Choki Zakaria atau yang biasa dipanggil 'Jack', adalah ketua geng motor yang ditakuti di kotanya mendadak harus menikah dengan Annisa Meizani karena kesalahpahaman dari para warga.
Annisa, seorang gadis muslimah dengan niqob yang menutupi sebagian wajahnya ini harus ikhlas menerima sikap cuek Jack yang mengira wajahnya buruk rupa.
Sikap Jack berubah setelah tau wajah Annisa yang sebenarnya. Bahkan ketua Genk motor itu menjadi pria penurut dan manja di hadapan istrinya.
Akankah niat Jack untuk bertobat mulus tanpa hambatan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chibichibi@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab#23. Gemesin Banget Ya Allah.
BRUGHH!!
Choki malah jatuh terjengkang kebelakang, dengan posisi telentang. Raga Nadia yang sempat di raihnya pun ikut jatuh menimpanya.
Hingga, bukan hanya tubuh keduanya yang bertubrukan tetapi juga wajah keduanya. Sehingga ...
CUP!
Bibir Annisa tanpa sengaja bertemu bibir Choki.
Aaaa ...
Jarak yang terkikis itu seketika menghadirkan desiran aneh pada tubuh keduanya yang mendadak basah kuyup dan juga penuh busa sabun.
Choki seketika merasakan hangat di pipinya, jantungnya berdentum tak karuan kala sesuatu yang empuk dan kenyal menyentuh dada bidangnya.
Manik mata keduanya sesaat beradu dalam pandangan. Annisa yang terbuai wajah rupawan yang di tatapnya dari dekat itu justru semakin membenamkan bibirnya.
Entah dorongan darimana, ataukah memang hanya naluri yang hadir kepadanya.
Kecupan tak sengaja itu menjadi sesapan hangat dan basah. Hingga Annisa tanpa sadar menikmati dan semakin memperdalam ciumannya.
Choki yang berada di bawah tubuhnya turut mengikuti permainannya perlahan dengan merangkul erat pinggang Annisa.
Tanpa sadar keduanya pun menikmati tautan bibir pertama mereka.
Choki, menaikkan tangannya untuk memegang tengkuk Annisa, agar semakin memperdalam ciuman mereka. Nalurinya sebagai lelaki tentu saja mendorongnya untuk memberi balasan.
Sepersekian detik kemudian, Annisa akhirnya tersadar ketika Choki yang memeluknya semakin erat telah membuatnya merasakan sebuah pergerakan dari tanduk yang mengeras di bawah sana.
Mata keduanya sontak membulat sempurna dan Annisa pun segera bangkit dari tubuh kekar yang ditindihnya itu.
Ia berpegangan pada pinggiran bak mandi karena takut terpeleset lagi.
"M–maaf. Maafkan Annisa ...," lirihnya menunduk takut. Annisa sadar bahwa dirinya saat ini telah lancang.
Setelah tautan mereka terlepas nyatanya napas Choki masih terdengar memburu. Jemarinya terangkat untuk mengusap bibir Annisa yang membengkak akibat ulahnya.
Hingga, bibirnya tertarik ke atas dan menciptakan sebuah lengkungan sabit yang indah. Sayang, mereka saat ini berada di kamar mandi.
"Mau gak mau, kita ... harus mandi ini," kata Choki.
Mendengar ucapan suaminya itu, Annisa langsung memindai keadaanya.
Ya, memang benar. Keadaan mereka basah dan penuh busa sabun.
Tetapi, mau mandi juga tak mungkin karena kamar mandi penuh dengan cucian yang tinggal di bilas itu.
"Na–nanti saja. Biar Annisa nanti bang Zakaria membilas cucian ini saja," ucap Annisa tertunduk malu.
Choki mengusap tengkuknya kikuk. Ia tak mungkin menolak keinginan Annisa atau mereka akan terjatuh lagi nanti. Ah, sungguh mendebarkan.
Seandainya bukan di kamar mandi.
Mereka pun akhirnya bekerja sama untuk menyelesaikan agenda mencuci. Meskipun, sebenarnya Choki merasa sedikit khawatir akan keadaan Annisa yang nyatanya baru saja keluar dari rumah sakit.
Tetapi, istrinya itu sudah bermain air dengan setumpuk cucian.
Tetapi, jika Annisa tidak membantunya mungkin Choki akan menyelesaikannya sampai malam.
Pemuda itu benar-benar belum pernah mencuci sekalipun seumur hidupnya.
Dengan melihat pekerjaan Annisa, setidaknya Choki jadi tau bagaimana tata cara mencuci pakaian yang benar.
"Sebaiknya kamu, yang mandi duluan. Aku takut kamu nanti masuk angin," kata Choki.
Annisa tersenyum kearahnya dan mengangguk.
Melihat tanggapan Annisa, Choki justru kembali merasa tergoda dengan gadis di hadapannya ini.
