Rahmadhani gadis yang menikah setelah ia lama berpacaran dengan kakak kelas saat mereka SMA bernama Vino Subagyo Dua bulan pernikahan mereka Rahma tidak menemukan kebahagiaan dalam pernikahannya, mertuanya yang suka ikut ikutan dengan urusan pernikahan mereka berdua. Dan suami yang mulai berubah dari perangai dan sikapnya. Hingga akhirnya Rahma sering bertengkar dengan ibu mertuanya yang selalu memojokkan dirinya karena sang suami tidak pernah betah di rumah.
Rahma pun akhirnya memutuskan untuk mengambil peputusan dalam menyikapi polemik dalam rumah tangganya, sampai akhirnya Rahma menemukan kejangalan pada snag suami.
Lalu bagaimanakah kisah rumah tangga Rahma dan Fino? apakah Rahma akan mempertahankan rumah tangga nya atau ia akan menyerah dengan apa yang terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fazry Fazriyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemikiran Itu
Saat aku turun ternyata ada papah mertuaku yang sedang berbicara dengan kak Vino dan mamah mertuaku Amara. Mamah Amara seakan tak suka dengan kehadiranku hingga akhirnya aku berniat untuk melangkah ke dapur saat aku sudah mencium punggung tangan papah mertuaku.
"Kamu mau kemana, Rahma?" Tanya Papa mertuaku saat aku baru saja akan melangkah.
Aku masih malu dan segan dengan keluarga kak Vino, apa lagi melihat wajah mamah mertuaku yang tak bersahabat.
"Duduk saja di sini... semoga kamu betah ya tinggal di sini." Ucap papah mertuaku yang sikapnya jauh berbeda dengan sang istri.
"Pasti betah lah dia di sini,... kalau rumahnya kak sempit gitu... disini dia akan merasa seperti tuan putri, tapi ingat ya kamu harus tau diri, siapa kamu!" Kata kata mertuaku sangat menusuk di hati, tapi aku mencoba untuk tidak menghiraukannya.
"Mahhh... ngomong apa sih, Rahma ini kan menantu kita, jangan bicara seperti itu sama Rahma." Bela papah mertuaku yang membuat aku merasa sedang di lindungi.
Aku tertunduk tak berani melihat ke arah wajah sang mamah mertua. Perbincangan kecil pun tercipta saat papah mertuaku menanyakan banyak hal tentang diriku serta kesibukanku. Aku mulai merasa nyaman dengan sikap papah mertuaku yang menganggap aku seperti anaknya. Tapi tidak dengan mamah Amara ya selalu saja mencari cela untuk mengejekku atau merendahkan keluargaku.
"Kamu boleh saja bekerja, tapi ingat selepas pulang dari pekerjaan mu di kantor... kamu juga harus mengerjakan tugas mu sebagai menantu di keluarga ini... jangan mau enaknya aja,... jangan mentang-mentang disini ada asisten rumah kamu gak mau ngerjain tugas sebagai menantu... kamu harus bantuin bi Sarni di dapur juga, dan ingat pakaian kamu harus kamu sendiri yang cuci." Ucap mertua ku panjang kali lebar.
"Baik, mah... Insyaa Allah Rahma sudah biasa kok melakukan pekerjaan rumah." Jawabku tanpa melawan.
"Baguslah kalau begitu... pah, hari ini mamah ada janji sama temen temen arisan mamah, jadi mamah izin ke luar ya... dan kamu Rahma, jangan lupa masak untuk makan malam!" Titah mamah mertua sebelum ia pergi meninggalkan kami berempat.
Ku anggukan kepalaku tanda aku mengiyakan perintah mamah mertuaku. Gak ada yang salah kok dalam perkataan mamah mertuaku yang memang sudah menjadi tugas seorang menantu yang tinggal di rumah mertuanya untuk mengerjakan tugas rumah tangga walaupun ada asisten rumah tangga di rumah.
"Rahma, kamu jangan ambil hati omongan mamah ya! mamah Amara itu sebenarnya baik, cuma dia belum mengenal kamu dan kamu juga belum mengenal mamah Amara... jangan terlalu di pikirkan masalah pekerjaan di rumah, bila kamu sedang tidak ingin mengerjakan nya ya jangan dikerjakan ya... takut semua ini kamu jadikan beban." Kata papah mertuaku yang gaya bicaranya seperti ayah yang selalu menyelipkan sesuatu dalam setiap perkataannya.
