"Aku istrimu, Aditya! Bukan dia!" Aurelia menatap suaminya yang berdiri di ambang pintu, tangan masih menggenggam jemari Karina. Hatinya robek. Lima tahun pernikahan dihancurkan dalam sekejap.
Aditya mendesah. "Aku mencintainya, Aurel. Kau harus mengerti."
Mengerti? Bagaimana mungkin? Rumah tangga yang ia bangun dengan cinta kini menjadi puing. Karina tersenyum menang, seolah Aurelia hanya bayang-bayang masa lalu.
Tapi Aurelia bukan wanita lemah. Jika Aditya pikir ia akan meratap dan menerima, ia salah besar. Pengkhianatan ini harus dibayar—dengan cara yang tak akan pernah mereka duga.
Jangan lupa like, komentar, subscribe ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 - Kekesalan Aditya
"Lepaskan aku! Aku bilang lepaskan!" Aditya mengamuk, suaranya menggema di ruang isolasi mewah yang dijadikan tempatnya merenung. Dua pria berbadan tegap, penjaga suruhan Raka, tak bergeming meski Aditya mencoba melawan dengan sekuat tenaga.
Raka berdiri tenang di sudut ruangan, kedua tangannya disilangkan di dada, sorot matanya tajam namun tetap dingin. "Kau pikir bisa lari dari kenyataan, Tuan Aditya? Di sinilah tempatmu sekarang, bukan untuk dihukum, tapi untuk berpikir."
"Berpikir? Kau siapa berani-beraninya menahan aku seperti penjahat!" Aditya mengacungkan telunjuknya dengan napas memburu. Bajunya kusut, rambutnya acak-acakan, wajahnya merah padam karena emosi.
"Aku hanya menjalankan perintah. Ayahmu memintaku memastikan kau tidak bertindak lebih bodoh lagi. Sudah cukup kau menyakiti Aurelia. Sudah cukup kau menurunkan martabat keluarga dengan Karina!"
"Jangan bawa-bawa Aurelia! Semua ini salah dia! Dia yang pergi, dia yang menghancurkan hidupku!"
"Kau menyalahkan korban? Bukankah itu yang selalu kau lakukan?" Raka menyeringai, melangkah mendekat.
Aditya memukul meja di samping tempat duduknya. "Aku mencintainya! Aku mencintai Aurelia! Tapi kenapa dia malah pergi dengan pria lain? Kenapa dia tega meninggalkanku dalam kehancuran ini?!"
"Karena kau sudah terlalu lama membuatnya tersiksa," balas Raka datar.
Sunyi sesaat. Aditya terduduk lemas, tubuhnya jatuh ke sofa empuk dengan mata memerah. Tangannya menutupi wajah.
"Aku... aku hanya ingin dia kembali. Aku ingin memperbaiki semuanya. Tapi semua orang menjauhiku. Bahkan Karina... di mana dia? Aku ingin bertemu dengannya sekarang juga!"
Raka tak langsung menjawab. Dia menatap jam di pergelangan tangan, lalu memberi isyarat kepada salah satu penjaga. Penjaga itu mendekatkan ponselnya, memperlihatkan layar yang menampilkan pesan.
"Dia tidak akan datang," ujar Raka pelan.
Aditya menatapnya tajam. "Apa maksudmu?"
"Karina sudah dibawa pulang ke rumah orang tuanya. Pak Surya memutuskan, untuk sementara, dia tidak boleh berhubungan denganmu."
"Apa? Tidak! Aku butuh dia di sini! Aku harus bicara dengannya!"
"Dia bukan lagi solusimu, Aditya. Semua ini harus kau hadapi sendiri."
Aditya bangkit lagi, kini dengan amarah yang membara. Dia menerjang ke arah Raka, namun dua penjaga dengan sigap menahannya.
"Bajingan kalian semua! Kau pikir bisa memenjarakanku begini?! Aku anak kandung Pak Surya! Aku pewaris perusahaan!"
Raka mendekat, bisik pelan di telinga Aditya. "Dan justru karena itulah kau dipaksa istirahat. Pewaris yang hancur tidak dibutuhkan. Kau bukan hanya menghancurkan dirimu sendiri, tapi juga nama besar keluarga."
Aditya terdiam. Kata-kata itu menamparnya lebih keras daripada semua penjagaan fisik yang ia terima.
Ia terhempas kembali ke sofa. Napasnya memburu, dadanya naik turun.
"Kalau begitu... biarkan aku di sini. Tapi dengan satu syarat. Bawa Karina ke sini. Aku tak akan melawan lagi, aku hanya ingin dia bersamaku."
Raka diam. Dia mengangguk pelan kepada penjaga, lalu berbalik keluar.
Waktu berlalu.
Satu jam.
Dua jam.
Malam menelan hari. Lampu ruangan hanya tinggal remang. Aditya duduk mematung, menatap pintu.
Namun tak seorang pun datang.
Pintu tetap tertutup.
Langkah kaki tak terdengar.
Karina tak muncul.
Aditya menunduk perlahan. Matanya memerah kembali, namun bukan karena marah. Kali ini, karena sepi yang menghantam begitu telak.
"Dia pun meninggalkanku..."
