Raya manggut-manggut mendengar perkataan Malik.
"Syukur deh soalnya semua yang ada dirumah gue tuh bagus-bagus semuanya. Kalau nggak percaya lihat aja kesana coba bandingin sama rumah kalian,"
"Raya memangnya kenapa? meski rumah sederhana tapi kan keluarga tetap rukun dan bahagia," tiba-tiba Sara menyahutinya dia datang bersama Arsyad.
"Bener nih bahagia? Emang rumahtangga kalian bahagia?" ucapan Raya membuatnya mati kutu. Sarah langsung berhenti dan terdiam begitupun dengan semuanya yang ada disitu.
"Yaudah Raya, kalau dirasa masih belum lengkap coba kamu ngomong sama saya," Arsyad mencoba mengalihkan pembicaraan tadi.
"Padahal gue ngomong belum dijawab deh, emang gini ya kalau ada yang tanya terus dialihkan begitu saja?" Raya yang keburu kesal pun tak sengaja menyenggol gelas kaca yang bertuliskan nama Sarah dan Arsyad, itu adalah gelas pemberian temannya Sarah saat pernikahannya dulu namun diletakkan dirumah mertuanya.
"UPS sorry gue nggak sengaja!" dia inisiatif mengambil pecahan gelas kaca tersebut namun dilarang oleh Bu Sofiyah yang tiba hadir.
"Jangan nak, mending panggil bi Surti saja daripada tanganmu terluka," dia pun menurut.
"Bi Surti! Tolong dibereskan yah, pecahan gelasnya lalu buang saja,"
"Raya itukan gelas berharga kami, ada namaku dan suami. itu pemberian dari temanku,"
"Udah tahu dikasih temen bukannya dijaga dengan benar taruh dirumah sendiri! Kenapa malah di taruh disini?"
"Ehem, udah ya... Raya katanya mau ngecek isiannya barangkali ada yang nggak sesuai bisa kamu ngomong sama kami supaya membeli lagi," Inayah mencoba meredamkan suasana.
"Iya Ray, ini tadi aku yang milih loh," Malik memperlihatkan sebuah mukenah dengan bentuk unik dan indah.
"Iya kah?" Malik dan Inayah mengangguk barengan.
"Iya dek, saya juga pilihkan gamis warnanya kalem cocok banget untuk kulitmu yang putih," Inayah mengeluarkan gamis dalam paperbag dan melebarkannya supaya Raya tahu bagaimana bentukannya.
"Bagus Ning! Wah..." mata Raya berbinar.
"Harusnya tadi aku ikut aja ya," lanjutnya.
"Tadi siapa ya... Bangun kesiangan," kata Fira.
Raya tersenyum memperlihatkan giginya, "Iya juga sih tapi sholat subuh loh cuman setelahnya ketiduran." mereka tergelak atas penuturan Raya.
Tok tok tok
"Assalamualaikum,"
Mereka kompak menoleh kearah pintu diketuk, terdapat dua orang laki-laki, lalu Bu Sofiyah menyuruh mereka untuk masuk.
"Permisi, ini saya tadi habis dari rumahnya Gus Arsyad ternyata tutupan, jadi kami inisiatif kesini barangkali beliau ada dan ternyata memang sedang berkumpul semua," dia lalu menyenggol tangan teman yang disampingnya yang sedang membawa benda untuk melanjutkan bicaranya.
"Begini Gus ini laptopnya kemarin sudah baik tidak parah kok," dia menyerahkan laptop warna hitam kepada pemiliknya.
"Oh iya terimakasih banyak ya," dia lalu mengambil beberapa lembar dalam dompetnya dan menyerahkannya kepada tukang service.
"Kebanyakan Gus,"
"Tidak apa-apa. Ambil saja tak perlu sungkan," mereka berdua tersenyum lebar.
"Terimakasih banyak Gus Arsyad!" Arsyad tersenyum tipis dan mengangguk pelan.
Tukang service itupun langsung pergi. Malik bertanya-tanya ada apa dengan laptop adiknya. Perasaan baru kemarin dipakai kok masuk ke tukang service.
"Kenapa dengan laptop mu?"
"Insiden kecil, mas," jawabnya kepada Malik.
"Oh iya Nak, nanti umi mau bikinin kamu cookies, mau ikut buat?" sebenarnya Raya malas sekali ikut acara memasak karena bagiannya memang makan saja. Tapi sepertinya tertarik untuk bikin cookies, dia teringat mamanya yang suka membuat adonan kue maupun camilan ringan.
"Boleh umi," Bu Sofiyah senang.
"Kak Fira nama suaminya siapa?" tiba-tiba Raya menanyakan hal tersebut.
"Loh memang kemarin belum tahu Ray?" Raya menggeleng pasalnya kemarin dirinya mengantuk dan tidaklah fokus mendengar apapun.
"Namaku Bilal, Raya. Salam kenal ya,"
"Oh... Iya salam kenal gue Raya istrinya Arsyad, oh salah masih calon iya kan Gus?" Raya mencoba menggoda Arsyad dengan mengedipkan sebelah matanya membuat mereka tertawa melihatnya tak terkecuali Arsyad sendiri namun dia masih menyembunyikan, hanya melipat bibirnya menandakan dia ada rasa salting.
"Kayaknya Arsyad tambah makin muda kalau sama Raya begini, iya kan umi?" Malik bertanya kepada uminya.