"Iya, pah... Insyaa Allah, Rahma paham kok. Mamah Amara kan seperti ibu bagi Rahma juga." Jawabku dengan mengulas senyum. Dimana kak Vino sejak tadi hanya diam tanpa merespon ataupun mengatakan sepatah kata pun dalam perbincangan kami.
"Ooh iya, Vino. Gimana kerja sama kamu dengan PT. Elang Gemilang?" Papah mertuaku mengajak kak Vino membahas pekerjaannya sehingga aku pun pamit diri untuk membantu hal yang dapat aku kerjakan di dapur.
"Pah, kak Vino... Rahma izin ke dapur mau bantu bantu bi Sarni." Izinku yang di jawab anggukan oleh kedua laki laki yang aku hormati.
.
.
.
Aku pun tiba di dapur, ku lihat bi Sarni yang sedang mengupas bumbu bumbu untuk masakan yang akan ia olah. Aku duduk menghampiri bi Sarni lalu aku ambil pisau dan membantu bi Sarni mengupas bawang merah.
"Jangan, non! Biar bibi aja yang ngerjain semuanya... non Rahma liatin aja!" Cegah bi Sarni yang akan mengambil pisau yang ada di tangan ku.
"Gak apa apa, bi. Rahma sudah biasa kok bantuin ibu kalau di rumah... lagian Rahma bete gak ngapa ngapain di sini... udah bibi terusin aja bersih bersih sayurnya... biar ini Rahma yang bersihin."
Sepertinya bi Sarni merasa tak enak hati kepadaku, padahal aku sudah biasa melakukan semua ini setip hari waktu aku masih sekolah dulu, suka bantu ibu di dapur saat sore hari.
"Bi Sarni sudah lama kerja di sini?" Aku memulai obrolan dengan bi Sarni, hitung hitung cari tahu apa saja kebiasaan kak Vino setiap hari nya, dan makanan apa saja yang kak Vino suka dan tidak dia suka. Belajar untuk jadi istri yang baiklah ceritanya. Karena aku inget betul omongan ibu, cara jitu untuk memanjakan suami adalah dengan makanan, karena bila makanan yang suami kita makan akan menjadikan ia selalu ingat pulang dimana pun suami kita berada, karena akan menjadi alasan rasa rindu karena masakan kita. Seingat aku seperti itu.
"Bibi kerja sudah lama, non... dari Den Vino masih bayi sampe sekarang." Jawab bi Sarni yang membuat aku ingin mengorek sesuatu tentang kak Vino.
"Wahhh, udah lama juga ya, bi? berati bibi tau dong makanan yang kak Vino suka dan yang gak dia suka?" Tanyaku dengan mata yang berkaca kaca karena rasa perih yang aku rasakan ketika aku mengupas bawang merah.
"Yahh, non... tuh kan mata non jadi perih... udah, biar bibi aja yang ngupasin bawangnya!" Bi Sarni yang mencoba untuk meraih pisau di tanganku, dna lagi lagi aku mncegahnya.
"Gak apa apa, bi... ini perih sedikit aja kok." Aku terus melanjutkan untuk mengupas bawang. "Bi, apa makanan kesukaan kak Vino dan yang gak kak Vino suka?" Tanyaku mengingatkan kembali pertanyaan yang teralihkan karena si bawang merah.
"Den Vino itu orang nya susah susah gampang, Non... kadang kalau bibi lagi masak yang berkuah dia maunya yang kering gitu, kaya ayam goreng, ikan asam manis atau masakan ala ala luaran gitu, non... kalau sayur yang berkuah dia paling sesekali aja, kalau den Vino lagi minta. Den Vino lebih sering makan di luar... mungkin gak cocok sama masakan bibi non." Jelas bi Sarni panjang lebar. Sedikit banyak jadi aku tahu hal tentang kak Vino mulai dari makanan yang dia suka dan yang gak.
"Ooh, gitu bi... kalau sarapan di sini biasanya apa yang paling di suka, bi?" Tanyaku lagi yang mulai besok aku akan mencoba membuat sarapan untuk semua orang.
"Kalau sarapan sih, biasanya lebih sering roti roti'an gitu, kalau den Vino suka makan, apa sih tuh neng yang makanan kering yang di campur susu gitu."
"Ooohh, outmale maksud bibi."
"Iya itu, non maksud bibi. Susah bener ngomongnya."
