NovelToon NovelToon
Misi Berdarah Di Akademi

Misi Berdarah Di Akademi

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Action / Identitas Tersembunyi
Popularitas:621
Nilai: 5
Nama Author: Garl4doR

Akademi Debocyle adalah akademi yang paling luas, bahkan luasnya hampir menyamai kota metropolitan. Akademi asrama yang sangat mewah bagaikan surga.

Tahun ini, berita-berita pembunuhan bertebaran dimana-mana. Korban-korban berjatuhan dan ketakutan di masyarakat pun menyebar dan membuat chaos di setiap sudut.

Dan di tahun ini, akademi Debocyle tempatnya anak berbakat kekuatan super disatukan, untuk pertama kalinya terjadi pembunuhan sadis.

Peringatan : Novel ini mengandung adegan kekerasan dan kebrutalan. Kebijakan pembaca diharapkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Garl4doR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22 : Sedikit Cerita Menggelitik

Setelah beberapa saat membahas strategi, mata Charissa melirik ke jam dinding tua di sudut ruangan. Jarum pendeknya menunjuk ke angka satu dini hari, dan ia langsung mengangkat tangan dengan dramatis.

“Baiklah, teman-teman,” katanya, suaranya bercampur antara lelah dan protes. “Aku tahu kita semua pejuang, tapi tubuh ini butuh istirahat. Jam satu pagi, dan aku sudah melampaui batas energi harian. Jadi, aku resmi menyerukan istirahat, kecuali kalian mau aku berubah jadi zombie sungguhan."

Gale memutar matanya, tapi ia tahu Charissa ada benarnya. Ia mengangguk pelan. “Baiklah. Kita istirahat dulu beberapa jam. Besok kita lanjutkan.”

Satu per satu anggota tim mulai mencari tempat untuk merebahkan diri. Vella duduk bersandar di tembok, melipat tangannya di dada, sementara Shally memilih kursi di depan meja menidurkan kepalanya diatas meja. Charissa, dengan gaya khasnya, langsung menjatuhkan diri ke lantai di pinggir ruangan, memanfaatkan jaketnya sebagai bantal.

“Hidup itu keras,” gumamnya sambil memejamkan mata. “Tapi untungnya lantai ini empuk… secara mental.”

Tawa kecil terdengar dari Vella, tetapi tidak ada yang membalas lebih jauh. Lelah setelah serangan dan pelarian, satu per satu mulai terlelap, kecuali dua orang.

Latania duduk di pojok ruangan, menatap Alvaro yang masih terjaga, sibuk memeriksa catatan dan peta kecil yang tergeletak di meja di depannya. Cahaya redup dari lampu meja membuat bayangan wajahnya terlihat lebih tajam, dan Latania tahu inilah saatnya.

Ia berdiri perlahan, memastikan langkah kakinya tidak membangunkan yang lain. Tanpa suara, ia berjalan mendekati Alvaro dan duduk di kursi di depannya.

Alvaro mengangkat pandangan, lalu menurunkannya kembali ke peta. “Belum tidur?”

“Aku butuh bicara,” jawab Latania pendek. Suaranya pelan, tetapi nada seriusnya cukup untuk menarik perhatian Alvaro.

Ia berhenti menulis, menatap Latania dengan tatapan penuh perhatian. “Apa yang terjadi?”

Latania menarik napas dalam-dalam, mencoba mengatur pikirannya. “Aku melihat sesuatu. Di arena. Orang bertubuh besar itu ada disana, aku juga melihat anggota El-virness. Mereka memanggilnya Goliath.”

Alvaro menyandarkan diri ke kursinya, kedua alisnya mengernyit. “Lalu bagaimana?”

“Dia mengendalikan mereka,” lanjut Latania. "Aku tidak tahu bagaimana caranya, tapi ada energi hitam… sesuatu yang mengubah mereka. Mereka jadi lebih kuat, lebih cepat, tapi juga… kejam.” Ia berhenti sejenak, lalu menatap langsung ke mata Alvaro. “Goliath tahu aku ada di sana. Dia sengaja membiarkan aku hidup, untuk memberikan peringatan.”

Alvaro diam sejenak, ekspresinya tetap tenang meski pikirannya bekerja cepat. “Kenapa dia membiarkanmu hidup?”

Latania mengangkat bahu, wajahnya sedikit gelap. “Mungkin untuk menyebarkan rasa takut. Dia tahu apa yang dia lakukan. Pesannya jelas, jangan melawan dia.”

Keheningan melingkupi mereka sejenak, sebelum Alvaro berbicara lagi. Suaranya tenang, tetapi ada kekuatan di baliknya. “Dan kau? Apa yang kau rasakan setelah melihat itu?”

Latania mengepalkan tangan di atas lututnya, tatapannya tajam. “Takut, tentu saja. Tapi juga marah. Kita tidak bisa membiarkan dia terus seperti ini. Jika dia bisa mengendalikan orang lain dengan cara itu, siapa tahu apa lagi yang bisa dia lakukan?”

Alvaro mengangguk pelan. “Kita perlu informasi lebih banyak tentang energi hitam itu. Bagaimana dia mendapatkannya, bagaimana cara kerjanya, dan bagaimana menghentikannya.”

“Aku akan mencarinya,” kata Latania cepat. “Aku tahu ini risiko, tapi kita butuh jawaban.”

