Catherine dulunya adalah murid kutu buku yang polos dan kerjaannya hanya belajar di perpustakaan. Namun suatu hari, dia terlibat taruhan dengan Bastian. Mereka mereka memulai sebuah taruhan gila dan semenjak itu hidup Catherine benar-benar berubah drastis. Bastian mengajarinya hal-hal aneh dan liar yang tidak pernah Catherine ketahui ataupun coba sebelumnya.
Intinya, Bastian dan Catherine adalah teman di atas ranjang.
Hubungan mereka hanya sebatas sebagai teman yang saling memanfaatkan untuk memuaskan nafsu.
Tidak kurang, tidak lebih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon redwinee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Taruhan
Pelajaran mereka akhirnya berakhir disusul Catherine yang langsung bergegas menyimpan barangnya, terlihat buru-buru ingin meninggalkan kelas apalagi kebetulan ia melihat Poppy yang berjalan masuk ke dalam kelasnya itu.
Poppy yang ingin menyapa Catherine itu berakhir shock ketika menemukan Bastian disana. Tubuhnya mematung, mulutnya terbuka lebar dan kakinya gemetar.
Poppy benar-benar fans dengan Bastian. Baginya Bastian adalah pria tertampan yang pernah ia lihat seumur hidupnya. Dan berhadapan langsung begini dengannya membautnya gugup, Poppy senang tetapi dia tidak tahu harus bersikap bagaimana.
Poppy akhirnya secara perlahan mengambil langkah mendekat, sembari tatapannya tak lepas dari mengamati gerak-gerik Bastian. Rahangnya yang tegas, hidungnya yang mancung dan alisnya yang tebal itu. Wajah Bastian benar-benar terlihat tampan dan tegas layaknya pahatan patung yang terbentuk secara sempurna.
Namun baru saja Poppy ingin melihat wajah Bastian dengan lebih jelas, tiba-tiba teriakan Catherine berhasil membuyarkan lamunannya.
“Poppy!” teriak Catherine kemudian segera mengambil tasnya dan berlari menghampiri Poppy.
Catherine menghampiri Poppy kemudian langsung memeluk lengan wanita itu dan menariknya untuk berbalik arah, terpatnya keluar dari kelas. Poppy yang ingin melihat Bastian dalam jarak dekat akhirnya tidak jadi karena Catherine tahu-tahu menariknya kelaur kelas.
“Kita ada janji makan siang bareng di kantin kan?” tanya Catherine dengan suaranya yang agak dikeraskan, berharap Bastian dapat mendengarnya.
Poppy yang tidak tahu menahu tentang janji makan siang itu hanya menautkan alisnya bingung.
‘Sejak kapan kita ada janji…”
“Benar kan? Ah, mungkin kau lupa. Ayo kita pergi sekarang saja daripada nanti kantinnya ramai,” potong Catherine cepat kemudian benar-benar menarik Poppy keluar dari kelasnya.
Sedangkan Bastian di belakang hanya mengamati interaksi keduanya dengan senyum kecilnya. Ia tahu Catherine sengaja melakukan hal itu untuk menghindarinya.
“Cute,” gumamnya tanpa sadar.
Catherine mengira Bastian sudah kapok setelah insiden mereka yang duduk bersebelahan di kelas. Namun tampaknya Bastian belum menyerah juga atau barangkali peringatan Catherine memang pria itu hiraukan secara total. Sebab saat Catherine pergi ke perpustakaan, Bastian ternyata datang untuk menghampirinya lagi.
Catherine saat itu sedang membaca salah satu buku bacaan filosofi yang ia ambil dari rak buku tadi kemudian duduk di sebuah kursi yang disediakan perpustakaan bagi para pengunjungnya.
Catherine tengah menikmati waktu sendiriannya mengingat dia sudah menyelesaikan semua tugas kuliahnya.
Tiba-tiba ponsel Catherine bergetar membuat wanita itu meraih ponselnya dan melihat siapa pengirim pesan itu.
