Anindya Alyssa seorang wanita manis yang memiliki warna kulit putih bersih, bekerja sebagai waiters di salah satu hotel yang cukup terkenal di kotanya. Hidup sebatang kara membuat harapannya untuk menjadi sekretaris profesional pupus begitu saja karena keterbatasan biaya untuk pendidikan nya.
Namun takdir seakan mempermainkan nya, pekerjaan sebagai waitres lenyap begitu saja akibat kejadian satu malam yang bukan hanya menghancurkan pekerjaan, tetapi juga masa depannya.
Arsenio Lucifer seorang pria tampan yang merupakan ceo sekaligus pemilik dari perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur. Terkenal akan hasil produksi yang selalu berada di urutan teratas di pasaran, membuat sosok Lucifer disegani dalam dunia bisnis. Selain kehebatan perusahaan nya, ia juga terkenal akan ketampanan dan juga sifat gonta-ganti pasangan setiap hari bahkan setiap 6 jam sekali.
Namun kejadian satu malam membuat sifatnya yang biasa disebut 'cassanova' berubah seketika. Penolakan malam itu justru membuat hati seorang Lucifer takluk dalam pesona seorang waiters biasa.
Lalu bagaimana kisah Assa dan Lucifer?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
Arsen tampak menyimak ucapan tangan kanannya itu dengan baik. Sejujurnya saat ini hatinya benar-benar dongkol dan emosi terhadap Anindya, namun mendengar nasehat Asisten Lee seketika membuat hati dan pikirannya terketuk.
"Anda harus bersikap lebih baik pada Nona Anindya, Tuan. Cobalah pandang dia sebagai seorang wanita, bukan hanya sekedar teman anda." Ucap Asisten Lee dengan nada yang datar namun juga sopan.
"Berapa tahun kau bekerja denganku, Lee?" tanya Arsen tanpa menatap asistennya itu.
"Maafkan saya, Tuan. Saya hanya ingin yang terbaik untuk anda," jawab Asisten Lee paham kemana arah pembicaraan Arsen.
Arsen awalnya tak mendengarkan ucapan Lee, namun setelah dipikir mungkin ia akan lebih bersikap baik pada Anindya, ya walaupun selama ini ia tidak pernah memandang wanita lebih dari sekedar pemuas saja.
Tak lama ruangan Arsen terbuka setelah sebelumnya terdengar ketukan pintu. Anindya datang lalu memberi hormat pada Arsen dan Asisten Lee dengan sopan.
"Siang Pak Arsen, Pak Lee." Sapa Anindya dengan senyuman manis nya.
"Siang Nona Anindya." Balas Asisten Lee sementara Arsen hanya diam.
Arsen menyipitkan matanya melihat wajah Anindya yang tampak begitu bahagia seakan telah menemukan belahan hatinya. Arsen berdecih, ia duduk di kursi kebesarannya dan berusaha menyibukkan diri.
"Lee, kapan jadwalku ke Meksiko?" tanya Arsen membuat Lee langsung menatapnya.
"Cabang perusahaan anda disana sudah stabil kembali, Tuan. Saat ini cabang Australia yang mengalami penurunan karena penggelapan dana dari orang dalam." Jawab Asisten Lee seraya memberikan iPad kepada Arsen.
"Kelompok orang dalam yang berjumlah sekitar empat orang itu berhasil membobol dan menyebarluaskan data penting perusahaan, kini hampir 50 persen data telah tersebar." Lanjut Asisten Lee.
"Atur jadwalku untuk pergi kesana, kau konsultasikan juga pada Assa." Ucap Arsen membuat Anindya yang sejak tadi berusaha tak peduli akan obrolan Arsen dan Asisten itu menoleh.
Anindya bangkit dari duduknya. "Iya, Pak?" tanya Anindya saat mendengar namanya disebut.
Arsen melirik Anindya sekilas, ia tak mengucapkan apapun dan memilih diam sambil mengetik pekerjaan di laptopnya.
"Nona Anindya, boleh saya lihat jadwal Pak Arsen untuk dua Minggu ke depan?" tanya Asisten Lee dibalas anggukan kepala oleh Anindya.
Anin meraih iPad di meja kerjanya, ia menunjukkan agenda kerja Arsen kepada asisten Lee.
"Tuan, saya akan mengatur keberangkatan anda Minggu depan untuk 3 hari, jika memang masih membutuhkan waktu, maka saya akan meminta Nona Anindya mengatur ulang jadwalnya." Ucap Asisten Lee.
"Hmm, kau atur saja." Balas Arsen cuek.
Asisten Lee keluar dari ruangan Arsen meninggalkan Anindya dan atasannya itu disana.
Anindya kembali ke meja kerjanya, ia melanjutkan tugasnya sambil sesekali matanya melirik Arsen dengan perasaan tak menentu.
"Jangan sampai pria itu tahu tentang kandunganku." Gumam Anindya mengusap perutnya.
