Untuk mengungkap penyebab adiknya bunuh diri, Vera menyamar menjadi siswi SMA. Dia mendekati pacar adiknya yang seorang bad boy tapi ternyata ada bad boy lain yang juga mengincar adiknya. Siapakah pelakunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14
Vera merasakan tatapan Sagara yang tertuju padanya sejak tadi. Bukan sekadar melirik atau mengawasi biasa, seakan-akan pria itu tengah mencoba menguraikan sesuatu tentang dirinya. Ada sesuatu dalam sorot matanya yang membuat Vera penasaran sekaligus waspada.
Tidak ingin terus-terusan ditekan oleh rasa penasaran yang mengusiknya, Vera akhirnya berdiri dan berjalan menghampiri Sagara. Dengan santai, dia menarik kursi di depan meja Sagara, membalikkan tubuhnya, dan duduk menghadap ke belakang. Kini, mereka berhadapan. Mata mereka bertemu dalam keheningan yang terasa begitu menegangkan.
“Ada apa?” tanya Vera, suaranya terdengar ringan, tetapi firasatnya mengatakan bahwa Sagara tahu sesuatu tentang dirinya.
Sagara tidak langsung menjawab. Alih-alih berbicara, dia memasukkan ponselnya ke dalam saku celana, lalu menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan santai. Meski demikian, sorot matanya tetap tajam, seolah sudah tahu segala rahasia yang Vera simpan.
“Lo siapa sebenarnya?” tanyanya pelan. Suaranya nyaris hanya sebatas bisikan agar Evan dan Syifa yang tengah berbincang di bangku belakang tidak mendengar.
Dada Vera sedikit bergetar mendengar pertanyaan itu. Dia tidak menyangka Sagara akan bertanya secara langsung, tanpa basa-basi. Tapi dia tetap berusaha menguasai dirinya. Menunjukkan reaksi berlebihan hanya akan membuatnya semakin mencurigakan.
“Maksud lo?” Vera mengangkat alisnya, berpura-pura tidak mengerti. Dia berusaha bersikap serileks mungkin, meskipun di dalam kepalanya, pikirannya berputar cepat, mencoba menebak sejauh mana Sagara mengetahui kebenaran tentang dirinya.
Sagara hanya tersenyum miring. Senyum yang tidak menjelaskan apapun, tetapi cukup untuk membuat Vera tahu bahwa dia tidak akan menyerah begitu saja.
Hening kembali melingkupi mereka. Tatapan mereka masih saling bertaut, seolah masing-masing sedang menunggu siapa yang akan menyerah lebih dulu. Namun, keheningan itu akhirnya pecah ketika bel tanda masuk berbunyi. Siswa-siswa yang tadi berkeliaran mulai kembali ke tempat duduk mereka.
Sagara tidak mengucapkan sepatah kata pun lagi, tetapi ekspresinya masih sulit ditebak. Seakan-akan, dia belum selesai dengan percakapan itu, hanya menundanya untuk sementara.
Vera menghela napas pelan sebelum kembali ke tempat duduknya. Namun, pikirannya masih berkecamuk. Apa Sagara benar-benar tahu siapa dirinya yang sebenarnya? Bagaimana bisa?
Dia mencoba fokus ke pelajaran, tetapi gagal. Pikirannya terus-menerus berputar, memikirkan kemungkinan yang ada.
“Lo kenapa?” tanya Evan tiba-tiba, membuat Vera tersentak. Evan menatapnya sekilas sebelum kembali mencatat di bukunya.
“Gak papa,” jawab Vera cepat, mencoba mengalihkan perhatian. Namun, pandangannya justru tertarik ke tulisan Evan. Ada sesuatu dalam tulisan itu yang terasa familiar.
Alisnya berkerut saat mencoba mengingat. Tulisan itu… di mana dia pernah melihatnya?
Tiba-tiba, sebuah ingatan menyeruak dalam kepalanya, membuatnya terkejut. Dengan spontan, Vera memukul meja cukup keras hingga suara dentumannya terdengar di seluruh kelas.
Hal itu sontak membuat guru yang sedang mengajar menoleh dengan tatapan tajam. “Ada apa, Vera?”
Vera buru-buru berdiri. “Saya mau izin ke toilet,” katanya cepat sebelum guru itu sempat bertanya lebih lanjut.
Tanpa menunggu jawaban, Vera berjalan cepat keluar kelas.
