Asmaralda, seorang gadis buta yang penuh harapan menikah dengan seorang dokter. Suaminya berjanji kembali setelah bertemu dengan orang tua, tapi tidak kunjung datang. Penantian panjang membuat Asmaralda menghadapi kesulitan hidup, kekecewaan dan keraguan akan cinta sejati. Akankah Asmaralda menemukan kebahagiaan atau terjebak dalam kesepian ???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meindah88, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.23
Hari-hari terasa berlalu begitu cepat. Sekarang, Ralda sudah berada di ruang bersalin, dengan Alena dan Bram yang penuh cemas dan harap menunggu kelahiran cucu mereka. Di balik kegembiraan yang akan datang, pikiran Ralda juga melayang pada operasi mata yang rencananya akan segera ia jalani usai melahirkan.
"Semoga saya bisa melihat kembali," bisik hati Ralda ketakutan, "Ralda ingin bisa melihat wajah bayi kecilku dan wajah paman dan Tante yang selama ini sudah sangat setia mendukungku."
Awalnya, Bram ingin Ralda menjalani operasi mata secepat mungkin, begitu menggenggam harapan akan keajaiban teknologi yang mungkin dapat mengembalikan penglihatannya.
Namun, dokter Albert menyarankan agar Ralda tetap tenang dan menjalani operasi setelah melahirkan. Sebab, itu merupakan waktu yang tepat bagi tubuhnya untuk pulih dan menyesuaikan diri kembali setelah mengalami perubahan hormonal serta tekanan selama kehamilan.
Sambil menunggu kelahiran bayi mereka, Ralda merenung dalam-dalam. Meskipun segudang perasaan berseliweran di dalam hatinya, ia pun mencoba untuk tetap bersabar dan fokus pada kelahiran sang buah hati.
"Ya Tuhan, berikan Ralda kesabaran, kekuatan, dan keberkahan dalam perjuangan yang baru saja dimulai ini," doa Ralda dalam hati.
" Ralda, kamu tenang ya nak. Percayalah, persalinanmu pasti berjalan lancar," Alena menatap wajah Ralda yang tampak tegang, lalu menghela nafas pelan.
"Tante tahu ini bukan hal yang mudah, tapi ini adalah proses yang harus kamu jalani sebagai seorang ibu. Dan dengan kami di sampingmu, tante yakin akan bisa melewati ini."
Mata Ralda pun berkaca-kaca, namun dia berusaha keras menahan air matanya. Alena bisa merasakan kekhawatiran wanita itu yang akan melahirkan begitu mendalam, seakan takut terjadi sesuatu.
"Ingat nak, kamu telah menjalani masa sulit sebelumnya, dan kami selalu bersamamu melewatinya," bisik Alena lembut, menepuk bahu Ralda dengan penuh kasih sayang.
" Terimakasih, Tante. Auuh.. sakit!"ringisnya mulai kesakitan.
"Bersabarlah, sayang. Semua akan baik-baik saja." sahut Elena lagi.
Dalam hati Ralda, dia ingin sekali berteriak kala teringat ayah dari bayinya.
" Andaikannya saja dia ada di sini, Ralda pasti tidak akan merasa sedalam sakit ini. Namun, kehidupan ini memang tak selalu seperti yang kita inginkan. Ralda hanya punya Tante Alena dan Paman Bram yang benar-benar peduli padaku."
Dalam hati, Ralda merasakan amarah dan kesepian yang semakin meningkat. Air mata mulai menetes di sudut matanya, terasa begitu pahit menghadapi kisah cinta yang berujung nestapa.
"Ya Tuhan, tunjukkanlah jalan terbaik bagiku, sebab saya merasa tak mampu lagi melewati kehancuran yang kian menggelayuti hidupku." Kata-kata penuh keluh kesah ini berlarut dalam kesakitan Ralda, menggambarkan betapa rawannya jiwa dalam menghadapi cobaan.
Namun melihat orang di sekitar mendukung dan menyamakatinya, dia hanya bisa tersenyum tipis dan mengangguk lemah.
" Jika terjadi sesuatu padaku, tolong jaga bayiku ya, Tante .
Alena meneteskan air mata, tiba-tiba rasa takut menghantui," saya yakin, kamu pasti melewati dengan selamat." ucap Alena dengan penuh keyakinan, mencoba menguatkan Ralda.
" "Bu, mohon untuk keluar! Kami akan menjaga Nona Ralda selama proses persalinan," ucap seorang suster dengan nada mendesak. Dengan hati yang terasa berat, Alena harus rela meninggalkan Ralda di ruangan penuh ketegangan itu.
"Tante harus pergi sekarang, Nak. Tetap kuat, kami semua mendukungmu dari luar," bisik Alena sambil mencoba menenangkan. Saat tangan Ralda meraih lengan Alena dengan genggaman yang semakin erat, matanya berkaca-kaca menunjukkan kekhawatiran yang memuncak. Rasa takut akan kemungkinan terburuk semakin mencekam jiwa Ralda. Genggaman tangan mereka menjadi simbol perpisahan yang berat, namun penuh doa dan harapan agar segala sesuatunya berjalan lancar.
***
Berbeda dengan tempat lain di mana asa mungkin menguap, Abrisam dan wanita pilihannya kini tampak bermandikan kebahagiaan. Upacara pernikahan mereka sudah di ambang pintu. Menyisihkan luka masa lalu yang kelam, Abrisam tampak telah mengukir tekad bulat dalam hatinya untuk membangun masa depan bersama wanita pilihan orang tuanya itu, mengarungi hidup baru yang penuh harapan dan cinta.
" Hana tidak sabar lagi untuk menikah denganmu, Mas." ungkap Hana di saat mereka sedang keluar bersama.
Abrisam menatap wajah itu dengan hangat, memperlihatkan senyum tipis menawan membuat Hana semakin cinta.
" Mas juga tidak sabar hidup bersamamu." ucapnya.