Ekspresi Catherine berubah tidak nyaman ketika membaca isi pesan itu yang berasal dari tante Viola.
‘Jangan lupa dengan pekerjaan yang aku berikan itu. Setelah kau melunasi hutang kedua orang tuamu, aku berjanji akan melepaskanmu.’
Disusul sebuah alamat yang dikirimkan oleh tante Viola. Catherine tidak tahu persis jenis pekerjaan apa yang diberikan tante Viola, tetapi Catherine akan mencobanya. Setidaknya mengambil pekerjaan sampingan akan membantunya membayar hutangnya, baik Bastian maupun kepada tante Viola.
“Apa yang sedang kau lakukan?”
Bastian menghampiri Catherine dari arah belakang sembari menarik kursi dan duduk di samping wanita itu membuat Catherine refleks langsung mematikan ponselnya dan meletakkan kembali ke atas meja.
“Kau tidak punya mata?” Catherine balik bertanya kemudian kembali fokus apda buku bacaannya, entah kenapa pesan yang dikirimkan oleh tante Viola itu berhasil menyulut emosinya membuat Catherine kebetulan melampiaskannya pada Bastian yang baru datang itu.
Catherine juga tidak tahu dia punya keberanian dari mana, namun setelah melihat Bastian selalu mengekori Catherine baik di kelas maupun sekarang, Catherine hanya berharap pria itu bisa pergi ketika dia terus-terusan mengeluarkan kalimat tajamnya seperti ini.
Bastian hanya menaikkan alis kanannya melihat jawaban ketus Catherine itu sebelum tersenyum kecil penuh arti.
“Belajar pelajaran apa?” tanya Bastian lagi dengan cerewet.
“Kau tidak akan mengerti, selama ini kau tidak mengerjakan pr,” ujar Catherine. Wanita itu sedang membaca buku bacaan sebagai sumber referensinya untuk ujian yang berhubungan dengan filosofi nantinya.
Bastian yang lagi-lagi mendapat jawaban ketus dari Catherine itu akhirnya memasang wajah sedihnya, “Aku merasa sakit hati jadinya,” ujar Bastian dengan nada melasnya.
“Tapi itu fakta,” balas Catherine.
Bastian hanya bisa terkekeh melihat sikap berani Catherine itu dengannya. Catherine benar-benar berbeda, Bastian baru pertama kali bertemu dengan wanita yang berbicara ketus seperti ini dengannya. Menarik. Semakin menarik.
“Memang benar itu fakta, tetapi karena kau terus-terusan menghinaku seperti ini, aku jadi merasa tertantang,” ujar Bastian yang berhasil membuat Catherine menoleh ke arahnya.
Bastian yang berhasil mendapatkan fokus Catherine dari buku bacaannya itu langsung menampilkan senyum miringnya penuh arti membuat Catherine kian gugup, menebak apa sebenarnya isi pikiran dari pria aneh itu.
“Bagaimana jika kita melakukan sebuah permainan?” tawar Bastian.
“Tidak,” tolak Catherine langsung.
Namun Bastian tampak tidak memperdulikan jawaban itu dan malah melanjutkan penjelasannya.
“Kalau nilaiku bisa lebih tinggi darimu? Atau mungkin sama mengingat nilaimu selama ini selalu sempurna. Aku akan melupakan semua hutangmu itu kepadaku,” jelas Bastian lagi yang akhirnya membuat Catherine tertarik.
Wanita itu menatap Bastian dengan mata berbinarnya sekarang. Dasar. Bastian tahu betul apa maunya Catherine itu.
“Semacam taruhan?” tanya Catherine.
Bastian menangguk, “Kau bisa menanggapnya semacam itu. Jika nilaimu lebih tinggi di ujian mendatang kali ini, aku tidak akan menganggumu lagi dan semua hutangmu lunas. Tetapi jika nilaiku lebih tinggi atau bahkan nilai kita sama, maka kau juga harus melakukan sesuatu untukku,” jelas Bastian lagi kepada Catherine dengan rautnya yang mendadak serius.
