Asyifa rela jadi adik madu dari Naura, wanita cantik yang bersosialita tinggi demi pendidikan yang layak untuk kedua adiknya. Hanya saja, Adrian menolak ide gila dari Naura. Jangankan menyentuh Asyifa, Adrian malah tidak mau menemui Asyifa selama enam bulan setelah menikahinya secara siri menjadi istri kedua. Lantas, mampukah Asyifa menyadarkan Adrian bahwa keduanya adalah korban dari perjanjian egois Naura, sang istri pertama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiga Puluh Empat - Aku Juga Cemburu!
Naura mengejar Adrian yang hendak keluar dari kamar. “Kamu mau ke mana, Mas!”
“Diam kamu! Ini bukan urusanmu!” jawab Adrian.
“Bukan urusanku? Mas, mandilah dulu sebelum pergi,” ucap Naura dengan nada rendah.
Adrian menatap Naura dengan tatapan tajam, dan tersenyum dengan raut wajah penuh kebencian pada Naura. “Kamu perempuan egois, Naura! Kamu hanya memikirkan hak dan kebahagiaanmu saja! Tapi, sedikit pun kamu tidak pernah memikirkan kebahagiaan dan hak ku sebagai suamimu!” geram Adrian.
Adrian langsung mengambil ponsel dan kunci mobilnya, lalu bergegas keluar dari kamarnya. Pintu kamar dibantingnya dengan begitu keras oleh Adrian. Ia benar-benar murka dengan perbuatan Naura yang sudah menjebaknya semalam.
Adrian langsung mengemudikan mobilnya untuk pergi ke rumah Asyifa. Ia kesiangan pagi ini, bukan kesiangan lagi, ini sudah hampir jam istirahat ngantor. Padahal hari ini ada pertemuan dengan beberapa relasi bisnisnya, ia juga sudah berjanji pada Asyifa akan pulang pagi-pagi setelah salat subuh, kenyataannya ia terperangkap oleh kelicikan Naura semalam.
“Arrghhhtt!!! Naura sialan! Kau benar-benar membuatku murka!” umpat Adrian dengan penuh amarah.
Setelah menempuh hampir satu jam perjalanan menuju rumah Asyifa, akhirnya Adrian sampai juga di rumah Asyifa. Namun, ada yang merusak pandangan matanya siang ini, karena melihat mobil asisten pribadinya berada di depan rumah Asyifa, dan terlihat mereka sedang mengobrol dengan akrab di teras rumah Asyifa.
“Tuan dari mana? Saya berkali-kali telefon tuan tidak ada jawaban. Saya juga telefon ke rumah Nyonya Naura juga tidak ada jawaban,” ucap Yoga.
“Kamu masuk, Fa!” titah Adrian.
Ia tidak mau melihat kedekatan Asyifa dan Yoga yang semakin akrab. Ya, Adrian cemburu melihat Asyifa yang tadi terlihat sedang tertawa kecil bersama Yoga.
“Baik, Pak,” jawab Asyifa.
“Ulang lagi bicaranya!” titah Adrian pada Asyifa.
“Baik, Pak. Saya masuk,” ucapnya menunduk.
“Ualangi lagi!” perintahnya. Adrian tidak suka Asyifa memanggil dengan panggilan Pak. Padahal Adrian sudah berkali-kali bilang dengan Asyifa, jangan sampai lupa dan salah mengucapnya lagi.
“Pak, saya sudah ulangi lagi lho?” jawab Asyifa.
“Pak?” ucap Adrian dengan manik mata yang tajam menatap Asyifa.
“Iya, Sayang ... aku masuk!” ucap Asyifa dengan sedikit menggunakan nada tinggi karena kesal. Ia memang lupa memanggil Adrian dengan sebutan Pak lagi, apalagi di depan Yoga.
“Hmmm ... masuklah!” perintahnya.
Yoga dari tadi senyum-senyum tipis melihat bosnya yang bucin dengan istri keduanya itu. Hanya memanggil Pak saja Adrian sampai sejengkel itu dengan Asyifa.
“Kenapa senyam-senyum, Hah?!” tukas Adrian.
“Lucu saja Tuan sama Nyonya, kayak pasangan ABG,” jawabnya.
“Mau apa ke sini! Kalau tidak ada saya jangan ke sini! Apa belum paham juga aku bilang waktu itu?”
