"Karena kamu yang menggagalkan acara pernikahan ini, maka kamu harus bertanggung jawab!" ucap pria sepuh didepannya.
"Bertanggung jawab!"
"Kamu harus menggantikan mempelai wanitanya!"
"APA?"
****
Bagaimana jadinya kalau seorang siswi yang terkenal akan kenalan dan kebar-barannya menjadi istri seorang guru agama di sekolah?!?
Yah dia adalah Liora Putri Mega. Siswi SMA Taruna Bangsa, yang terkenal dengan sikap bar-barnya, dan suka tawuran. Anaknya sih cantik & manis, sayangnya karena selalu dimanja dan disayang-sayang kedua orang tuanya, membuat Liora menjadi gadis yang super aktif. Bahkan kegiatan membolos pun sangatlah aktif.
Kalau ditanya alasan kenapa dia sering bolos. Jawabnya cuma satu. Dia bolos karena kesetiakawanannya pada teman-teman yang juga pada bolos. Guru BK pusing. Orang tua juga ikut pusing.
Ditambah sikapnya yang seenak jidatnya, menggagalkan pernikahan orang lain. Membuat dia harus bertanggung jawab menggantikan posisi mempelai wanita.
Gimana ceritanya?!!?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cahyaning fitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 : Jangan Sebarin Berita Bohong!!!!
Tito, pria berkulit sawo matang itu langsung tancap gas menuju rumah Liora. Dia ingin memastikan bahwa apa yang dilihatnya benar-benar Liora atau bukan. Atau jangan-jangan hanya mirip Liora.
Dan rencananya dia akan langsung bertanya pada yang bersangkutan.
Rasa penasaran membuat Tito nekad mencari tahu.
Sejauh ini matanya masih sehat-sehat saja. Normal. Nggak mungkin dia salah mengenali sahabatnya tersebut. Apalagi mencium aroma Liora yang rada-rada kecut bercampur penguk. Yah, Tito yakin tadi yang dilihatnya di supermarket adalah Liora, sahabat kental, serta sahabat sejati dalam perbolosan dan tawuran.
Sampai di depan halaman rumah Liora, Tito lekas memarkirkan motor bebek yang ia pinjam dari teman sebangku. Galang namanya. Anaknya gendut. Berkulit putih. Dan berkacamata. Tapi disini author bukan mau cerita soal Galang. Galang hanya selingan yang pemirsah..... Hehehehe....
Tito anak dari pasangan si angin Topan dan kunyit asam ini pun bergegas mengetuk pintu.
Seorang art yang bekerja di rumah itu langsung membukakan pintu. Namanya Pipit Krisdayantul. Berperawakan kurus dan pendek. Matanya belo. Hidungnya pesek. Namun kalau masalah bekerja, jangan ditanya. Dia itu sangat rajin dan ulet. Itulah kenapa Mirnawati, mamanya Liora pekerjakan gadis dusun itu di rumahnya.
"Assalamualaikum, Mbak Pipit!" sapa Tito memberikan salam dengan lembut.
"Walaikumsalam, Pangerannya Pipit!" dengan centilnya, art Liora mesam-mesem.
Itulah alasan kenapa Tito males kali main ke rumah Liora.
Dia disambut seseorang yang sebenarnya nggak penting harus diceritakan, disebut ataupun dikenal. Tapi mau gimana lagi, mau tidak mau Tito harus berhadapan dengan art Lioara yang agak laen itu.
"Mas Tito kok baru kelihatan? Lama banget nggak pernah main ke sini lagi. Lama nggak ketemu, tambah ganteng aja! Tambah cool. Tambah seksih. Dan tambah kinclong!" ujarnya, sambil ngomong matanya kedap-kedip.
"Kinclong, emang Mbak pikir gue keramik!" jawab Tito nyengir kuda lumping.
"Hehe, mas Tito ternyata pinter bersyanda. Mas Tito kesini pasti kangen sama Mbak Pipit kan? Secara berbulan-bulan, berminggu-minggu, berhari-hari, berjam-jam, bermenit-menit, dan berdetik-detik nggak ketemu Mbak Pipit. Iye kan?" ujarnya dengan gaya centilnya.
Tito bergidik ngeri ngeliat penampakan seorang Pipit Krisdayantul bagai cacing kepanasan. Ngruget terus. Geli-geli sedap namanya.
"Hehe, bukan gue yang kangen, Mbak Pipit. Tapi noh, si Yanto!"
"Siapa itu Yanto? Fans baru Pipit kah?" ujarnya, lucu.
"Iya, fans beratnya Mbak Pipit." Jawab Tito ngasal.
"Eh, tinggal di mana dia? Anak siapa? Kerjaannya apa? Apakah dia seganteng dan semanis mas Tito.....! Hehehehe!"
"Ganteng. Ganteng banget malah.....!" kekeh Tito.
"Oya. Mauuuuuu. Kenalin dong .....?"
"Kalau jam segini tidur noh di pos kamling. Sono samperin.....!"
"Di pos kamling?" tampak raut wajah itu sedang berpikir. Sementara Tito yang sedang mode jahil menahan tawanya yang hampir meledak, "Bukannya yang sering tidur di pos kamling itu orang gila ya???? Yang rambutnya gondrong, nggak pernah mandi, cuma pakai sempak doang kan? Sempaknya bolong-bolong lagi.....!"
Hahahaha.....
Tito pun tidak bisa menahan tawanya melihat ekspresi lucu art Liora. Pemuda itu tertawa terpingkal-pingkal. Sementara Pipit menatap judes ke arah pemuda tampan itu.
"Emang orang gila. Namanya kan Yanto.....!"
Untung ganteng. Idaman Pipit banget. Kalau nggak ganteng sih, aku lempar pake sandal! Batin Pipit Krisdayantul.