Jam pulang akhirnya tiba, Anindya telah merapikan meja kerjanya dan hanya tinggal membuang sampah kertas tak terpakai kedalam kardus yang disediakan. Namun tiba-tiba suara ketukan dimeja membuatnya terhenti.
"Sudah sore, ayo kita pulang." Ajak Arsen dengan lembut.
"Tapi Pak, kertas-kertas ini perlu saya sortir." Ucap Anindya menunjuk kertas ditangannya.
"Tinggalkan saja, besok di lanjutkan." Balas Arsen diakhiri senyuman.
"Ayo." Arsen menarik pelan tangan Anindya keluar dari ruangannya.
Anindya mengerutkan keningnya saat merasakan perubahan sikap Arsen yang tiba-tiba. Ia menatap pergelangan tangannya yang dipegang oleh Arsen lalu beralih menatap tubuh tegap pria itu.
"Pak, anda baik-baik saja?" tanya Anindya menatap Arsen aneh.
Arsen mengerutkan keningnya, ia mengulum senyum dan sangat paham jika saat ini Anindya tangah merasa aneh dengan sikapnya.
"Ya, aku baik. Kenapa?" tanya Arsen balik yang dijawab gelengan kepala oleh Anindya.
Sesampainya di gf, Arsen masih tak melepaskan genggaman tangannya. Tatapan dan bisikkan beberapa karyawan pun di dapatkan oleh Anindya, mulai dari cibiran pedas dan pekikan penuh iri melihat dirinya digandeng oleh seorang Arsenio.
"Selamat sore, Tuan dan Nona Anindya." Sapa Asisten Lee seraya membukakan pintu untuk Arsen dan Anindya masuk melalui pintu sebelah kanan.
Selama perjalanan tak ada pembicaraan, Anindya tampak menatap keluar jendela dengan tatapan kosong hingga sampai matanya menatap sebuah gerobak sate, tiba-tiba ia ingin itu.
"Pak." Panggil Anindya membuat Arsen menoleh.
"Ya?" sahut Arsen menatap Anindya hangat.
"Bisa turunkan saya disini, saya ingin membeli sesuatu dulu sebelum pulang." Pinta Anindya mengigit bibirnya saat melihat tatapan Arsen berubah.
"Apa yang kamu inginkan?" tanya Arsen dengan kening berkerut.
"S-sate." Jawab Anindya terbata.
Arsen menghela nafas, ia menoleh ke belakang dan melihat sebuah gerobak yang mengeluarkan asap itu terlihat ramai.
"Lee, putar balik." Ucap Arsen dengan tenang.
"Tidak perlu, Pak. Saya bisa sendiri, anda pulang dan istirahat lah," tutur Anindya namun tak mendapat balasan dari Arsen.
Melihat Arsen yang terdiam, akhirnya Anindya pasrah saat mobil hitam nan mewah itu putar balik mendekati penjual sate. Anindya meletakkan tas selempang miliknya lalu turun dari mobil tanpa mengatakan apapun.
"Pak, saya beli 10 tusuk sate ayam ya." Ucap Anindya pada si penjual.
"Baik, Nona." Balas penjual itu sambil terus mengipas sate yang berjejer diatas panggangan.
***
Satu jam berlalu, pesanan Anindya baru saja selesai. Ia segera pergi setelah membayar dan kembali mendekati mobil Arsen. Sebelum masuk, ia menarik nafas dalam lalu membuangnya perlahan.
"Maaf, Pak. Saya sudah membuat anda--" Ucapan Anindya terhenti karena Arsen.
"Jalan." Ucap Arsen pada Asisten Lee yang langsung tancap gas.
Arsen melirik Anindya sesaat lalu bergantian dengan sate yang dibeli oleh wanita itu. Entah mengapa ia tiba-tiba menginginkan makanan itu juga, padahal sebelumnya ia sangat jarang memakan daging yang ditusuk menggunakan bilahan bambu atau kayu itu.
Sesampainya di rumah, Anindya turun lebih dulu disusul oleh Arsen. Asisten Lee tampak pamit kemudian pergi membawa mobil hitam itu.
"Assa, aku menginginkan makanan yang kamu beli itu." Ucap Arsen tiba-tiba.
Langkah Anindya terhenti, ia menatap bungkusan sate ditangannya lalu memberikannya pada Arsen.
"Ini, Pak." Sahut Anindya memberikan sate itu meski dengan berat hati.
Arsen menggelengkan kepalanya. "Kita makan sama-sama, kau juga menginginkan ini bukan." Ucap Arsen lalu masuk ke dalam rumah duluan.
Anindya mendengus. "Jika ingin kenapa tidak bilang tadi, argggg …" cibir Anindya menatap punggung Arsen yang sudah masuk ke dalam.
To be continued
kau kecanduan akan tubuh anin tapi kenapa kau terlalu sebrengsek itu ke anin
belum cukup puaskah yg menyakiti anin sebegitunya
ahh apakah jalang teriak jalang 🤔🤔