Ditawarkan begitu tentu saja Catherine tertarik. Sebab Catherine rasa Bastian tidak mungkin akan mendapatkan nilai sempurna atau tinggi dalam ujian kali ini. Dosen mereka juga terbilang cukup membenci Bastian dan Catherine tahu seberapa sering Bastian tidak mengikuti pembelajaran di kelas atau bolos, jadi dia pasti ketinggalan banyak materi di kelas.
“Dan apa hukuman yang kau maksud itu?” tanya Catherine sembari menatap ke arah Bastian, tidak ada senyum jahil yang selalu pria itu tampilkan seperti biasanya, hanya ada raut tegas yang memunculkan aura khas pria sopan dan berkelasnya itu.
“Friends with benefit,” jawab Bastian singkat.
Catherine menyatukan kedua alisnya bingung, ia tidak pernah mendengar istilah itu sebelumnya. Bastian yang seakan bisa membaca isi pikiran wanita itu akhirnya kembali membuka mulut untuk menjelaskan.
“Singkatnya aku ingin kita menjadi teman, tapi dalam tahap yang lebih menyenangkan dan dekat,” ujar Bastian sembari menatap lurus kedua manik milik Catherine itu.
Catherine hanya terdiam, masih berusaha mencerna kalimat pria itu dan tanpa ia tahu Bastian tersenyum penuh arti. Bastian benar-benar tersenyum dengan sangat tampan sekarang sebelum akhirnya ia bangkit berdiri dari kursinya.
“Kalau begitu aku perdi gulu, belajar yang baik ya,” ujar Bastian kemudian mengelus puncak kepala Catherine pelan membuat tubuh wanita itu seketika mematung diam.
Bastian sudah hendak berjalan pergi sebelum langkahnya terhenti karena panggilan Catherine.
“Tunggu.”
Bastian berbalik untuk menoleh kembali sembari menampilkan kembali senyum tampannya yang terkesan menyebalkannya itu.
“Kenapa? Sekarang kau ingin aku menetap?”
Catherine menggeleng, “Tidak, aku hanya ingin bilang good luck untuk ujiannya. Semoga nilaimu merah,” ujar Catherine, entah wanita itu sedang mendoakan Bastian atau sedang menyumpahinya.
Dan anehnya mendengar kalimat kurang ajar wanita itu kepadanya malah membuat tawa Bastian pecah. Bastian tertawa dengan sangat lepas membuat Catherine yang menyaksikan pemandangan di depannya itu harus menahan napas smebari tatapannya terpaku kepada Bastian. Ini sudah kali kedua ia melihat Bastian tertawa lepas seperti ini.
“Mohon kecilkan suara anda, ini adalah perpustakaan,” kemudian terdengar suara teguran dari karyawan perpustakaan yang berjaga.
Bastian akhirnya meredakan tawanya sebelum kembali menatap Catherine.
“Itu artinya kau menerima taruhan kita kan?” tanya Bastian lagi dengan santainya sembari memasukkan kedua tangannya di balik saku celanannya itu. Bahkan setelah ditegur oleh karyawan perpustakaan, pria itu tidak terlihat ketakutan sama sekali.
Catherine hanya menangguk pelan, “Aku menerimanya,” ujarnya dengan suara yang lebih pelan, takut mereka ditegur lagi.
Bastian kemudian tersenyum kecil, “Aku senang mendengarnya dan terima kasih atas doanya,” ujar Bastian sembari mengedipkan matanya sekali kemudian berjalan pergi dari perpustakaan.
Catherine akhirnya kembali pada buku bacaan di tangannya itu namun baru lanjut membaca beberapa kalimat, tiba-tiba fokusnya mendadak buyar sebab kepikiran dengan taruhannya itu.
Apakah Catherine sudah melakukan hal yang benar?