Soal keturunan memang kerap menjadi perdebatan dalam rumah tangga. Seperti yang terjadi dalam rumah tangga Hana.
Hubungan yang sudah dibangun selama 10 tahun, tiba-tiba hancur lebur dalam satu malam, saat suaminya mengatakan dia sudah menikahi wanita lain dengan alasan keinginan sang mertua yang terus mendesaknya untuk memiliki keturunan.
"Jangan pilih antara aku dan dia. Karena aku bukan pilihan." -Hana Rahmania.
"Kalau begitu mulai detik ini, aku Heri Hermawan, telah menjatuhkan talak kepadamu, Hana Rahmania, jadi mulai detik ini kamu bukan istriku lagi." -Heri Hermawan.
Namun, bagaimana jika setelah kata talak itu jatuh, ternyata Hana mendapati dirinya sedang berbadan dua? Akankah dia jujur pada Heri dan memohon untuk kembali demi anak yang dikandung atau justru sebaliknya?
Jangan lupa follow akun sosmed ngothor
Ig @nitamelia05
FB @Nita Amelia
salam anu 👑
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ntaamelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Keputusan Sulit
Langkah Hana tercegah oleh pria yang sedari tadi gusar mencarinya. Elgar—langsung mengambil posisi di samping Hana, rasa penasaran mendorongnya untuk bertanya kenapa wanita itu izin masuk siang. Dia takut saja kalau terjadi sesuatu pada kehamilan Hana, pasca pertemuan dengan sang mantan suami.
"Aku habis ke pengadilan, Mas," jawab Hana dengan jujur yang membuat Elgar langsung membulatkan kelopak matanya. Pria itu mengikuti langkah Hana, hingga mereka berjalan beriringan.
"Ke pengadilan?" ulang Elgar.
Hana mengangguk sambil tersenyum tipis. "Tanpa aku jelaskan pun seharusnya Mas sudah mengerti kan?" jawabnya.
Otak Elgar langsung menerka jawaban Hana. Dan hanya satu yang terlintas yakni tentang perceraian wanita itu. Jahatnya, Elgar justru menarik salah satu sudut bibirnya ke atas, menunjukkan bahwa dia senang mendengar kabar itu.
"Maaf ya, Han, kalau pertanyaanku membuatmu tersinggung," ujar Elgar yang tak ingin Hana sakit hati atau semacamnya. Namun, lagi-lagi Hana malah tersenyum, sebab di samping sedih pernikahannya gagal, dia juga merasa lega telah mengambil keputusan sejauh ini.
"Aku nggak tersinggung sama sekali, Mas. Dan sekarang Mas sudah tahu kan bagaimana keadaanku, aku hamil dan sedang proses cerai. Terkadang aku hanya takut jika kita terlalu dekat menimbulkan asumsi yang tak baik," papar Hana mengenai kegundahan hatinya. Dia juga tidak ingin kegeeran, tapi jujur saja saat ini dia masih sulit untuk menerima pria lain untuk masuk ke kehidupan pribadinya.
Elgar mengerti, namun mana ada prajurit yang mundur sebelum berperang. Dia saja belum confess tentang perasaannya pada Hana yang sudah terpendam sejak lama, masa langsung menyerah hanya karena kalimat seperti itu.
"Saat aku memutuskan untuk membantumu aku siap untuk menerima semua konsekuensinya, Hana, apalagi hanya omongan orang yang tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Jadi santai saja, dan katakan saat kamu membutuhkanku," jawab Elgar panjang lebar, supaya Hana tidak memikirkan hal-hal yang belum tentu terjadi.
Kalimat itu seperti mengalirkan perasaan nyaman, hingga perlahan menghancurkan tembok tinggi yang selama ini Hana bangun di antara mereka berdua. Mungkin saja ini cara Tuhan mengirimkan orang-orang baik di sisinya, sudah sepantasnya dia tak boleh menolak.
