~ REGANTARA, season 2 dari novel Dendam Atlana. Novel REGANTARA membahas banyak hal tentang Regan dan kehidupannya yang tak banyak diketahui Atlana ~....
Ditinggalkan begitu saja oleh Atlana tentu saja membuat Regan sangat kacau. Setahun lebih dia mencari gadisnya, namun nihil. Semua usahanya tak berbuah hasil. Tapi, takdir masih berpihak kepadanya. Setelah sekian lama, Regan menemukan titik terang keberadaan Atlana.
Disaat Regan merasakan bahagia, berbanding terbalik dengan Atlana yang menolak kehadiran Regan untuk kedua kalinya dihidupnya. Namun, penolakan Atlana bukan masalah. Regan memiliki banyak cara untuk membawa kembali Atlana dalam hidupnya, termasuk dengan cara memaksa.
Akan kah Regan berhasil? Atau malah dia akan kehilangan Atlana sekali lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aquilaliza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari Bukti
Atlana mengusap pelan punggung Dara yang tengah menangis. Gadis itu tidak bisa membendung air matanya setelah meninggalkan cafe.
Kehilangan pekerjaan bukan masalah lagi bagi Dara sekarang. Yang ia tangisi adalah setiap kebencian Yuni padanya.
"Kenapa dia begitu, Na? Gue rasa gak pernah punya salah sama dia. Gue juga gak pernah benci dia. Kenapa dia keliatan benci banget sama gue?"
"Gue juga gak tau, kenapa dia benci lo. Dari semua kasih sayang yang selama ini dia kasi ke lo, seharusnya dia tetap sayang sama lo walaupun lo bukan anak kandungnya. Itu buat gue jadi heran, rasa sayangnya selama ini kemana semua?"
Dara terdiam. Tak lama, ia menghapus air matanya dan menoleh ke arah Atlana. "Gue mau cari tau, kenapa Yuni jadi benci banget sama gue."
"Mau gue bantu? Kita bisa sama-sama cari tau. Gue juga sekaligus mau cari bukti-bukti penculikan gue waktu itu."
"Lo serius?" Atlana mengangguk. "Oke, gue setuju."
"Ya udah. Sekarang, kita ke tempat tinggal lo, kemasin barang-barang lo. Lo harus pindah ke rumah."
"Makasih, Na."
***
Meeting antara Regan dan kakeknya, juga beberapa jajaran lainnya berjalan lancar. Di saat semua mulai meninggalkan ruang meeting, Kakek Adri malah menahan Regan untuk tetap disana. Pria tua itu sepertinya memiliki sesuatu untuk dibahas bersama Regan.
"Kakek liat, Alderald's Group semakin luar biasa. Papamu memang pantas mengandalkan kamu."
Regan tak merespon. Dia hanya diam memperhatikan Kakeknya berbicara. Sebenarnya, satu ucapan Atlana waktu itu masih mengganggu pikirannya.
Ucapan mengenai kakeknya yang mungkin memiliki hubungan dengan kecelakaan yang menimpa mama dan papanya.
"Kakek juga akan menyerahkan perusahaan Kakek padamu. Kakek sangat yakin kamu juga ingin mengurus perusahan Kakek."
"Kamu tenang saja, setelah pernikahan kamu dan Nita berlangsung, perusahaan akan menjadi milik kamu. Bukan hanya itu, kamu juga akan mengurus perusahaan ayah Nita. Mereka tidak ada penerus kecuali Nita. Sudah pasti semuanya akan jatuh ke tangan kamu nantinya."
"Regan? Kamu dengar Kakek?"
"Hm?"
"Menikahlah dengan Nita."
"Liat nanti saja. Saya harus pergi." Regan beranjak dari tempat duduknya, meraih jas yang tadi ia lepaskan, lalu berjalan menuju pintu.
"Minggu depan Kakek adakan makan malam. Ada orang tua Nita juga. Kamu harus datang."
Suara Kakek Adri sempat menahan langkah Regan. Namun, tak bertahan lama. Setelah ucapan Kakek Adri selesai, Regan melanjutkan langkahnya tanpa menjawab sepatah katapun.
Regan melajukan mobil miliknya segera menjauh dari perusahaan tersebut. Tak butuh waktu lama, mobilnya memasuki halaman luas rumah Kakek Adri.
"Selamat datang, Tuan Muda."
Regan hanya menganggukkan kepalanya tanpa membalas. Langkahnya langsung menuju ruang kerja sang kakek. Lelaki itu menempelkan ibu jarinya pada sensor yang ada pada pintu, hingga tak lama pintu terbuka. Hanya dia dan sang kakek yang bisa membuka pintu ruangan tersebut.
Regan langsung membuka laci meja kerja, mengeluarkan sebuah notes dari laci tersebut.
"Dapat," gumam Regan pelan ketika menemukan satu catatan yang menunjukkan perjalanan kakeknya menuju Singapura, tepat lima hari sebelum terjadinya kecelakaan kedua orang tuanya. Baru sekarang dia ingat, kakeknya suka menulis hal-hal penting yang sudah kakeknya rencanakan.
Regan mengembalikan buku catatan tersebut, lalu bergegas keluar.
"Tuan muda?" Seorang Pria yang bekerja sebagai kepala pelayan di rumah tersebut menyapa Regan tak jauh dari ruang kerja sang tuan besar. Matanya sedikit melirik ke arah pintu ruang kerja, seolah menaruh curiga pada Regan.
"Lo tau, apa yang harus lo lakuin."
Regan meninggalkan kepala pelayan tersebut yang terlihat susah meneguk salivanya. Setiap kata-kata Regan terasa mengintimidasi dirinya.
Ting!
Kepala pelayan tersebut melotot kan matanya saat mendapat notifikasi transferan. Dia meneguk ludahnya kasar.
