Asyifa rela jadi adik madu dari Naura, wanita cantik yang bersosialita tinggi demi pendidikan yang layak untuk kedua adiknya. Hanya saja, Adrian menolak ide gila dari Naura. Jangankan menyentuh Asyifa, Adrian malah tidak mau menemui Asyifa selama enam bulan setelah menikahinya secara siri menjadi istri kedua. Lantas, mampukah Asyifa menyadarkan Adrian bahwa keduanya adalah korban dari perjanjian egois Naura, sang istri pertama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Empat - Sama-Sama Membuat Kesal
Naura menatap kepergian Adrian yang tidak memedulikan dirinya. Masih terngiang ucapan Adrian yang mengatakan bahwa dia sudah tidak ada lagi rasa terhadap dirinya. Sebegitu hinanya Naura, hingga Adrian tega mengatakan hal seperti itu pada dirinya. Naura mengusap air matanya, memaksakan dirinya tersenyum seolah tidak ada yang terjadi hari ini.
Ia menguatkan dirinya, pantang bagi Naura untuk rapuh, ia memikirkan cara lain untuk mengembalikan Adrian pada dirinya. Mungkin cara dari Fania akan ia gunakan untuk mengambil hati dan perasaan Adrian lagi.
Sedangkan Adrian, dia masih tidak percaya Naura ikut program hamil. Bagi Adrian semua sudah terlambat, karena Naura sudah berhasil menawarkan rasa cintanya. Adrian kembali menemui Asyifa, perempuan yang bisa mengembalikan moodnya menjadi lebih baik.
“Lho, Pak? Katanya pulang ke rumah Mbak Naura? Kok ke sini?” tanya Asyifa saat membukakan pintu.
“Kamu suami pulang malah menyambutnya begitu? Salim kek, cium, atau peluk!” gerutu Adrian.
“Pak, kan saya tanya? Malam ini jatah di rumah Mbak Naura, kan?”
“Kamu sama saja seperti Naura, membuatku semakin kesal! Kalau aku ke sini ya aku maunya sama kamu, bukan sama Naura!” Adrian sedikit menaikkan nada bicaranya, hingga Asyifa menundukkan wajahnya.
Adrian melihat Asyifa langsung menunduk takut, karena dia berbicara dengan kasar. Adrian meraih tubuh Asyifa, dipeluknya tubuh Asyifa yang sepertinya terasa agak sedikit berisi dari sebelumnya.
“Maafkan aku, bukan aku ingin membentak kamu, Asyifa. Maaf ya, aku sedang kesal dengan Naura,” ucap Adrian penuh penyesalan.
“Kalau bapak sedang bertengkar dengan Mbak Naura lebih baik bapak selesaikan, jangan dibawa ke sini, Pak,” tutur Asyifa.
“Iya, maaf, aku gak tahu mau cerita dengan siapa kalau bukan dengan kamu, Fa,” ucapnya dengan mengusap kepala Asyifa.
“Ya sudah duduklah, mau saya buatkan minuman hangat? Cokelat hangat, kopi, teh hangat, atau apa?” tanya Asyifa.
“Yang hangat itu pelukanmu, Asyifa,” ucap Adrian.
“Pak, saya sedang tidak bercanda.”
“Saya juga sedang tidak bercanda, Asyifa. Ayo duduk di sana saja, aku pengin ngobrol sama kamu, sambil peluk kamu, itu jauh membuatku lebih tenang, daripada minuman hangat,” pinta Adrian.
“Oke, kalau bapak maunya begitu,” ucap Asyifa lalu duduk di sebelah Adrian dan merentangkan tangannya untuk memeluk Adrian.
Adrian merasakan ketenangan tersendiri setelah memeluk Asyifa, mencium bau wangi khas tubuh Asyifa yang setiap hari ia rindukan. Bukan Naura lagi, tapi Asyifa yang setiap hari ada di setiap embusan napasnya.
Adrian masih mendekap erat tubuh Asyifa, merasakan usapan lembut tangan Asyifa di punggung dan di kepalanya. Umur Asyifa jauh lebih muda darinya, tapi Asyifa memiliki jiwa keibuan yang bisa menenangkan dirinya, Asyifa jauh lebih rasional pemikirannya, lebih dewasa daripada Naura.
“Fa,” panggil Adrian lirih.
“Iya, kenapa? Bapak lapar?” tanya Asyifa.
“Lapar pengin makan kamu!” jawabnya.
Asyifa langsung merenggangkan pelukannya, ia sedikit menjauhkan tubuhnya dari Adrian dan menatap wajah Adrian yang sedang mengulum senyum.
“Memang saya makanan?” tanya Asyifa.
“Ya, makanan yang enak, lezat, gurih, tiada lawannya. Hingga membuatku ketagihan, dan gak mau yang lain, maunya sama kamu, kamu saja!” jawab Adrian dengan tegas.
“Maunya sama saya saja? Bapak bohong, bapak kan punya dua istri, mana bisa sama saya saja?” ucap Asyifa.
“Sejak aku bersama kamu, aku gak menyentuh Naura lagi. Jujur, setalah kepulangan Naura dari Paris, sampai sekarang aku tidak menyentuh dia lagi, Fa. Aku gak mau jadi laki-laki egois,” ucap Adrian dengan menunduk.