Aku membantu bi Sarni sampai selesai dan ternyata ngobrol sama bi Sarni enak juga. Aku gak merasa kesepian kalau pun nanti kak Vino mulai sibuk dengan pekerjaannya.
.
.
Azan ashar pun berkumandang di ponselku, aku yang kini sudah masuk ke dalam kamar untuk melaksanakan sholat ashar tapi sebelumnya aku ingin mandi dulu. Dan saat aku selesai membantu bi Sarni aku gak tau dimana kak Vino dan papah mertuaku berada. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke kamar bersiap siap untuk sholat ashar. Aku mengambil baju di dalam lemari yang tadi siang aku sudah tata rapi di lemari yang kak Vino tunjukan.
Cukup memakan waktu dua puluh lima menit bagiku di dalam kamar mandi. Dan saat aku keluar kamar mandi aku melihat kak Vino yang sudah rapih dengan hoodie berwana hitam serta celana cinos berwarna coklat susu. Tak lupa ia menggunakan sepatu sport yang menambah penampilannya paripurna bagiku.
Untung saja saat aku keluar aku sudah menggunakan baju tidur yang lengkap serta jilbab instan yang aku kenakan.
"Nia, sepertinya malam ini kakak pulang larut malam, karena kakak ikut pertandingan badminton bareng temen temen kantor... kamu gak apa apa kan ditinggal?" Tanya nya padaku yang perlahan berjalan mendekat kepadanya.
Aku menganggukkan kepala mengiyakan pertanyaannya.
"Kamu habis mandi, ya? kalau ada yang ingin kamu beli nanti chat aja ya." Kak Vino mencium keningku saat ia sudah rapih. "Selama pertandingan ponsel kakak di nonaktifkan ya, Nia!"
Lagi lagi aku hanya bisa menganggukkan kepala ku. Dan hatiku begitu hangat saat kak Vino berpamitan dengan mencium pucuk kepala ku dan aku pun mencium punggung tangannya dengan penuh rasa hormat.
"Hati hati di jalan ya, kak... jangan lupa kasih kabar kalau sudah sampai!" Kataku dimana kak Vino yang sudah berada di depan pintu. Aku sampai lupa mengingatkan kak Vino untuk sholat ashar terlebih dulu, hingga akhirnya aku meraih ponsel ku yang ada di meja dan mengingatkan nya lewat pesan singkat.
Aku melihat kak Vino dari atas saat mobilnya sudah meninggalkan halaman rumah.
.
.
Jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam, kak Vino belum juga pulang. Pesan singkat yang aku kirim pun belum ia baca sejak tadi sore, dan saat aku akan menelpon nya aku teringat akan perkataan kak Vino yang memberi tahu aku kalau ponselnya akan ia non aktifkan selama pertandingan.
Aku bertanya dalam hati, dua malam pernikahan kami. Kak Vino selalu saja tidak pernah bersamaku, terkadang pikiranku mengarah ke hal positif namun terkadang juga aku berpikir negatif kepada kak Vino. Entahlah, aku hanya merasa sedih saja. Karena yang aku sering dengar dari cerita cerita teman temanku yang sudah menikah. Kalau mereka merasa sangat bahagia dan tak ingin jauh satu sama lain. Tapi kok aku ngeras seperti ini sekali awal pernikahan dengan yang aku alami, yang harusnya malam pertama dan kedua selalu bersama tapi ini selalu merasa kesepian.
Pikiran pikiran itu aku singkirkan sejenak, ketika aku mengingat perlakuan kecil yang kak Vino tunjukan kepadaku, sehingga aku berpikir ulang bahwa ya kak Vino menikahi aku karena memang dia sayang dan cinta sama aku, kalau bukan karena alasan itu gak mungkin kan dia mau menikah dengan aku. Alasan itu yang akhirnya bisa menyingkirkan pikiran negatif ku terhadap kak Vino. Mungkin belum saat nya saja.
Aku matikan lampu dan ku nyalakan lampu tidur setelah berdoa, aku pun mulai memejamkan mataku dan tertidur dengan lelap walau pikiranku masih tertuju pada laki laki yang saat ini menjadi suamiku.
aku butuh dukungan kalian... tebarkan mawar indah kalian... terima kasih😘💕
lanjut thor 🙏💪😘
lanjut thor 🙏💪😘
lanjut thor 🙏💪😘
semangat terus thor /Determined/