Bukannya ke toilet tapi Vera menaiki tangga menuju atap sekolah dengan langkah cepat. Kepalanya penuh dengan pikiran yang berputar tanpa henti. Begitu tiba di atas, dia menghela napas panjang, membiarkan angin menerpa wajahnya.
Dia duduk di tepi atap, memeluk lututnya sendiri. Butuh waktu baginya untuk menenangkan diri setelah kejutan yang baru saja dia sadari.
Tulisan itu…
Vera menggigit bibirnya. Ingatannya kembali beberapa bulan hang lalu saat dia pulang ke rumah. Rhea sedang membaca buku catatan milik temannya. Saat itu, Rhea dengan bangga mengatakan bahwa dia belajar bersama seseorang yang selalu menjadi juara kelas.
Dan sekarang, setelah melihat tulisan Evan di buku catatannya tadi, Vera merasa ada yang tidak beres. Evan juga menjadi juara kelas. Dia harus memastikan tulisan itu dan kedekatannya dengan Rhea.
Vera meremas rok seragamnya, berusaha berpikir jernih. Evan selama ini terlihat baik, tidak ada tanda-tanda mencurigakan darinya. Tapi siapa tahu? Terkadang, orang yang paling tenang justru menyimpan rahasia paling gelap.
Dia menarik napas panjang, mencoba mengatur emosinya.
"Aku harus meminjam buku catatan Evan dan mencari buku catatan yang sepertinya masih ada di rak buku," gumamnya pelan.
Beberapa saat kemudian, terdengar suara langkah kaki mendekat, membuat Vera spontan menoleh. Sagara berjalan mendekatinya dan kini berdiri di dekatnya. Ekspresinya dingin, tapi sorot matanya tajam menatapnya.
"Lo sudah tahu siapa pelaku yang menghamili Rhea?" suara Sagara terdengar tenang, tapi penuh amarah yang tertahan. "Biar gue yang menghajarnya. Gue sudah tahu kalau lo kakaknya Rhea."
Jantung Vera berdegup lebih cepat. Dia tidak menyangka Sagara akan mengatakan itu. "Darimana lo tahu kalau gue kakaknya Rhea?" tanyanya dengan suara sedikit bergetar.
Sagara tidak langsung menjawab. Dia berjalan mendekat dan duduk di samping Vera. Hembusan angin membuat rambutnya sedikit berantakan. Tatapan matanya penuh kebencian saat menoleh ke arah Vera.
"Gue pacarnya Rhea. Jelas gue tahu tentang kakaknya yang sama sekali nggak perhatian dan egois!"
Kata-kata itu seperti tamparan bagi Vera. Dia terdiam, tidak bisa langsung membela diri.
"Lo pikir Rhea nggak pernah cerita tentang lo? Dia selalu merasa kesepian. Dia selalu berharap kakaknya bakal peduli, tapi apa yang dia dapat? Lo sibuk dengan kehidupan lo sebagai mahasiswi sampai nggak sadar kalau adik lo butuh lo!" lanjut Sagara, suaranya penuh kemarahan yang tertahan.
Vera mengepalkan tangannya. Napasnya terasa berat. "Maksud lo apa? Gue terus berusaha memperhatikan Rhea!"
Sagara tertawa sinis. "Kalian hanya hidup berdua. Tega sekali lo tinggalin dia sendirian! Lo tahu gak! Tiap malam dia ketakutan! Tapi dia sama sekali gak mau cerita apa yang membuatnya takut! Bahkan gue sampai menghampiri dia tengah malam ke rumahnya untuk memastikan apa yang terjadi tapi sepertinya pelaku itu lebih licik dari dugaan gue!"
Vera menunduk, matanya terasa panas mendengar semua perkataan Sagara. Sesaat kemudian, dia kembali menatap Sagara. Dia mencengkeram kerah seragamnya. "Bukan lo yang melakukan itu kan?"
"Hei!" Sagara menepis tangan Vera lalu mencekalnya erat. "Gue gak mungkin melakukan itu sebelum menikah. Gue tahu lo sangat kehilangan adik lo dan merasa gagal menjaganya. Gue mau ajak lo kerjasama. Gue akan bantu lo tapi jangan bilang pada Pak Novan."
"Pak Novan?"
💕💕💕
Hai, hai, novel ini tema balas dendam ya. Memang muter-muter mencari pelakunya. 😂 Gak mungkin di bab 10 udah ketemu pelakunya, bisa langsung tamat cerita ini. 😭
ok lanjuuut...