"Terima kasih banyak, Mas," ucap Hana dengan suaranya yang lembut dan mampu menggetarkan dada Elgar.
"Bagaimana kalau bentuk terima kasihnya diubah dengan makan siang bersama? Ada restoran enak di dekat sini, kamu mau mencobanya?" balas Elgar memberikan ide yang sudah lama tersimpan di kepalanya.
Tanpa pikir panjang, Hana langsung mengangguk setuju dan Elgar tersenyum lebar.
*
*
*
Suasana hati Heri sudah berantakan sejak pagi akibat perdebatannya dengan Mayang, dan kini dia malah mendengar info dari sekretarisnya kalau Meditra Group mundur dari rencana kerja sama mereka. Katanya ide yang dia luncurkan tidak begitu menarik dan sudah terlalu banyak dipakai orang, jadi semua itu pasti berpengaruh di pasaran. Hal tersebut membuatnya dipanggil ke ruangan pimpinan tertinggi, di sela-sela langkah dia terus menelan ludahnya dengan kasar, sementara pikirannya sudah tak karuan.
Begitu tiba Heri langsung dibukakan pintu. Dia masih disambut dengan ramah dan dipersilahkan untuk duduk.
"Heri, kamu pasti sudah tahu kenapa saya panggil ke sini," ujar pria paruh baya yang kini duduk berhadapan dengannya.
Heri mengangguk dengan jantungnya yang dag-dig-dug tak karuan. Selain tentang kerja sama itu, ia tak bisa menebak apa yang akan dikatakan oleh bosnya.
"Saya bisa jelaskan dan mungkin mencobanya sekali lagi, Tuan, supaya Meditra Group memikirkan ulang keputusannya—"
"To the point saja, saya tidak butuh penjelasanmu. Tapi saya punya dua pilihan," tukas pria dengan sorot mata kuyu tapi menusuk itu.
Ludah Heri langsung tercekat, sementara otaknya semakin menerka-nerka.
"Apa itu, Tuan?" tanyanya dengan ragu. Takut kalau tiba-tiba mendapat keputusan sepihak yang merugikan.
Pria paruh baya itu mengangkat satu jarinya ke atas. "Yang pertama, ini berdasarkan kinerjamu yang sudah aku nilai sejak kamu menduduki kursi wakil direktur. Kamu tetap di sini dan turun dari jabatan, atau—" Pria itu mengangkat kembali satu jarinya. "Yang kedua, kamu pindah ke kantor cabang yang ada di kota P. Jika kamu berhasil mengembangkan perusahaan yang ada di sana, aku akan mempromosikanmu supaya naik di kursi ini." Jelasnya dengan gamblang sambil menunjuk kursi yang tengah didudukinya.
Sebuah pilihan yang cukup sulit untuk Heri, sebab kedua-duanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Jika dia menerima yang pertama, maka dia harus siap untuk kembali merangkak dari bawah, sementara pilihan yang kedua, dia harus siap berjauhan dengan keluarganya, termasuk Hana yang saat ini sedang dia perjuangkan agar kembali ke sisinya.
"Bagaimana, Her?" tanya sang atasan, karena Heri terus-menerus diam.
"Boleh beri waktu untuk saya berpikir, Tuan? Sejujurnya ini cukup sulit," jawab Heri dengan jujur.
Pria yang sudah dipenuhi uban itu manggut-manggut.
"Silahkan ... saya akan memberimu waktu selama dua hari. Jika kamu masih belum mendapat jawaban, maka saya yang akan memutuskan," jelasnya tak ingin terlalu mendesak bawahannya.
Heri tak bisa protes, karena nyatanya dia hanyalah seorang karyawan yang kapan saja bisa ditendang oleh atasannya. Keluar dari ruangan itu, Heri sedikit meninju udara, karena merasa dari hari ke hari kehidupannya penuh kesialan.
***
Sesuai kesepakatan bersama, hari ini Hana dan Elgar tidak makan di kantin perusahaan. Orang-orang saja sampai terheran-heran, karena baru pertama kali melihat Elgar pergi dengan orang lain, padahal selama bekerja pria itu selalu saja menyendiri, tak begitu spesifik siapa temannya.