"Iya benar juga kalau dilihat-lihat Raya sangatlah ceria dan aktif berbeda dengan adikmu yang seperti robot, kaku sekali,"
"Bukan robot umi, kulkas juga kan dia dingin banget sama orang. Iya kalau wanita, lah sama laki-laki lain masih jutek. Datar banget sih wajahnya, perasaan punya duit banyak nggak ada utang kan Gus? Biasanya orang yang ada utang tuh cemberut terus soalnya mikir darimana duitnya," Pak Umar datang dengan ketawa kerasnya karena mendengar ucapan Raya tentang anak keduanya. Dia baru saja datang dari luar, masuk-masuk eh malah dengar Raya mengoceh, nge roasting Arsyad.
"Udah selesai bi?"
"Iya, Alhamdulillah kelar acara!" sambil membawa bingkisan ditaruh diatas meja. Raya dengan tanpa malunya membuka dan mengorek apa saja isinya. Seketika wajah Raya berbinar tatkala melihat makanan, langsung saja dia makan tanpa peduli orang sekitarnya yang menatapnya penuh heran.
'Astaga ini bocah... Yang benar saja saya akan menikah dengannya? Semoga memang benar jodoh saya, tapi katanya jodoh cerminan diri? Perasaan kelakuan saya tidak seperti itu deh,' Arsyad membatin demikian hingga kepalanya reflek menggeleng-geleng.
"Kenapa Syad?" tanya Malik.
"Ha oh em gapapa,"
"Gapapa tapi geleng-geleng, pusing? Pusing karena mau nikah keluar banyak duit?"
Arsyad sangat muak dengan saudara tertuanya itu selalu saja berbuat usil bahkan dihadapan keluarga.
Uhuk uhuk
Arsyad inisiatif memberikan segelas air minum kepada Raya yang sedang terbatuk-batuk.
"Pelan-pelan," ujarnya berbisik.
'Buset gitu aja bikin gue meremang, hiiiiih serem amat dah kulkas berjalan ini!'
"Dek itu airnya diminum," Inayah mengingatkan Raya agar tidak melamun.
"Iya Ning," dia tersenyum canggung.
"Yasudah kalau begitu, kami pamit dulu," Inayah dan Malik berpamitan untuk balik kerumah mereka sambil mencium telapak tangan mertuanya. Fira dan Bilal juga ikut.
"Loh kak Fira sama kak Bilal ngapain ikut balik? Padahal pengen Raya ajakin main game bareng loh... Bosen banget nggak ada temennya,"
"Kami habis ini ada kunjungan ke rumah mertuaku Raya. Main game? Kak Fira nggak tahu game apa soalnya jarang banget bahkan hampir nggak pernah jadi kak Fira nggak bisa,"
"Iya nanti kapan-kapan Mabar bareng aku," Bilal menyahuti ucapan Raya yang membuatnya senang.
"Beneran nih, emang jago?"
"Jago banget malah, aku sampai bingung loh Ray lihat dia kalau sedang main hp pasti lagi game an." wajah Fira langsung cemberut membuat Bilal tersenyum canggung.
"Ya nanti mainnya sebentar aja kok nggak lama, yaudah balik aja." Mereka langsung pergi meninggalkan rumah itu.
"Ehem, Raya..." Arsyad memanggilnya.
Raya mengernyitkan dahi, "Ada apa?"
"Tidak jadi tiba-tiba saya lupa," Raya melotot dengan wajah mendekat.
"Ah yang bener?" Arsyad mengangguk sambil matanya melihat sana sini.
"Yaudah deh mending gue ajakin umi bikin cookies nya sekarang aja! Udah sana ngapain masih disini?"
"Kamu ngusir saya?"
"Terus? Itu istrimu nganggur mending balikin ke rumahnya biar tidur siang, kayaknya ngantuk banget matanya sampai merah begitu,"
"Tapi saya masih ingin disini. Sepertinya saya menunggu cookies sampai jadi,"
"Umi...! Umi buat cookies sekarang aja! Daripada nanti sore emang umi nggak ada kesibukan lain?"
Bu Sofiyah menggeleng, "Tidak ada, makanya mumpung free jadi umi pengen ajakin kamu bikin camilan ringan. Katanya dirumah kamu suka banget ya sama cookies coklat?" Raya mengangguk pasalnya tiap kali mamanya membuatkan selalu Raya habiskan dalam sekejap, sampai-sampai mamanya menyembunyikan stoples untuk suaminya supaya bisa merasakannya.
"Iya suka banget umi. Sekarang aja ya, lagipula biar Raya nggak tidur, kalau tidur kan biasanya malam susah tidur," Bu Sofiyah tersenyum lalu mengajaknya ke arah dapur.
"Loh Arsyad kamu kok ikut kami?"
Arsyad kikuk sendiri, dia yang malu.
"Nggak umi, Arsyad hanya mau ambil air dingin," dia lalu membuka pintu kulkas dan mengambil botol berisi air.
Bu Sofiyah menghela napas, dia tahu maksud kedatangan anaknya ikut ke dapur. Tapi dia hanya diam saja ingin melihat bagaimana wajah anaknya yang nampak gugup, mungkin memang benar dugaannya untuk ikut serta membuat cookies supaya bisa bersama dengan Raya. Maksudnya mendekatkan diri. Cie elah gus-gus.....