~ REGANTARA, season 2 dari novel Dendam Atlana. Novel REGANTARA membahas banyak hal tentang Regan dan kehidupannya yang tak banyak diketahui Atlana ~....
Ditinggalkan begitu saja oleh Atlana tentu saja membuat Regan sangat kacau. Setahun lebih dia mencari gadisnya, namun nihil. Semua usahanya tak berbuah hasil. Tapi, takdir masih berpihak kepadanya. Setelah sekian lama, Regan menemukan titik terang keberadaan Atlana.
Disaat Regan merasakan bahagia, berbanding terbalik dengan Atlana yang menolak kehadiran Regan untuk kedua kalinya dihidupnya. Namun, penolakan Atlana bukan masalah. Regan memiliki banyak cara untuk membawa kembali Atlana dalam hidupnya, termasuk dengan cara memaksa.
Akan kah Regan berhasil? Atau malah dia akan kehilangan Atlana sekali lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aquilaliza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Jam berputar dengan cepat. Tak terasa, hari sudah berganti. Regan bersiap untuk berangkat ke Singapura seperti yang sudah di rencanakan.
Atlana akan mengantarnya ke bandara bersama Jovan dan Yudha, sementara Leo dan Erteza memiliki kelas, sehingga tidak bisa ikut mengantar. Marvin juga tidak jadi ikut bersama Regan karena ada hal penting perusahaan yang harus di urusnya dengan beberapa orang kepercayaan Regan.
"Jangan lupa kabarin kita, Gan," ucap Jovan setengah berbisik.
"Hati-hati," bisik Yudha.
Atlana hanya diam menatap mereka. Dia merasa ada yang aneh dengan kepergian Regan. Perasaannya mengatakan ada sesuatu yang disembunyikan darinya.
"Kak Marvin gak ikut?" tanya Atlana.
Regan yang tadinya menatap ke arah Jovan dan Yudha mengalihkan tatapannya. "Gak."
Atlana mengangguk pelan. Dia melingkarkan sebelah tangannya lagi ke pinggang Regan sehingga dirinya kini sepenuhnya memeluk cowok itu. Regan yang sejak tadi merangkul pinggangnya pun mengusapnya pelan.
Tapi, ekspresi Atlana yang berubah khawatir membuat Regan mengerutkan keningnya.
"Ada apa?" tanyanya dengan suara rendah.
Atlana menarik nafasnya lalu menghembuskannya. "Gak. Aku cuman ngerasa ada yang kamu sembunyiin dari aku."
"Ada. Tapi aku janji, aku bakal jelasin semuanya ke kamu."
"Janji?"
"Hm."
Atlana menarik sudut bibirnya membentuk senyum. Dia memeluk Regan samakin erat yang langsung dibalas pelukan oleh lelaki itu.
Setelah beberapa saat, Regan bergegas menuju pesawat usai pengumuman penerbangan di umumkan. Atlana, Jovan, dan Yudha menunggu hingga pesawat yang ditumpangi Regan take off. Mereka lalu meninggalkan bandara dan menjemput Ghea, kemudian bersama-sama menuju kampus.
***
Kelas telah usai, waktunya Atlana dan Ghea untuk makan siang dan beristirahat sebelum melanjutkan satu kelas lagi. Atlana menuntun Ghea yang masih sedikit pincang saat berjalan.
Bugh!
Atlana menghentikan langkahnya membuat Ghea turut berhenti. Gadis itu mendengus pelan setelah merasakan kepalanya ditimpuk oleh kaleng minuman dari arah belakang.
Atlana berbalik dan langsung menemukan Nita, Chintya, dan dua orang cewek lagi berdiri tak jauh darinya. Ghea juga berbalik. Gadis itu menghembuskan nafas lelah. Dia malas berhadapan dengan Chintya lagi.
"Lo berdua temenan?" tanya Chintya dengan tatapan remeh. Sepertinya, ia berpikir bisa melakukan apa saja pada Atlana dan Ghea sekarang, sebab Regan dan teman-temannya sedang tidak ada.
"Dari informasi yang gue dapat dari tante Yuni, mereka sahabatan," sahut Nita. "Cocok banget, kan? Dua sahabat, hobinya ngerebut cowok orang."