Bagaimana tidak, Annisa dengan wajah putih merona yang membuatnya terlihat cantik natural itu, tak mampu mengalihkan pandangan Choki satu senti pun.
Hal itu, pada akhirnya menjadikan Choki menarik tubuh Annisa agar terbangun, lalu menempelkannya pada dinding kamar mandi.
Posisi Annisa berada di antara himpitan tubuh kekar nan tinggi itu. Mata indahnya membulat sempurna dengan kepala mendongak, karena tingginya hanya sebatas dada pemuda di hadapannya ini.
Mata keduanya beradu dalam jarak cukup dekat, hingga jantung Annisa pun bergemuruh ia tak tahan, kemudian mendorong dada bidang itu.
Akan tetapi, Choki malah sengaja menekuk tangannya, hingga posisinya semakin menghimpit sang istri yang terlihat sangat menggoda dengan pakaian basahnya.
Annisa sontak memejamkan matanya dengan dada naik turun.
Penampakan Annisa tentu saja membuat Choki panas dingin, apalagi ketika mengingat momen jatuh bertumpukan tadi yang membuat mereka basah bersama.
Nyatanya bukan hanya momen bertautan bibir yang diingatnya, namun pakaian basah Annisa itu membuat setiap inchi lekuk tubuhnya tercetak jelas dan sialnya pemandangan itu terus terekam dalam memory Choki saat ini.
Annisa memberanikan diri untuk membuka matanya lebar-lebar. Hingga kedua manik mata pekat itu menatapnya dalam.
"Kenapa pandangannya tidak seperti biasanya? A–apa dia menginginkan itu?" batin Annisa takut.
Benar saja, Choki pada saat ini merasakan sesuatu di dalam dirinya seakan hendak meledak, suatu keinginan yang selalu ia rasakan bila berhadapan dengan wanita cantik.
Akan tetapi, selama ini Choki tau batasannya. Pendiam itu tidak pernah berani melakukan hubungan terlarang itu dengan wanita manapun. Meski tak sedikit wanita yang menawarkan diri padanya.
Entah kenapa rasa bibir manis itu terus menghantui pikirannya saat ini, membuatnya mati-matian memupuskan keinginan itu.
Selama ini bukan tak pernah ada selera pada wanita manapun yang berniat mendekati dan menjalin hubungan dengannya.
Tetapi, Choki menghargai mereka sebagaimana sang papa menghormati sang mama. Walaupun agamanya tak baik, tetapi Choki tak menyukai hubungan tanpa sebahu status.
Hingga di usinya yang cukup dewasa ini, tak sekalipun ia pernah mencicipi, bahkan merasakan nikmatnya beradu kulit dengan mahluk yang bernama wanita.
Tapi tidak kali ini, tamengnya perlahan menipis, saat yang menggodanya kali ini adalah wanita yang halal untuk dia sentuh dan nikmati setiap keindahannya.
Hal yang sama pun di rasakan pula oleh Annisa . Gadis itu berusaha mengeluarkan dirinya dari situasi yang hampir menenggelamkan imannya itu.
Ya, walaupun Annisa tau bahwa sah saja bagi mereka bahkan untuk melakukan hal yang lebih dari ini.
Wajah rupawan yang begitu dekat dengan wajahnya, harum maskulin dan napas dari pria di hadapannya ini, hampir membuatnya mabuk dan hilang kewarasan diri.
Dengan sisa kesadarannya, Annisa mencoba bicara. Tanpa sadar ia menjilat bibirnya yang terasa kering.
Glek.
Kenyataannya apa yang Annisa lakukan semakin membuat gelora yang Choki tahan kini hampir meletup dari ubun-ubunnya.
Choki mendekatkan wajahnya dengan tatapan yang sudah sayu.
"Bang Zakaria ... kita masih di kamar mandi," tegur Annisa seraya menahan wajah Choki dengan telapak tangannya.
Choki mundur dan membasuh wajahnya dengan air. Setelahnya ia menoleh dengan sebuah seringai ke arah Annisa.
"Jadi, kalau sudah di luar kamar mandi boleh ya?" tanya Choki seraya menaik-turunkan alisnya.
UPS.
Kena deh Annisa.
Kena omongannya sendiri.
😁
"Annisa keluar."
"Tidak! Kamu mandi duluan, biar aku bawa cucian ini ke luar," titah Choki yang menarik tangan Annisa hingga tubuh basah istrinya itu kembali beradu dengan dada bidangnya.
"Kapan Annisa mandi kalau begini terus adegannya?" celetuk Annisa yang mana hal itu membuat Choki menyemburkan tawanya.
"Gemesin banget ya Allah," batin Choki.
...Bersambung ...
Jazakillah khairan author
👍👍👍👍👍
ana uhibbuki fillah untuk perempuan