Diumurnya yang ke 27 tahun, Afra belum terpikir untuk menikah apalagi dengan kondisi ekonomi keluarganya yang serba kekurangan. Hingga suatu hari disaat Afra mengikuti pengajian bersama sahabatnya tiba-tiba sebuah lamaran datang pada Afra dari seorang pria yang tidak ia kenal.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Apa Afra akan menolak atau mernerima lamaran pria tersebut?
Siapa pria yang melamar Afra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elaretaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24
Disisi lain, Afra saat ini sudah keluar dari gerbang pondok pesantren, sesuai dengan apa yang dikatakan Umi Marwa, siang harinya, mereka memutuskan untuk pergi ke kebun Umi Marwa yang letaknya berada di luar pondok pesantren.
Setelah berjalan beberapa menit, akhirnya mereka pun sampai di kebun yang dimaksud Umi Marwa, dimana kebun tersebut letaknya tak jauh dari pondok pesantren.
Disini ada sayur terus ada juga bunga, pinggir-pinggirannya di kasih pagar sama ada penutupnya gitu jadi gak kelihatan dari jalan," ucap Umi Marwa.
"Banyak juga ya Umi," ucap Afra yang kagum melihat bagaimana banyaknya bunga serta sayuran di kebun tersebut.
"Lumayan sih, soalnya kalau ada apa-apa biasanya santri juga ambil dari sini, makanya disini lengkap gitu. Di sebelah pondok sudah ada kebun yang ditanam sama santri-santri, tapi kalau kebun disana kurang biasnya ambil disini, makanya disini gak semuanya sayur, tapi ada juga bunga soalnya Umi suka bunga," ucap Umi Marwa.
"Afra bantuin apa ini Umi?" tanya Afra.
"Ini kemarin Umi sempat beli pohon bunga mawar, ayo kita tanam," ucap Umi Marwa.
Afra pun melakukan sesuai yang dikatakan Umi Marwa, meskipun sulit, namun Afra menikmatinya ditambah udara yang begitu sejuk membuatnya semakin menikmati bagaimana asiknya berkebun.
"Udaranya sejuk ya Umi," ucap Afra.
"Iya, makanya Umi suka berkebun gak bikin capek," ucap Umi Marwa.
Afra setuju dengan Umi Marwa, karena nyatanya berkebun tidak secapek yang pernah ia bayangkan, namun Afra mengerti kenapa begitu karena udara yang sejuk, lalu Afra pun berkebun dengan duduk di kursi kecil hingga membuatnya tidak harus jongkok.
Siang harinya, Afra dan Umi Marwa memutuskan untuk kembali ke pondok pesantren. Selama perjalanan Umi Marwa tak henti-hentinya mendapat salam dari para warga sama halnya ketika Afra kekuar dengan Faiz, namun bedanya Umi Marwa lebih aktif bahkan sesekali Umi Marwa mengenalkan Afra pada warga tersebut.
Sesampainya di pondok pesantren, Afra dan Umi Marwa pun segera pergi ke rumah. Namun, ketika mereka gendak sampai di rumah tiba-tiba Rianti, Syifa dan Pia menghadang jalan mereka.
"Ning Afra, kami minta maaf. Kami sudah bersalah karena berbicara buruk tentang Ning Afra, kami mengaku salah, maafkan kami Ning," ucap Pia.
Afra yang tidak tau apa-apa pun terkejut dengan permintaan maaf mereka, "Kalian gak perlu minta maaf, kalian gak punya salah kok," ucap Afra.
"Gak Ning, kami lunya salah pada Ning Afra. Kami sudah membucarakan Ning Afra di belakang, kami sudah mengatakan yang tidak-tidak, maafkan lami Ning," ucap Syifa.
"Saya sudah maafkan. jadi kalian tidak perlu meminta maaf lagi," ucap Afra.
Sejujurnya, Afra penasaran kenapa mereka meminta maaf padahal Afra tidak menyuruh mereka minta maaf bahkan jika mereka hanya diam saja itupun tidak apa-apa lagipula tidak ada yang tau mengenai hal tersebut.
"Terimakasih Ning, kami akan memperbaiki diri lagi agar tidak melakukan kesalahan lain," ucap Rianti.
Setelah mengatakan itu, ketiganya pun pergi meninggalkan Afra yang masih tidak habis pikir mengapa mereka bertiga meminta maaf.
'Harusnya mereka diam aja, lagipula gak ada yang tau soal apa yang mereka bicarakan kok. Kalau mereka minta maaf kayak gini kan jadinya banyak yang tau,'
"Kenapa mereka minta maaf ke kamu? apa mereka bicarakan yang gak-gak tentang kamu?" tanya Umi Marwa.