"Se-sepuluh juta," gumamnya pelan. Bukan kali pertama dia mendapatkan transferan tiba-tiba dari Regan seperti ini.
Dia senang, namun saat apa yang Regan inginkan tak mereka lakukan, maka risiko yang meraka tanggung setimpal dengan apa yang mereka dapatkan.
Sementara itu, Regan kembali ke mobilnya. Tidak segera menjalankan mobilnya, Regan memilih menghubungi Erteza.
"Hallo, Gan?"
"Hapus pergerakan gue di rumah Kakek hari ini."
"Oke."
Setelah itu, panggilan terputus. Regan tak lekas menyimpan handphone nya. Lelaki itu kembali menghubungi Marvin.
"Hallo, Regan?"
"Selidiki ulang kecelakaan itu."
"Baik, Regan."
"Jangan sampai pergerakan lo terbaca."
"Akan saya lakukan yang terbaik."
"Hm."
***
Setelah membawa kembali Dara ke rumah, Atlana mengajak gadis itu untuk bertemu Ghea. Dia ingin memperkenalkan sahabatnya pada Dara, sekaligus menjenguk sahabatnya itu.
Baru saja hendak melangkah masuk ke rumah Ghea, mereka berpapasan dengan Leo yang keluar dari rumah tersebut.
"Leo? Udah dari tadi lo?"
"Eh, ada Bu Bos Atlana. Mau jengukin Ghea?" Atlana mengangguk. "Masuk gih. Ghea lagi bareng Johan."
"Lo udah mau pulang?"
"Iya."
"Motor lo?"
"Gue naik ojol. Motor gue mogok tengah jalan."
"Oooh... Ya udah. Take care."
"Oke."
Leo lalu berjalan melewati Atlana, dan tak sengaja matanya bertemu tatap dengan mata Dara. Lalu dengan genitnya Leo mengedipkan sebelah matanya, membuat Dara menatap sinis dirinya.
"Ayo!" Suara Atlana memutuskan kontak mata Dara dengan Leo. Gadis itu melangkah masuk mengikuti Atlana.
"Johaan," sapa Atlana dengan senyum ceria pada anak lelaki itu. Johan pun membalas senyumannya.
"Hai tante Atlana."
"Hallo, sayang. Makin ganteng aja," ujar Atlana sambil mengusap pelan pipi anak tersebut.
"Ghe, Leo ngapain kesini?" Atlana menatap sahabatnya yang tengah duduk di sofa.
Tangan gadis itu masih menggunakan gips, sementara kakinya terlihat semakin membaik. Bukan tanpa alasan dia bertanya seperti itu. Dia takut terjadi sesuatu hingga Ghea menghubungi Leo.
"Dia anterin buah buat aku sama Johan, katanya sekaligus temenin kita."
"Oh ya, Ghe. Ini kenalin, saudara gue, Dara."
Ghea tersenyum tipis pada Dara, lalu mengulurkan sebelah tangannya yang baik-baik saja.
"Gue Ghea," ucapnya.
Dara tersenyum. "Gue Dara," balasnya sambil membalas uluran tangan Ghea.
"Tadi itu pacar lo?" Tiba-tiba Dara bertanya. Ghea cukup terkejut. Ia pikir, Dara hanya akan diam atau merasa canggung karena baru berkenalan. Ternyata ia salah.
"Bukan. Dia sahabat gue."
"Oh. Gue pikir pacar lo."
"Kenapa memangnya?" tanya Atlana. Dia sedikit penasaran kenapa Dara melontarkan pertanyaan tersebut.
"Gak kenapa. Kalau memang dia pacar lo, mending putus. Dia genit. Barusan dia ngedip genit sebelah matanya ke arah gue. Cowok kayak gitu biasanya suka mainin cewek."
Atlana dan Ghea terkekeh mendengar ucapan Dara. Sepertinya Dara berbakat membaca karakter seseorang.
"Lo gak salah. Leo suka gitu. Ceweknya banyak," ucap Ghea.
"Diantara keempat sahabat Regan, dia yang paling playboy," ucap Atlana.
"Dia sahabat Regan?"
"Iya." Atlana dan Ghea menjawab bersamaan.
"Kayaknya Regan salah masukin dia ke circle nya. Dia gak cocok sama karakter Regan." Atlana dan Ghea tergelak pelan mendengarnya.
***
Leo bersenandung kecil sambil memasuki markas. Entah kenapa, hari ini dia merasa senang. Mungkin karena dia tidak perlu menunggu lama agar motornya bisa digunakan kembali.
"Dari mana lo, Yo?" tanya Yudha sambil memakan kacang.
"Servis motor. Tumben lo gak lempar sembarangan tu kulit kacang?"
"Capek gue pungutin," sahut Yudha. Sudah menjadi peraturannya, jika buat markas berserakan maka orang tersebut harus bertanggung jawab.
"Nah, sadar kan lo? Kenapa gak dari dulu-dulu aja lo sadar?" Jovan menimpali.
"Belum dapat hidayah," jawab Yudha asal.
Jovan dan Leo terkekeh mendengar jawaban Yudha. Leo mendudukkan tubuhnya lalu meraih beberapa kacang milik Yudha.
"Emang Atlana punya temen cewek lagi selain Ghea?" celetuk Leo tiba-tiba sambil memakan kacangnya.
Jovan dan Yudha sama-sama mengerutkan kening. "Kayaknya gak ada deh setau gue. Gak tau lagi selama setahun ini. Mungkin punya teman di luar negeri," tutur Jovan.
"Iya. Atlana kalau tanya soal temen cewek, gak banyak. Kalau musuh, ada banyak."
"Gue setuju, Yud."
"Kalau itu mah, gue juga tau," sambung Leo.