Firda Humaira dijual oleh pamannya yang kejam kepada seorang pria kaya raya demi mendapatkan uang.
Firda mengira dia hanya akan dijadikan pemuas nafsu. Namun, ternyata pria itu justru menikahinya. Sejak saat itu seluruh aspek hidupnya berada di bawah kendali pria itu. Dia terkekang di rumah megah itu seperti seekor burung yang terkurung di sangkar emas.
Suaminya memang tidak pernah menyiksa fisiknya. Namun, di balik itu suaminya selalu membuat batinnya tertekan karena rasa tak berdaya menghadapi suaminya yang memiliki kekuasaan penuh atas hubungan ini.
Saat dia ingin menyerah, sepasang bayi kembar justru hadir dalam perutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon QurratiAini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sembilan
"Kamu menggodaku?" sela Abraham kala mata tajamnya melihat dengan jelas tingkah laku gadisnya saat ini.
Jemari kekarnya yang sebelumnya berada di dagu gadisnya, kini perlahan merambat naik menyentuh bibir kenyal yang tampak menggoda karena perbuatan si empunya yang tengah menggigit benda kenyal itu.
Seketika napas Firda tercekat merasakan sentuhan sensual yang begitu lancang pria itu lakukan pada bibirnya. Namun, sayangnya ia tak punya keberanian untuk menyingkirkan jemari pria itu. Tanpa sadar ia justru menggigit bibir bawahnya semakin kencang sebagai bentuk luapan perasaan cemas, marah, dan takut yang bercampur menjadi satu menumpuk di hatinya. Namun, tak berani untuk ia tunjukkan.
"Jangan gigit terlalu kencang, Firda," tegur Abraham sembari mengetuk pelan bibir bawah gadisnya yang kini tengah digigit kuat oleh sang empu hingga membuat benda kenyal yang ranum itu menjadi tampak memerah. "Nanti berdarah," katanya lagi.
Tatapan mata Abraham tak sedikit pun berpaling dari bibir ranum yang terlihat sangat menggoda itu. Ia tekan kuat bibir itu dengan jari jempolnya untuk memeriksa teksturnya.
Sempurna.
Sementara itu, Firda hampir menangis sekarang. Hal ini tidak senonoh untuk dilakukan bagi pria dan wanita yang tidak terikat dalam hubungan pernikahan. Kepanikan itu semakin menjalar ke seluruh tubuh Firda, kala gadis itu mengingat bahwa Abraham belum berjanji kepadanya tidak akan menyentuhnya sebelum mereka menikah!
"T-Tuan ... j-jangan .... Tuan sudah berjanji akan menikahiku," imbuhnya memberanikan diri.
Jari-jemari mungilnya meremas kencang bahu lebar Abraham kala pria itu semakin mendekatkan diri kepadanya, mengikis jarak di antara mereka. Sekuat tenaga ia menahan pria kekar di hadapannya agar tak maju semakin dekat.
Namun, tentu saja perlawanannya itu tidak berarti apa-apa bagi Abraham. Tenaga mereka bagaikan langit dan bumi jika dibandingkan.
Tes ....
Tanpa bisa dicegah, buliran bening itu pada akhirnya menitik jatuh juga dari pelupuk mata indah gadisnya.
Menyaksikan hal itu, Abraham lantas segera melepaskan Firda hingga membuat tubuh ringkih gadis itu meringkuk ketakutan bersandar di kaca mobil. Tubuhnya tampak gemetar hebat.
Tanpa sadar Abraham mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. "Kamu ... benar-benar menganggapku orang asing, ya," katanya seraya mengangguk pelan, berusaha menerima fakta yang menyakitkan itu.
Abraham menelan ludahnya. Perasaannya berkecamuk dan tak mampu untuk ia tanggung di sini. Akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari mobil.
Blam.
Pintu mobil yang Abraham buka, kini kembali tertutup, menyisakan Firda sendirian di dalam mobil mewah itu. Sementara itu, Firda menggigiti kuku jemarinya sendiri sebagai luapan perasaan cemas dan takut yang menghantuinya saat ini.
Perkataan demi perkataan yang Tuan Abraham lontarkan berhasil menghantarkan perasaan bimbang penuh kebingungan dalam diri Firda. Memangnya ... kapan dirinya dan Tuan Abraham saling mengenal dekat hingga keduanya tak layak untuk disebut sebagai orang asing satu sama lain?