“Ya saya kan tahunya Tuan di sini? Saya telefonin Tuan gak diangkat, telefon ke rumah Nyonya Naura ya gak ada jawaban. Ya sudah ke sini saja?” jelas Yoga.
“Lain kali, tidak usah ke sini kalau tidak ada saya!” tegas Adrian.
“Baik, Tuan. Bilang saja Tuan cemburu, kan?” gurau Yoga.
“Diam kamu! Mau apa ke sini?”
Adrian duduk di kursi yang berada di sebelah Yoga. Yoga menjelaskan maksud kedatangannya. Ia mengabarkan kalau hari ini membatalkan semua pertemuan, karena Adrian tidak masuk kantor. Beribu alasan ia jelaskan pada relasi bisnis Adrian. Yoga juga butuh tanda tangan Adrian di beberapa dokumen penting yang harus segera diselesaikan.
“Naura benar-benar membuatku kacau, Ga! Dan beginilah, aku jadi bangun kesiangan!” umpat Adrian.
“Memang Nyonya Naura kenapa, Tuan?” tanya Yoga.
“Ya begitulah, licik sekali dia. Nanti saja saya ceritakan lain waktu, jangan di sini. Sekarang mana dokumen yang harus saya tanda tangani?” ucap Adrian.
Yoga memberikan beberapa dokumen yang harus segera Adrian tanda tangani. Adrian membubuhkan tanda tangannya di beberapa dokumen yang Yoga bawa, kemudian ia langsung memerintahkan Yoga untuk segera kembali ke kantor.
“Kembali ke kantor sekarang! Dan, ingat! Jangan pernah ke sini lagi kalau aku tidak di sini, kalau nomorku susah dihubungi, kamu tunggu aku saja sampai di kantor!” ucap Adrian memperingatkan Yoga.
“Baik, Tuan!” ucap Yoga tegas.
Yoga segera kembali ke kantor, sedangkan Adrian menyusul Asyifa ke dalam. Adrian langsung menghampiri Asyifa yang sedang membuatkan teh hangat untuk Adrian. Karena Asyifa tahu Adrian pasti bangun tidur langsung ke sini, karena kesiangan.
“Maafkan aku, Sayang ....” Adrian memeluk Asyifa dari belakang, dan mencium tengkuknya.
“Iya, tidak apa-apa. Aku tahu, Mas,” jawab Asyifa dengan perasaan yang sulit diartikan.
Lain di bibir, lain di hati. Itu yang sedang Asyifa rasakan saat ini. “Aku selalu bilang pada Mas Adrian, jangan pernah ceraikan Mbak Naura, dan sentuhlah Mbak Naura. Aku selalu bilang pada Mas Adrian untuk adil denganku dan Mbak Naura. Tapi kenapa rasanya seperti ini hatiku? Sakit sekali rasanya, apalagi mendengar suara itu semalam? Ya Allah, bolehkah aku egois untuk perasaan ini?” batin Asyifa.
“Maafkan aku, Sayang. Aku kesiangan karena semalam Naura ....”
“Ini air putih hangatnya, diminum dulu, Mas. Lalu ini teh chamomile nya aku taruh di sini, ya? Aku mau menyiapkan air hangat untuk Mas mandi. Mas belum mandi, kan?” potong Asyifa, karena ia tidak mau mendengar Adrian menjelaskan soal semalam, dan memberikan berbagai alasan kenapa bisa sampai menyentuh Naura semalam.
“Asyifa, aku belum selesai bicara, aku tidak suka kamu potong pembicaraanku. Duduklah, temani aku sarapan, aku juga pengin cerita sama kamu, Asyifa,” pinta Adrian.
“Mas belum mandi, kan? Mas mau cerita semalam habis seperti itu dengan Mbak Naura, tidak usah cerita aku sudah tahu semua itu, Mas!” ucap Asyifa dengan sedikit menaikkan nada bicaranya.
“Kamu marah? Maafkan aku kalau kamu marah, ya semalam aku melakukannya dengan Naura, tapi dia jebak aku, Fa!”
“Jebak bagaimana? Mau dijebak atau tidak kan itu memang sudah kewajiban Mas memenuhi kebutuhan lahir dan batin Mbak Naura?”