“Tidak sendirian,” balas Alvaro tegas. “Aku tidak akan membiarkanmu terjun ke situasi seperti itu tanpa dukungan. Kita akan rencanakan ini bersama-sama.”

Latania tersenyum tipis, meskipun sorot matanya tetap serius. “Terima kasih, Al.”

Alvaro mengangguk, lalu melirik ke arah tim yang tertidur. “Istirahatlah, Latania. Kita butuh semua tenaga yang kita punya.”

Latania berdiri, melangkah kembali ke pojok ruangan, tetapi sebelum berbaring, ia menoleh sekali lagi ke Alvaro. “Kau tahu, Al, meskipun aku sering mengeluh, aku senang berada di tim ini. Kau membuat semua ini terasa… terarah.”

Alvaro hanya tersenyum kecil. “Kita semua punya peran, Latania. Dan kau salah satu yang terbaik di sini.”

Latania mengangguk pelan.

Latania sudah hampir mencapai pojok ruangan ketika langkahnya melambat. Kata-kata Alvaro tadi masih terngiang di telinganya

"Kau salah satu yang terbaik di sini."

Pipi Latania memanas. Ia berusaha mengabaikannya, tapi setiap kali mengingat cara Alvaro mengucapkan kalimat itu—tenang, tulus, tanpa keraguan—perasaan aneh muncul di dadanya.

Ia berhenti di tempat, memutar tubuh kembali menghadap Alvaro yang masih duduk di meja. Ia tampak fokus menata peta dan catatannya, sama sekali tidak menyadari tatapan yang tertuju padanya. Latania menarik napas pelan, berusaha memadamkan detak jantungnya yang terasa sedikit lebih cepat dari biasanya.

“Al…”

Alvaro mengangkat pandangan, sedikit terkejut melihat Latania kembali. “Ada apa? Kau belum istirahat?”

Latania mencoba terlihat santai, meski nada suaranya sedikit lebih pelan dari biasanya. “Aku hanya ingin bilang… terima kasih.”

Alvaro mencondongkan tubuh, alisnya terangkat. “Untuk apa?”

Latania menggaruk tengkuknya, merasa canggung. Ia bukan tipe orang yang mudah bicara soal perasaan, apalagi dengan Alvaro. “Kau tahu, untuk tadi. Aku rasa aku… tidak terlalu buruk dalam tim ini, kan?”

Alvaro tersenyum kecil, sudut bibirnya melengkung dengan cara yang sangat santai tetapi memikat. “Latania, kau bukan ‘tidak terlalu buruk.’ Kau luar biasa.”

Kata-katanya seperti pukulan lembut tepat ke hati Latania. Ia hanya bisa berdiri di sana, terdiam. Ia tahu ia harus mengatakan sesuatu, tapi otaknya terasa macet.

“Kau pasti bercanda,” gumam Latania akhirnya, meski ia tidak terdengar yakin pada dirinya sendiri.

“Aku serius,” balas Alvaro, masih dengan senyuman yang sama. “Dan kau tahu itu.”

Panas di pipi Latania semakin terasa. Ia segera berpaling, melangkah cepat ke sudut ruangan sambil bergumam, “Baiklah, aku benar-benar butuh tidur.”

Alvaro menahan tawa kecil, memperhatikan bagaimana Latania akhirnya berbaring di tempatnya dengan wajah yang jelas lebih merah dari biasanya.

Di pojok ruangan, Latania menutup wajahnya dengan lengan, berusaha menyembunyikan senyum kecil yang tak bisa ia tahan. “Astaga, kenapa dia harus bilang itu sekarang?” pikirnya, merasa hatinya berdebar kencang.

Sementara itu, Alvaro kembali ke catatannya, tetapi senyuman tipis masih tertinggal di wajahnya. Ia tahu betul efek dari kata-katanya tadi, dan entah kenapa, hal itu membuat malam yang dingin ini terasa sedikit lebih hangat.

Keheningan malam tiba-tiba pecah oleh suara Charissa yang setengah bernyanyi, setengah mengejek, “Alvaro dan Latania, duduk di pojokan, mata ketemu mata, eh, jadi cinta!” Suaranya melengking cukup keras untuk membuat Vella tersentak bangun dan Gale langsung menatap penuh rasa penasaran. Latania, yang wajahnya sudah semerah tomat, berdiri tergagap sambil menunjuk ke arah Charissa, “K-Kamu mimpi apa sih?!” Sementara Alvaro hanya menundukkan kepala, menahan tawa yang hampir pecah, sampai akhirnya Charissa dengan gaya teatrikalnya berguling di lantai sambil terkikik, “Aku nggak tidur, tahu! Aku cuma bantu kasih soundtrack!”

1
Luna de queso🌙🧀
Dialog yang autentik memberikan kehidupan pada cerita.
Garl4doR: Baguslah kalau kamu suka :3 Trims buat apresiasinya ya :) stay tune untuk bab² selanjutnya/Grin/
total 1 replies
emi_sunflower_skr
Aku terpukau dengan keindahan kata-kata yang kamu gunakan! 👏
Garl4doR: Terima kasih/Smile/ Author ini jadi semangat karena komen mu/Smirk/ Terus berkembang adalah prinsip mimin/Applaud/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!