"Cocok sih. Tapi, mana mungkin cewek miskin sama cowok kaya? Sebesar apapun usaha mereka, tetap kita pemenangnya. Cowok kaya gak cocok sama cewek miskin."
Atlana tersenyum miring mendengar setiap ucapan kedua cewek itu. Kenapa sekarang banyak sekali orang-orang yang memandang orang lain dari kekayaan mereka?
"Lo berdua udah ngoceh nya?" tanya Atlana santai. "Ayo, Ghea. Gue udah laper."
Atlana berbalik dan menggandeng Ghea untuk menjauh. Tapi, baru selangkah, Atlana kembali ditimpuk dari belakang. Kali ini kaleng yang mereka gunakan ada isinya, sehingga cukup sakit mengenai punggung Atlana.
Atlana menggertakkan giginya. Sebelah tangannya mengepal erat. Ghea yang melihat pun ingin menenangkan Atlana, tapi dia terlambat. Atlana melepaskan genggaman tangannya lalu berbalik. Dia membungkuk dan meraih kaleng berisi tersebut, kemudian berjalan mendekati gadis-gadis itu.
Sorot nya dingin menatap Nita dan Chintya juga kedua teman mereka. Wajahnya berubah datar tanpa ekspresi. Hal yang baru pertama kali dilihat Nita dan Chintya.
"Lo ma— akhhh!!!" Nita berteriak keras saat kaleng minuman yang masih berisi itu membentur keningnya ketika Atlana melemparkan ke arahnya dalam jarak dekat.
"Atlana! Lo gila?!" Chintya tak terima. Dia mendorong Atlana, tapi Atlana hanya bergerak sedikit. Keseimbangannya cukup terjaga dengan baik.
Kedua gadis yang ikut bersama Nita dan Chintya langsung mendekati Nita.
"Lo cewek paling gila yang gue temuin."
"Terus? Apa masalah lo kalau gue gila?" tanya Atlana santai. Dia melipat kedua tangannya di dada. "Terus, lo anggap apa diri lo sama Nita? Cewek gila harta?"
"Atlana!" Nita berteriak tak terima sambil mengusap-usap keningnya yang lebam.
Atlana terkekeh pelan. "Kenapa? Gue salah?" Atlana menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia mendekat pada Chintya lalu menepuk pelan pundak Chintya.
"Gue bisa lebih gila. Jadi, jangan usik gue, apalagi Ghea. Kalau sampai lo gangguin Ghea, lo berurusan sama gue yang jauh lebih gila."
Setelah melontarkan ancaman tersebut, Atlana kemudian meninggalkan gadis-gadis julid itu sambil menggandeng kembali Ghea dan membawa sahabatnya itu menuju kantin.
Selama perjalanan banyak mahasiswa yang terus-terusan menggoda keduanya. Mereka pikir, ini adalah kesempatan mendekati dua gadis cantik itu. Tidak ada Regan ataupun sahabat-sahabatnya yang akan tahu. Tapi, tanpa mereka sadari, banyak anak buah Regan yang berkeliaran di dalam kampus tersebut, dan terus mengawasi mereka.
"Sini in tasnya, biar gue yang bawa." Leo tiba-tiba muncul dan mengambil alih tas Atlana dan Ghea yang dibawa Atlana.
Atlana mendengus pelan, sementara Ghea menghembuskan nafas lega. Keduanya terkejut dan sempat berpikir jika Leo adalah mahasiswa yang ingin mengusik mereka.
"Gue sama Jovan duluan ya, biar cepat mesen makanannya. Lo berempat tinggal nikmatin kalau udah sampai."
Leo, Atlana, juga Ghea mengangguk, mengiyakan. Sementara Erteza, dia hanya diam sambil memperhatikan Leo yang mulai merangkul pundak Ghea.
Cowok itu kemudian berjalan menyusul membuntuti mereka sambil menarik pelan nafasnya dan menghembuskannya.
***
Tibanya Regan di Singapur disambut para bawahan Marvin juga orang-orang kepercayaan Arman.