“Sudah aku jelaskan ke kamu berulang kali, Fa! Aku sudah tidak ada rasa lagi dengan dia, aku ingin pisah dengan dia. Semalam dia menaruh obat di minumanku, dan aku hilang kendali karena yang aku lihat itu kamu, bukan Naura. Demi Allah, Asyifa. Aku dijebak!” ucap Adrian dengan kacau, ia mengusap kasar wajahnya, lalu meremas kepalanya.
Asyifa hanya diam. Ia masih terbakar oleh rasa cemburu dengan kejadian semalam yang ia dengar lewat telefon.
“Dijebak, tapi menikamati,” ucap Asyifa lirih.
“Maksud kamu apa, Fa?” tanya Adrian.
“Cek hape kamu, Mas!” jawab Asyifa.
Adrian melihat ponselnya, ia membuka room chatnya dengan Asyifa, ada panggilan masuk dari Asyifa semalam, dan itu berlangsung selama lima menit. Asyifa memang sampai mendengarkan Adrian yang sedang menikmati pergumulan panas bersama Naura.
“Semalam kamu menelefonku?” tanya Adrian.
“Ya seperti yang mas lihat,” jawab Asyifa. “Sudah sana mandi,” titah Asyifa.
Asyifa langsung berjalan ke arah depan, untuk mengemasi peralatan yang digunakan Yoga untuk memasangkan kran air di depan, karena tadi kran airnya macet, jadi Asyifa meminta bantuan Yoga.
“Kamu ambil apa, Fa?” tanya Adrian yang mengikuti Asyifa ke depan.
“Tang sama solatip!” jawab Asyifa.
“Itu untuk apa? Kok ada kran air rusak juga?” tanya Adrian lagi,
“Tadi aku minta tolong Pak Yoga untuk menggantikan kran air di depan. Aku dari pagi gak menyirami tanaman, karena krannya macet,” jawab Asyifa.
“Kenapa gak minta aku yang menggantikannya? Kenapa gak nunggu aku?” ucap Adrian dengan wajah diliputi rasa cemburu.
“Kalau minta tolong mas yang menggantikannya, sama saja nunggu lebaran monyet! Pak Yoga saja sampai gelisah nungguin Mas yang gak datang-datang!” jawab Asyifa yang masih sewot dengan suaminya.
Asyifa juga jengkel dengan suaminya, bukan karena dia merasa menyesal sudah menyentuh Naura. Padahal tadinya Asyifa marah saat mengingat apa yang semalam ia dengar. Namun, setelah mendengar penuturan Adrian kalau Adrian dijebak Naura dengan cara menaruh obat di minuman Adrian, membuat Asyifa sadar, kalau Naura benar-benar ingin disentuh Adrian. Apalagi sejak Adrian bersama dirinya, Adrian melupakan hak batin Naura.
“Aku sadar, aku salah cemburu begini, kalau aku jadi Mbak Naura mungkin akan melakukan hal yang sama,” batin Asyifa.
“Lain kali kalau ada apa-apa bilang saya, jangan minta tolong Yoga lagi. Aku tidak suka!” pekik Adrian yang melihat Asyifa cuek.
“Ya kalau mas di sini aku bilang, kalau sedang sibuk di kantor? Sudahlah, masalah begitu saja digede-gedein, Mas? Kayak anak kecil!” tukas Asyifa.
“Aku cemburu, Asyifa! Aku gak suka kamu dekat dengan laki-laki lain!” pekik Adrian.
“Aku juga cemburu, mas semalam begitu?” ucap Asyifa, namun ucapannya hanya di dalam hatinya.
kya g tau diri ja jatoh ny,dah d byar dah d cintai ma suami kontrak ny,tp msh ja nyangkal soal perasaan sbner ny,sbner ny mau mntaati prjanjian/kontrak pa emng trllu bodoh c yg jd asyifa🤬🤬
dr ibu pertma anaknya 4 perempuan smua
dr ibu kedua anaknya 2 laki2 smua.
SMP skrang smua anak2 sudah berkeluarga dan mereka tampak akuuur bgt.. sering liburan bareng.
salut si sma yg bisa kaya bgtu,
jdi laki ko serakah ga ada tuh perempuan yg bnr" ikhlas d madu toh rasa nya kaya racun pergi ja lh Asyifa dari pada makin sakit mana ga berdarah itu lebih berbahaya