Dari balik layar monitor di ruang pengawasan, Reyhan menonton semua yang terjadi. Di sampingnya, Raka berdiri sambil menyeruput kopi dengan tenang.
"Kau yakin ini cara terbaik?" tanya Raka.
Reyhan menyeringai. "Belum selesai. Aditya baru mulai menyadari kehancuran. Tunggu sampai dia tahu siapa yang benar-benar menarik tali di balik semua ini."
Lampu layar memantulkan senyum licik Reyhan yang penuh kemenangan. Sementara di tempat berbeda, Aurelia duduk di sebuah balkon vila, memandang bintang tanpa kata. Air matanya mengalir—bukan karena Aditya, tapi karena luka yang tak pernah benar-benar sembuh.
Dan esok... semuanya akan berubah.
Udara dingin di pagi hari menggigit kulit, kabut tipis menyelimuti bangunan semi-villa tempat Aditya ditahan untuk merenung. Di dalam kamar yang luas namun sunyi, Aditya mondar-mandir seperti singa yang dikurung. Langkahnya tak teratur, Napasnya kasar, dan wajahnya penuh amarah. Sisa malam tanpa tidur masih membekas di bawah matanya.
"Raka! Raka! Mana orang sialan itu?" teriak Aditya seraya membanting gelas ke lantai, pecah berhamburan.
Tak lama, Raka pun muncul dari balik pintu dengan wajah datar. "Ada apa, Tuan Aditya?"
"Aku sudah muak! Aku bukan tahanan! Aku anak Pak Surya! Bukan binatang yang dikurung di tempat ini!" bentaknya.
Raka tidak bereaksi. Ia hanya berdiri tenang, menyandarkan diri pada dinding.
"Kau dengar aku?! Aku minta Karina datang. SEKARANG! Atau tempat ini kubakar!"
Raka menghela napas panjang. "Karina tidak akan datang. Bapak sudah memutuskan—"
"DIA, AKU BUTUH DIA SEKARANG!" potong Aditya, matanya merah menyala. "Siapa yang bisa melarangku bertemu dengan Karina?!"
"Dia bukan siapa siapa di mata Pak Surya," ujar Raka tenang namun dingin. "Dan lagi pula, bukankah Karina sudah cacat sekarang tak lebih dari beban? Tapi nyatanya..." Raka melirik ke arah sudut ruangan, tempat kamera pengawas tersembunyi.
Aditya mengernyit. "Apa maksudmu?"
Tanpa sepatah kata, Raka menyodorkan tablet ke tangan Aditya. Layar menyala, memperlihatkan wajah Aurelia yang menatap layar lain. Dari sudut pandangnya, Aurelia menyaksikan rekaman langsung tempat Aditya kini berada.
Aditya terdiam.
AURELIA - LOKASI RAHASIA
Aurelia menggigit bibir bawahnya, matanya berkaca-kaca melihat Aditya meronta sendirian. Bukan karena kasihan, tapi karena hatinya teriris akan luka lama yang kembali menganga.
"Masih keras kepala..." gumamnya pelan.
Di sampingnya, Reyhan berdiri bersandar dengan tangan di saku celana. "Kau ingin aku matikan siaran langsungnya?"
Aurelia menggeleng pelan. "Tidak. Biarkan dia tahu rasanya ditinggal... seperti aku dulu."
KEMBALI KE ADITYA
Aditya melempar tablet itu ke sofa, menggertakkan gigi. "Aurelia... bahkan kau ikut Reyhan. Hebat. Kalian memang cocok..."
Ia jatuh terduduk di lantai, menggenggam rambutnya frustasi. Napasnya memburu, dadanya bergemuruh, pikirannya porak-poranda.
"Kalian semua menjebakku... semua ini rencana kalian!"
Raka, yang sejak tadi diam, akhirnya bicara. "Tuan Aditya, kalau boleh saya bicara jujur... Ini bukan tentang jebakan. Ini tentang akibat. Anda sedang menerima apa yang dulu Anda tabur."
Aditya menoleh dengan sorot mata membunuh. Namun Raka tidak bergeming. Justru, ia melangkah maju, membungkuk sedikit dan berkata pelan namun menohok:
"Dulu Aurelia menangis dalam diam. Sekarang, giliran Anda menjerit dalam sunyi."
Aditya menahan napasnya. Kata-kata itu seperti cambuk yang mencabik jiwanya. Kamar yang semula hanya sunyi kini terasa sesak. Ia melangkah ke jendela, menatap langit gelap yang mulai mendung.
"Apa aku sebegitu buruknya? Sampai semua orang mengkhianatiku...?"
AURELIA - MENONTON REKAMAN
Air mata Aurelia jatuh satu-satu, meski wajahnya tetap dingin.
"Dia sedang dihukum oleh hidupnya sendiri," ucapnya lirih.
Reyhan menoleh, suaranya pelan namun mantap, "Dan aku pastikan dia akan mengingat rasa ini... seumur hidupnya."
(BERSAMBUNG KE BAB SELANJUTNYA)
kadang dituliskan "Aurelnya pergi meninggalkan ruangan tsb dengan Anggun"
Namun.. berlanjut, kalau Aurel masih ada kembali diruangan tsb 😁😁🙏