Regan tak sempat untuk mendatangi hotel yang akan dia tempati selama di Singapur. Dia langsung menuju sebuah rumah besar yang dijadikan markas untuk para bawahannya dan juga sebagai tempat pertemuan.
"Tuan muda," sapa setiap orang secara bersamaan.
Regan mengangguk pelan. Dia duduk di single sofa dengan tenang dan penuh wibawa.
"Tuan besar kemungkinan akan bertemu para anak buahnya. Sepertinya mereka akan membicarakan mengenai pergerakan kita, Tuan muda."
"Ada orang-orang kita disana?"
"Ada, Tuan muda. Dua orang ditempatkan sebagai mata-mata. Dan sampai sekarang, semuanya masih aman."
Regan mengangguk pelan. Mereka melanjutkan diskusi dan membahas banyak hal. Mereka berhenti dua jam setelah makan siang.
Setelah itu, Regan meminta semuanya meninggalkannya. Regan lalu beranjak pergi menuju kamar yang memang sudah dipersiapkan untuknya.
Dia beristirahat dan mengirimkan beberapa pesan pada gadisnya, lalu memeriksa beberapa laporan dan berkas yang dikirim kan Marvin padanya.
Tapi sebelum itu, Regan membaca pesan dari Marvin jika sang kakek baru saja berangkat ke Singapur. Kakeknya akan ke beberapa tempat terlebih dahulu, dan mungkin akan sampai ke markas anak buahnya saat malam hari.
Regan menyelesaikan semua pekerjaannya saat hari sudah gelap.
Cowok itu membersihkan dirinya sebentar, lalu bergegas mengenakan pakaiannya.
Kaos ditambah hoodie hitam, celana jeans hitam, juga sneakers berwarna putih membalut tubuh Regan. Cowok itu keluar dari kamarnya tanpa mengatakan sepatah kata pun ketika berpapasan dengan para bawahannya yang mengingatkannya untuk makan malam.
Regan memasuki mobil sport nya dan mengendarai mobil tersebut. Mobil berwarna metallic itu melaju dengan cepat membelah jalanan yang lenggang.
Hingga pada akhirnya, mobil Regan berhenti tak jauh dari rumah bertingkat dua yang dibilang cukup mewah. Regan mengenakan masker untuk menutup sebagian wajahnya, menarik tudung hoodie menutup kepalanya, kemudian turun dan berjalan mendekat ke arah rumah.
Hari yang sudah semakin gelap menguntungkan Regan. Cowok itu memanjat pagar yang ada di samping rumah itu.
"Siap—"
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Bawahan kakek Adri yang hampir memergoki Regan tergeletak tak sadarkan diri di halaman samping rumah. Lelaki itu langsung terkapar setelah mendapat pukulan dari Regan di beberapa bagian vitalnya.
Regan menyusup masuk melalui pintu samping. Suasana rumah itu cukup tenang dan tidak begitu ketat penjagaan.
"Tuan besar akan kembali sebentar lagi." Salah satu bawahan kakek Adri memberitahukan pada temannya.
"Sebentar lagi? Beritahu yang lain untuk kembali ke posisi masing-masing."
Regan tersenyum miring mendengar itu. Ternyata bawahan kakeknya akan begitu santai saat tak ada kakeknya.
Regan masih bertahan di tempatnya—dibalik dinding yang membatasi ruang tamu dan ruang tengah.
Tak berapa lama, terdengar suara sang kakek yang berbicara. Pria tua itu sudah tiba.
"Kenapa kalian bisa kecolongan? Orang-orang Regan menyelidiki kembali kecelakaan itu, dan sekarang dia mungkin sudah memiliki banyak bukti!" Suara Kakek Adri lantang mengatai bawahannya.
"Apa saja yang kalian kerjakan? Hah?"
"Semua orang-orang Regan bergerak cepat mencari semua bukti. Kalau sampai semua bukti terkumpul, bagaimana nasib hubungan saya dan Regan, hah?!"
"Pokoknya saya tidak mau tahu! Kalian harus menghancurkan semua bukti-bukti yang tersisa. Jangan sampai bukti-bukti itu jatuh ke tangan Regan lagi!"
"Baik, Tuan."