Dewasa 🤎
Jika aku boleh memilih...
Aku lebih suka
mencintai seseorang yang tidak mencintaiku.
Setidaknya, disitu aku mengetahui
bahwa aku benar-benar mencintainya
dengan tulus tanpa mengharapkan apapun.
~anonim~
Quote diatas menggambarkan perasaan seorang Farel kepada Nada.
Awalnya Nada hanyalah adik dari temannya, seiring waktu perasaan itu berubah menjadi cinta.
Kisah ini menceritakan perjuangan Farel mendapatkan cinta Nada, juga perjuangan mereka untuk dapat saling mengerti dan menerima. Saat Farel berhasil menikahi Nada, mereka berusaha mengerti arti kata pernikahan yang sesungguhnya.
Full of love,
Author ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom fien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berita Kehamilan
"Ya kak Nael, ada apa?", tanyaku saat menjawab telepon.
"Na, Killa hamil", aku bisa membayangkan ia mengucapkannya sambil tersenyum.
"Wah selamat kak, aku ikut bahagia. Apa papa dan mama sudah tau?".
"Ya aku baru saja menelepon mereka".
"Ada berita apa Na?", tanya kak Farel disampingku.
"Kak Killa hamil", lalu aku menyerahkan teleponku pada kak Farel.
"Selamat El, akhirnya ya El. Jadi gimana apa sudah cek ke dokter?", kak Farel mengubah aturan ponsel ke pengeras suara, agar aku bisa mendengarnya juga.
"Sudah, baru aja pulang dari dokter tadi, aku baru berani bilang setelah Killa cek dokter".
"Dokter bilang apa El?".
"Killa dan bayinya sehat Rel, cuma mungkin di beberapa minggu ke depan mungkin Killa akan merasakan mual, lalu juniorku tidak boleh mengunjungi Killa dulu selama beberapa bulan ke depan".
"Astaga kakak, aku ikut mendengarkan disini", ucapku, lalu kami bertiga tertawa bersama, tidak lama setelah beberapa obrolan tidak jelas lainnya, kak Nael menyudahi teleponnya.
"Tadi kakak bilang kata akhirnya ke kak Nael, apa kak Nael dan kak Killa sudah merencanakan kehamilan ini dari beberapa waktu lalu?".
"Aku dan Nael memang pernah membicarakan mengenai anak Na, kami harus memikirkan umur kami sekarang, masa pensiun kerja, dengan umur anak nanti saat masuk kuliah. Semua biaya itu harus diperhitungkan".
Aku mengangguk mengerti alasan kenapa pembicaraan itu muncul. Berarti kak Farel melakukan perhitungan yang sama dengan kak Nael bukan? Haruskah aku mempertimbangkan memiliki anak juga? Namun sungguh aku merasa belum siap saat ini, bukankah tidak akan baik jika aku memaksa hal ini?. Seakan membaca pikiranku, ia berkata,
"Sudah jangan dipikirkan, ayo kita siap-siap pergi makan", ajaknya.
Semenjak berita kehamilan kak Killa, entah kenapa aku sering terjebak dengan pembicaraan mengenai anak. Kukira aku bisa menghindar dari situasi ini, setidaknya dengan keluargaku. Dugaanku tidak terlalu meleset, papa dan mama begitu bahagia untuk kehadiran cucu pertama mereka, jadi setidaknya untuk saat ini aku tidak mendengar pertanyaan, "Kapan mama gendong cucu?". Pertanyaan itu sudah terjawab dari kak Nael.
Berbeda dengan keluarga kak Farel, karena mereka merasa Nael dan Farel seangkatan, sudah sepantasnya Farel menyusul memiliki keturunan juga. Setiap pertanyaan itu muncul dari salah satu anggota keluarganya, kak Farel selalu memasang badan untuk membelaku, membantu agar tidak merasa terpojok dengan situasi itu.
"Ma, susah tau dapetin Nada, baru juga nikah, kasih waktu aku pacaran dulu lah ma".
Atau aku mendengar kak Farel menanggapinya dengan bercanda.
"Iya kak, aku juga rajin buatnya, cuma yang di Atas tau aku belum siap, jadi belum dikasih, pokoknya sih jangan ragukan soal kerajinan aku sama Nada soal berhubungan deh".
Ternyata situasi omongan anak tidak hanya terjadi dalam keluarga, saat kumpul bersama teman-teman kak Farel, aku juga mendengar pertanyaan seputar itu. Ya aku harus maklum, kak Farel berada dalam satu lingkungan yang sama dengan kak Nael, berita kehamilan kak Killa sedikit banyak yang menyebabkan pembicaraan ini terjadi.
Hingga ada suatu obrolan yang membuatku berpikir, mungkin memiliki anak tidak akan seburuk yang aku bayangkan, karena kak Farel lah suamiku. Salah satu teman mereka melontarkan pertanyaan iseng klasik,
"Antara istri dan anak, kamu akan mendahulukan kebahagian siapa?".
"Anak, aku rela memberikan hidupku untuk anakku", jawab salah satu temannya, dan teman-temannya yang lain menyetujui hal itu, hanya kak Farel yang memberikan jawaban berbeda.
"Istri, selama istriku bahagia, anak-anakku pasti bahagia. Lagipula suatu saat mereka akan menikah dan meninggalkan kamu, hanya istri lah yang ada disamping kamu saat itu. Kebahagiaan anak saat dewasa menjadi tanggung jawab pasangan mereka. Sedangkan kebahagian istri adalah tanggung jawabku semenjak aku menikahinya sampai tua".
Teman-teman kak Farel bercanda dengan mengatakan ia bucin karena kami pasangan baru dan belum merasakan bagaimana bahagianya memiliki anak. Namun sedikit banyak perkataan kak Farel membuatku berpikir, mungkin suatu saat aku bisa menerima kodratku untuk memiliki keturunan.
...----------------...
Sikap wanita itu, tergantung perilaku lelakinya.
~ Anonim ~