NovelToon NovelToon
Pulang / Di Jemput Bayangan

Pulang / Di Jemput Bayangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Mata Batin / Kutukan / Hantu / Roh Supernatural
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Novita Ledo

para pemuda yang memasuki hutan yang salah, lantaran mereka tak akan bisa pulang dalam keadaan bernyawa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novita Ledo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 35

Benih Kegelapan yang Baru

Meski hutan Giripati telah hancur, dan wilayahnya berubah menjadi tanah tandus, kegelapan ternyata tidak sepenuhnya lenyap. Dalam sisa-sisa akar yang terkubur di bawah tanah, benih kegelapan tetap hidup, perlahan menunggu waktu yang tepat untuk bangkit kembali. Tidak ada yang tahu bahwa sesuatu masih bersembunyi, termasuk Wira dan Sari yang kini menjadi pahlawan desa.

Warga desa mulai hidup dengan tenang, meski bayang-bayang ketakutan masih menghantui beberapa dari mereka. Sari, yang kehilangan keluarganya dalam tragedi Giripati, mencoba membangun kembali kehidupannya. Namun, di malam-malam tertentu, ia sering bermimpi buruk. Dalam mimpinya, ia melihat akar-akar hitam menjalar kembali, merambat melalui retakan tanah, dan sebuah suara yang menyerupai jeritan terdengar memanggil namanya. “Sari… kau tidak bisa melarikan diri dari kami…”

Bisikan di Malam Hari

Sementara itu, penduduk desa mulai melaporkan kejadian-kejadian aneh. Ternak mereka ditemukan mati mendadak, tubuhnya kering seperti habis disedot. Beberapa penduduk mengaku mendengar suara bisikan di malam hari, seolah memanggil mereka ke arah bekas hutan Giripati.

Wira, yang kini tinggal bersama pamannya, mulai melihat tanda-tanda kegelapan kembali di tubuhnya. Bekas luka dari akar yang melilitnya di dalam hutan kini berubah menjadi garis-garis hitam yang menjalar di lengannya. Setiap malam, ia merasakan sakit yang tak tertahankan, seolah-olah akar itu masih hidup di dalam tubuhnya. Ia tidak memberi tahu siapa pun, termasuk Sari, karena takut membuat mereka khawatir.

Namun, Sari yang cerdas menyadari perubahan pada Wira. Pada suatu malam, ia mendesak Wira untuk jujur. Setelah banyak keraguan, Wira akhirnya mengungkapkan bahwa ia merasa kegelapan belum sepenuhnya hilang dan bahwa ia mungkin telah menjadi bagian dari kegelapan itu.

“Kita harus menghentikannya sebelum semuanya terlambat,” kata Sari dengan suara tegas.

Kembali ke Bekas Giripati

Sari dan Wira memutuskan kembali ke tanah tandus bekas hutan Giripati, meskipun mereka tahu risikonya. Mereka membawa benda-benda pusaka yang masih tersisa, termasuk keris yang digunakan untuk menghancurkan pohon sebelumnya. Di tengah malam, di bawah bulan sabit yang redup, mereka menapaki tanah hitam itu, merasakan hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang.

Ketika mereka sampai di pusat bekas hutan, mereka menemukan sesuatu yang aneh: sebuah retakan besar di tanah, dari mana asap hitam keluar. Retakan itu tampak hidup, berdenyut perlahan seperti napas makhluk besar yang sedang tidur.

“Ini sumbernya,” kata Sari dengan ketakutan. “Tapi bagaimana kita menghancurkannya?”

Namun, sebelum mereka bisa bertindak, tanah di sekitar mereka mulai bergetar. Akar-akar hitam muncul dari dalam retakan, menjalar dengan cepat, mencoba meraih mereka. Kali ini, akar-akar itu tidak hanya menyerang fisik, tetapi juga menyerang pikiran mereka. Wira dan Sari mulai mendengar suara-suara dari masa lalu mereka—kenangan yang menyakitkan, rasa bersalah, dan ketakutan terbesar mereka.