Karena sudah memesan tempat terlebih dahulu, keduanya tak perlu ambil pusing mencari meja yang kosong. Setelah berhasil duduk, Elgar izin untuk pergi ke toilet sebentar.
"Jangan kemana-mana ya, Han," ucap Elgar sebelum melangkah pergi, takut saja wanita itu akan kabur. Padahal tidak mungkin juga Hana pergi di tengah perutnya yang keroncongan.
Mendengar dan melihat ekspresi Elgar, Hana jadi terkekeh kecil. "Nggak, Mas, aku nggak akan kemana-mana, yang penting kamu jangan lama-lama." Jawabnya dengan sedikit candaan.
Namun, Elgar menanggapinya dengan serius, dia mengangguk dan langsung berjalan cepat ke toilet. Sementara Hana mengisi waktu luangnya untuk menonton beberapa video tentang kehamilan, termasuk olahraga yang boleh dilakukan.
Sejak tahu hamil olahraga Hana hanya berjalan-jalan tanpa alas kaki di saat hari libur, karena harinya diisi untuk bekerja.
Tak sampai lima menit, ternyata Elgar benar-benar kembali. Pria itu langsung mengambil posisi duduk di samping Hana dan melihat apa yang sedang di tonton wanita itu.
"Kamu mau mencobanya?" tanya Elgar tiba-tiba, membuat Hana terlonjak dan tak seimbang untuk memegang ponselnya.
"Eum aku lagi liat-liat aja sih, Mas, siapa tahu bisa dipraktekin di rumah," jawab Hana.
"Itu harus dengan ahlinya, Hana, apalagi ini kehamilan pertamamu 'kan? Jangan coba-coba praktek sendiri, kalau mau nanti aku temani saja, aku akan cari tempat yang terdekat," ujar Elgar, dia langsung berubah cerewet karena tak ingin Hana mencoba sesuatu dengan sembarangan. Takutnya nanti berubah fatal.
Hana ingin menimpali ucapan Elgar, tapi pesanan mereka justru sudah datang. Pelayan menata makanan di atas meja, Elgar langsung perhatian menggeser milik Hana dan mengelap sendok serta garpu menggunakan tisu, sehingga Hana hanya siap untuk makan.
"Habiskan ini, atau kalau mau tambah jangan malu-malu, kamu pasti butuh makanan ekstra," kata Elgar yang membuat Hana hanya bisa membuka mulut tanpa mengeluarkan kata-kata.
Sedangkan di meja yang lain, Mayang yang tengah makan siang dengan teman-temannya terus memperhatikan interaksi keduanya.
"Kenapa dia bisa dekat dengan pria itu?" gumamnya dengan tatapan sinis.
jgn gila klo nti kau tau Hana hamil sebelum cerai 😅
rasakannnn Kau Herigukgukguk
Daebakk El 👏👏 kamu emang keren? langsung sat set bilang kalau hana adalah cinta pertamamu, lagian sekarang hana sudah jadi milik umum kan? jadi bebas buat di miliki wkwkw
hari ini heri benar2 banyak menerima kejutan 🤭 kapokkk lihat saja her? habis kamu melihat hana di bonceng laki2 lain, melihat hana hamidun dan sebentar lagi kamu juga akan mendengar langsung kalau dirimu dan hana sudah berceraii dan belum lagi nanti kejutan2 lainnya yang akan tambah membuatmu shock wkwkwk tunggu saja drama selanjutnya her huhaaaa 🤣🤣🤣
si Heri udah pasti kebakaran jenggot gak terima liat Hana di gandeng laki² yg dulu cupu dan culun yg skrng menjelma laki² tampan dan kaya raya..si Heri mah hanya seujung kuku gak ada apa² nya di banding Elgar yg ternyata mencintai Hana dari masa sekolah dulu 🤭