Asyifa benar-benar tidak tahu hal itu. Yang Asyifa tahu, Adrian pastinya akan adil memperlakukan dirinya dengan Naura, apalagi sekarang Adrian pun sudah membagi sama rata nafkah bulanan untuk Naura dan Asyifa. Adrian membaginya sama, tidak membedakannya.
“Kok bisa begitu, Pak?” tanya Asyifa.
“Aku sudah tidak ada rasa dengan Naura, kalau kamu gak menyuruh aku untuk adil, untuk berbagi waktu untuk di sini dan di sana, mungkin aku tidak akan melakukannya. Aku gak bisa seperti itu, Fa. Aku hanya mau satu orang saja dalam hidupku. Naura sudah membuatku jatuh cinta padamu, Naura sudah membuatku mati rasa terhadapnya setelah aku mengenal kamu lebih dalam,” ungkap Adrian.
“Ini salah besar, Pak. Harusnya bapak tahu, posisi saya di sini bagaimana. Saya itu Cuma perempuan yang disewa Mbak Naura supaya memberikan keturunan untuk Bapak, gak lebih dari itu, meskipun saya sudah dinikahi Bapak secara sah sesusai hukum yang berlaku, tetap saja masih ada perjanjian itu. Perjanjian tetap perjanjian, Pak. Dan saya, tetap istri kontrak bapak, meskipun pernikahan ini sah!” tegas Asyifa.
“Harus berapa kali lagi saya bilang, kalau saya nyaman sama kamu, saya jatuh cinta padamu, Asyifa!”
“Itu larangan point pertama dalam surat perjanjian. Tolong jangan seperti itu, Pak. Hargai perjanjian yang telah kami sepakati dengan Mbak Naura, jangan melanggarnya!” tegas Asyifa.
“Aku tidak peduli itu, Fa! Memang ini yang aku rasakan, dan aku sudah tidak ada rasa lagi dengan Naura, entah kenapa aku bisa merasakan seperti itu pada wanita yang pertama kali aku cintai, wanita yang selalu aku agungkan cintanya, dan tidak akan pernah terganti dalam hidupku. Akan tetapi, dia malah mengirimkan kamu dalam hidupku, yang membuatku lebih nyaman bersamamu. Aku tahu aku salah, tapi jangan pernah menyalahkan perasaan yang bisa berubah sewaktu-waktu!”
Asyifa paham, kenapa Adrian sampai berpaling perasaannya dari Naura. Mungkin Adrian sudah lelah memberi nasihat pada Naura yang selalu mementingkan urusannya ketimbang Adrian, sedangkan saat bersama dirinya, Adrian dimanjakan dengan perhatian, mulai dari perhatian soal makanan, pakaian, bahkan kebutuhan ranjang. Terlebih dirinya mau mengorbakan harga dirinya, menjual rahimnya demi seseorang yang ingin memiliki keturunan.
“Ya sudah, kita tidak usah bahas soal perasaan, atau apa pun itu. Karena saya tetap menganggap pernikahan kita ini kontrak, Pak. Saya mau dinikahi bapak secara sah, karena saya berpikir kalau anak saya nanti lahir perempuan, anak saya membutuhkan walinya, kalau hanya menikah siri, apa bisa Bapak menjadi wali anak bapak dari saya? Itu yang saya pikirkan,” jelas Asyifa. “Sekarang saya tanya, kenapa balik ke sini?” tanya Asyifa.
“Naura meminta hak untuk aku sentuh, dan dia sekarang sudah mengikuti program hamil, Fa,” ucap Adrian.
“Bagus dong, Pak? Itu artinya Mbak Naura ada perubahan, bapak juga lihat sendiri, saya belum hamil sampai sekarang, kan? Sudah satu tahun perjanjian kontraknya lho, Pak? Harusnya bapak senang, Mbak Naura ada perubahan,” ucap Asyifa.
Padahal perasaan Asyifa saat ini tidak baik-baik saja. Tentu Naura akan melakukan banyak cara untuk mengembalikan suaminya yang sudah mulai mati rasa dengannya. Asyifa yakin mengikuti program hamil itu, karena Adrian sudah mati rasa terhadap dirinya, Naura juga merasa Adrian selalu berpihak padanya, makanya Naura sampai rela melepas keegoisannya itu.
“Aku sudah bilang, aku tidak ada rasa lagi padanya, Fa! Tolong jangan paksa saya menyentuh dia lagi, dia yang sudah membuat aku nyaman dan jatuh cinta padamu! Kamu pasti akan hamil, akan ada Adrian Junior di dalam perutmu sebentar lagi!” tegas Adrian.
“Ya sudah, mumpung masih sore, bapak mau tidak, antar saya ke pasar malam yang ada di daerah xxx? Di sana ada pasar malam kata adik saya, tadi Rifka sama Rafka juga ke sana sama teman-temannya, sebetulnya ngajakin saya juga, tapi saya menolak. Sekarang mumpung ada bapak saya pengin ke sana, cari jajanan pasar malam, sama naik beberapa wahana permainan di sana, kali saja bertemu adik saya,” pinta Asyifa.
“Pa—pasar malam? Boleh juga sih, ayok!” Adrian langsung menuruti permintaan istrinya itu.