"Mas Tito kesini mau apa?" tanyanya judes.
"Ih, buset.Judes banget, Mbak Pipit!" Tito langsung menghentikan tawanya. Sekarang dia dalam mode serius.
"Ish, cepetan ngomong. Ada perlu apa datang ke sini?"
"Pada kemana semua? Rumah kok kelihatan sepi-sepi aja?"
"Ibu dan bapak lagi kondangan ke Karawang. Mungkin pulangnya malam. Kalau Mas Satria ya jelas dirumahnya sendiri." Jawabnya masih mode judes bin galak.
Biar mampus Tito karena sudah ngerjain Pipit Kridayantul. Bunga bibir. Eh maksudnya bunga desa dari Desa Maju Mundur Kena.
"Kalau Liora....?!?" tanya Tito antusias.
"Mbak Liora ya dirumah mertuanya sama sang suami tercinta...!" ceplos Pipit dengan nada galak.
Sontak membuat mata Tito terbelalak mendengar ucapan art itu.
Apa maksudnya dirumah mertua sama suaminya?
"Maksudnya apa ya, Mbak Pipit? Ini nggak lucu loh.m, Mbak Pipit. Jangan sebarin duit, eh, maksudnya sebarin berita bohong! Fitnah jatuhnya.....!"
"Ck, sok-sokan nasehatin, kayak ustadz aja!" saut Pipit, wajahnya sinis.
"Emang bener kok apa yang Mbak bilang. Mbak Liora sekarang emang dah nggak tinggal di sini lagi. Dia ikut suaminya....!"
Tubuh Tito membeku, masih belum percaya dengan apa yang dia dengar. Namun jelas banget art itu mengatakan kalau sahabatnya sudah nggak tinggal dirumahnya, tapi tinggal di rumah mertua. Jadi beneran lah, Liora dah jadi bini orang.
"Mbak sedang nggak nge-prank gue kan????"
"Prank, prenk, prank, prenk. Kayak nggak ada kerjaan ngeprengin situ....! Udah deh, Mbak Pipit lagi banyak kerjaan. Sudah sana pulang!"
Sementara di tempat lain, Liora nampak berwajah lempeng saat sang mama mertua mengajaknya ke sebuah pengajian yang diselenggarakan di masjid, tempatnya tinggal. Bukannya Liora nggak suka. Tapi itu pertama kalinya dia datang ke pengajian seperti ini, dan mengharuskannya memakai gamis dan hijab.
Gadis itu nampak tidak nyaman memakai pakaian seperti itu.
"Cantik sekali menantu, Bunda!" ujar Nurma memuji menantunya itu.
Dipuji cantik, mata Liora pun berbinar senang. Baru kali ini ada yang memujinya cantik.
Mirna Wati mana pernah seperti itu. Nggak naik tensi aja sudah bersyukur sekali. Emang laen mamanya ini.
"Beneran cantik, Bunda?" tanya gadis itu sumringah.
"Iya. Memakai gamis dan hijab seperti ini, aura kecantikan kamu semakin kuat. Anggun. Dan terlihat dewasa.....!"
Seperti dihinggapi kupu-kupu diperutnya, mendengar pujian demi pujian dilontarkan wanita cantik bersahaja itu. Gadis itu memang senang luar biasa.
Setelah siap, mereka berdua pun berpamitan pada suami-suami mereka. Mulut Agam ternganga lebar, menatap Liora tak berkedip. Benar-benar seperti bukan Liora.
"Tutup mulutnya, Gam. Lalat bertelur di sana, baru tau rasa!" ucap Hidayat menggoda anak pertamanya.
Refleks, Agam langsung menutupnya. Tersenyum canggung. Sementara bundanya gemas, tertawa kecil kemudian. Yang ditatap seperti sedemikian rupa, langsung tersipu-sipu.
"Kami pamit ya!" ucap bunda Nurma berpamitan.
Tempat pengajiannya tidak jauh dari rumah. Karena diselenggarakan di masjid komplek. Pengajian khusus ibu-ibu. Yang memberikan kajian pun ustadzah.
Dua wanita beda usia itu disambut penuh kehangatan. Ibu-ibu yang sudah berkumpul di sana mempersilakan mereka dengan senyuman ramah untuk duduk di barisan. Mereka mengikuti ajakan itu, berbaur bersama yang lain. Ruangan itu kemudian dipenuhi lantunan ayat suci Al-Quran, suaranya mengalun syahdu. Setelah itu, gema pujian berganti memenuhi udara, membawa ketenangan lebih dalam. Kemudian, ustadzah yang telah dipersiapkan mulai menyampaikan kajiannya, menyentuh hati yang mendengarkan.
Dalam agama Islam mengajarkan kepada para suami untuk sebisa mungkin mencukupi semua kebutuhan istri.
Dengan dipenuhkan haknya, istri diharapkan dapat memaksimalkan perannya sebagai pendamping suami di dalam rumah tangga.
Di balik peran dan hak tersebut, ada kewajiban istri terhadap suami yang harus dipenuhi. Yang pertama apa, Ibu-ibu????
Yang pertama : taat pada suami.
Yang kedua apa, Ibu-ibu? tanya ustadzah.
Bermuka Manis dan Menyenangkan Suami.
Ustadzah yang bertanya, dia juga yang menjawabnya. Liora terkekeh mendengarnya.
Yang ketiga, apa hayo? Siapa yang tau? menjaga harta, rumah, dan kehormatan suami
Yang keempat? mencari kerelaan dan menghindari kemarahan suami
Yang kelima? menghormati keluarga suami
Dan yang keenam kira-kira apa, Bu? Paham dalam Urusan Ranjang
Bersambung.....
Terima kasih yang mau komen dan bantu like......