"Gak kok Umi, Afra juga kurang tau kenapa mereka minta maaf," ucap Afra.
Umi Marwa pun tersenyum, "Kamu memang baik Afra, gak salah Faiz pilih kamu jadi istri," ucap Umi Marwa dan Afra hanya tersenyum canggung menanggapi ucapan Umi Marwa.
Afra dan Umi Marwa pun sampai di rumah, begitu mereka sampai di rumah, mereka segera membersihkan tubuhnya. Afra sudah berpakaian rapi, namun ketika ia hendak keluar dari kamarnya, netranya justru melihat sebuah kotak yang berada diatas kasur.
"Kotak ini lunya Mas Faiz? tapi kayaknya tadi gak ada deh, mungkin Mas Faiz tadi pulang terus ngambil sesuatu di kotak ini," gumam Afra dan menaruh kotak tersebut pada laci.
Setelah itu, Afra pun keluar dari kamar dan pergi ke halaman belakang, dimana disana sudah ada Kak Hira, Kenan dan Icha.
"Bunda!" panggil Icha lalu berlari memeluk Afra.
"Jangan lari sayang. nanti jatuh loh," ucap Afra lalu menggandeng tangan Icha dan menghampiri Kak Hira yang duduk santai diaras rumput.
"Ternyata di sini sejuk ya Kak," ucap Afra.
"Iya, disini emang sejuk terus juga ada rumputnya jadi enak buat santai gitu," ucap Kak Hira dan diangguki Afra.
"Biasanya Ayah juga suka disini Bunda," ucap Icha.
"Ayah suka disini? ngapain biasanya Ayah?" tanta Afra.
"Baca Al-Qur'an Bunda," ucap Icha.
"Duku sebelum nikah, Faiz memang suka disini sambil baca Al-Qur'an atau buku gitu, katanya sih disini enak buat santai. Tapi, setelah nikah dia gak pernah kesini lagi, kamu tau gak paa kata Faiz?" tanya Kak Hira.
"Gak tau Kak, memangnya Mas Faiz bilang apa?" tanya Afra.
"Kata Faiz gini, kalau dia santai disini terus yang nemenin istrinya siapa? Faiz pengen Afra merasa nyaman di sini, Faiz mau istrinya gak kesepian di lingkungan baru karena itu sebisa mungkin setiap urusan Faiz selesai, dia pasti langsung pulang gak mampir kemanapun karena dia takut istrinya sendirian," ucap Kak Hira.
Afra yang mendengarnya pun tersenyum, namun ia tahan karena malu. "Kalau mau senyum, senyuman aja. Kakak gak ngelarang kok," goda Kak Hira dan akhirnya Afra pun tersenyum lebar.
"Kakak yakin nih ya, kalau suami kamu disini dan lihat senyum kamu, maka dia akan salah tingkah soalnya senyum kamu manis, gula aja kalah manisnya sama kamu," ucap Kak Hira.
Dan kali ini Afra tertawa mendengar godaan Kak Hira yang menurutnya berlebihan, "Astaga Kak, sekarang kayaknya Afra yang salah tingkah gara-gara Kak Hira yang godain Afra terus," ucap Afra.
Obrolan mereka terus berlanjut, canda, tawa menyelimuti obrolan kali ini. Kak Hira dengan segala candaannya mampu membuat Afra nyaman, itulah tujuan Kak Hira, Kak Hira tidak ingin membuat Afra memikirkan perkataan orang lain.
"Padahal dulu Afra kirain Kak Hira kalem gitu," ucap Afra disela-sela candaan mereka.
"Kakak memang kalem, kalau bekum kenal. Kalau udah kenal ya kayak gini," ucap Kak Hira.
"Kak," panggil Afra.
"Ada apa?" tanya Kak Hira.
"Afra mau tanya, tapi kalau Kak Hira gak mau jawab juga gapapa, menurut Kak Hira bagaimana rasanya menggunakan cadar? apa tudak gerah?" tanya Afra.
"Kenapa? kamu mau menggunakan cadar juga?" tanya Kak Hira.
.
.
.
Bersambung.....
mantaaaabh
lanjut ka elaaaa 👍🏻🌹🌹
semangaaaaaaats 💪🏻💪🏻🌹🌹
dasar cocote Ra pada ada akhlaknya
lanjut ka elaaaaa 👍🏻🌹🌹🌹
semangaaaaaats 💪🏻💪🏻
senewen q jadinya
lanjut ka elaaaaaaa
semangaaaaaats 💪🏻💪🏻