Pertarungan Melawan Diri Sendiri

Wira melihat bayangan ayahnya, yang meninggal karena kecelakaan beberapa tahun sebelumnya. Suara ayahnya bergema, menyalahkannya atas kematian itu. “Kamu lemah, Wira. Karena kamu, aku mati.” Bayangan itu semakin besar, melilit pikirannya seperti akar yang tumbuh di dalam otaknya.

Sementara itu, Sari melihat sosok kakaknya, yang mati di hutan Giripati. Kakaknya tersenyum tetapi dengan mata hitam dan gigi tajam, berbicara dengan suara lembut: “Kau meninggalkanku, Sari. Kenapa kau tidak menyelamatkanku? Kau pengecut.” Sari mulai menangis, tubuhnya gemetar di bawah tekanan emosional.

Namun, di tengah serangan itu, Sari ingat kata-kata Bu Marni: “Kegelapan hanya bisa tumbuh jika kau membiarkannya. Jangan pernah menyerah pada rasa takutmu.”

Sari menggenggam keris pusaka dengan kuat dan berteriak, “Kalian bukan nyata! Aku tidak takut pada kalian!” Dengan keberanian itu, ia menyerang akar-akar yang melilit dirinya, membakar mereka dengan mantra yang telah diajarkan Bu Marni.

Mendengar suara Sari, Wira juga berusaha melawan. Ia mengingat kenangan indah bersama ayahnya, mengingat senyum dan kata-kata penyemangat yang pernah ia terima. “Kau tidak akan menguasai pikiranku!” teriak Wira, melawan bayangan itu hingga akhirnya lenyap.

Menghancurkan Sumber Kegelapan

Dengan sisa tenaga, mereka berdua mendekati retakan di tanah. Akar-akar terus menyerang, tetapi mereka menggunakan keris pusaka dan mantra untuk melindungi diri. Ketika mereka mencapai pusat retakan, mereka melihat sesuatu yang mengerikan: sebuah bola hitam bercahaya redup, berdenyut seperti jantung.

“Itu inti kegelapan,” kata Sari. “Kita harus menghancurkannya sekarang juga!”

Wira mengangkat keris pusaka dan menusukkan ke bola hitam itu. Saat keris menembus, cahaya terang memancar, mengusir semua bayangan dan akar-akar hitam. Retakan itu mulai runtuh, menghisap segala sesuatu ke dalamnya, termasuk bola hitam tersebut. Sebuah ledakan cahaya besar terjadi, mengguncang tanah hingga mereka terlempar keluar.

Ketika semuanya mereda, retakan itu telah tertutup, dan tanah tandus menjadi tenang kembali. Hawa dingin menghilang, digantikan oleh keheningan yang damai. Wira dan Sari tahu bahwa mereka telah menghentikan kegelapan untuk saat ini.

Cahaya di Tengah Kegelapan

Setelah kejadian itu, desa kembali tenang. Wira dan Sari dihormati sebagai pahlawan, tetapi mereka tahu bahwa pertempuran itu tidak sepenuhnya selesai. Mereka menyadari bahwa kegelapan selalu bisa kembali, tetapi selama hati mereka tetap kuat, mereka yakin bisa melawan.

Di malam terakhir mereka di tepi bekas hutan Giripati, Sari melihat sesuatu di langit—bintang-bintang yang bersinar terang, seperti cahaya harapan yang baru. Ia berbisik pelan, “Selama kita tidak menyerah, kegelapan tidak akan pernah menang.”

**

1
Tomat _ merah
Ceritanyaa baguss thorr, mmpir balik ke ceritaku yg Terpaksa dijodohkan
そして私
numpang lewat, jangan lupa mampir di after book bang
Novita Ledo: Yups, bentar yah
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!