Jangankan mengingat dirinya pernah mengenal dekat Tuan Abraham, bahkan mengingat kapan terakhir kali mereka bertemu saja ... Firda tak berhasil mendapatkan ingatan apa pun mengenai hal itu.
Suara pintu mobil yang kembali terbuka, sukses mengagetkan Firda yang kini tengah bersandar padanya. Tubuh gadis itu tersentak kaget sehingga menjadi tegap, yang awalnya bersandar penuh kepada pintu mobil itu.
"Keluar!" perintah Abraham setelah membuka pintu itu. Sorot mata tajamnya menatap ke arah Firda dengan sebelah alis yang terangkat.
Buru-buru Firda menghapus air mata yang membasahi pipinya saat ini, lalu dengan cepat keluar dari mobil menuruti perintah pria itu. Firda tak ingin mencari masalah di hari pertamanya berada di mansion ini.
"A-Apa?" Seketika tubuh Firda tersentak kaget kala merasakan genggaman hangat tangan besar Tuan Abraham yang kini melingkupi seluruh tangannya yang mungil.
Sejujurnya Firda merasa tak nyaman dengan sentuhan-sentuhan ini karena baginya Tuan Abraham hanyalah pria asing yang dirinya tidak kenali. Namun, menolak pria itu juga bukanlah pilihan yang baik bagi keamanan hidupnya.
Pada akhirnya Firda hanya bisa menelan sendiri kalimat-kalimat penolakan yang begitu ingin dirinya keluarkan di hadapan pria penuh kuasa ini.
Sepanjang perjalanan menuju mansion bak istana negeri dongeng itu, tak henti-hentinya Firda berdecak kagum menikmati keindahan panorama dari taman-taman bunga yang tersusun begitu cantik menghiasi halaman luas mansion megah ini.
Firda menelan ludahnya susah payah, mencoba menetralisir perasaan tak nyaman yang saat ini mengganggu hatinya kala ia mendapati seluruh pelayan dan pengawal kini tengah menunduk penuh hormat.
Firda ... hanya tak terbiasa dengan perlakuan seperti ini seumur hidupnya.
"T-Tuan ..." panggilnya memberanikan diri. Degup jantungnya menggila, telapak tangannya berkeringat dingin. Abraham dapat merasakan bagaimana basahnya tangan gadis yang saat ini dirinya genggam.
"K-Kenapa mereka semua s-seperti ini?" tanya Firda begitu lirih. Ia hanya terlampau syok melihat puluhan orang tengah menunduk dalam di sepanjang jalan dan mereka semua tak bergerak sedikit pun bagaikan patung hidup.
"Tata krama di rumah ini," jawab Abraham dengan intonasi datar, sama seperti tampilan wajahnya saat ini.
Sesaat setelah Firda berhasil masuk ke dalam mansion megah milik Abraham ini, entah kenapa tiba-tiba ia merasakan bahwa kebebasannya kini telah terenggut paksa secara sempurna.
Bagaimanakah kehidupan dirinya setelah ini? Akankah mansion megah ini dapat memberikan keamanan dan kebahagiaan bagi Firda, menyelamatkannya dari kehidupan neraka yang diciptakan oleh keluarganya?
Ataukah ... justru mansion ini hanya akan membuat penderitaan demi penderitaan yang dirinya dapatkan kian menggila?
***
Saat ini, di kediaman keluarga Bambang, ketiga orang yang berisikan Bambang, istri, dan anak perempuannya kini tengah mencerca dengan perasaan sangat dongkol mengingat kejadian beberapa saat yang lalu, di mana harga diri mereka dengan mudahnya direndahkan oleh Tuan Abraham.
"Sial memang si Firda jalang itu!" umpat Bambang begitu emosi. Wajahnya memerah padam karena emosinya yang naik ke ubun-ubun. Kedua tangannya mengepal dengan begitu kencang.
"Ayah ... Ibu ...." Lain halnya pula dengan kedua orang tuanya, saat ini Laras justru tengah merengek kepada mereka karena tak terima dan merasa iri hati Firda sebentar lagi akan menjadi nyonya keluarga Handoko, keluarga terpandang dan kaya raya di negeri ini.
"Bukankah seharusnya aku yang lebih pantas menjadi nyonya keluarga Handoko? Kenapa justru Firda si gadis dekil dan kurus tinggal tulang itu yang mendapatkan posisi istimewa itu?! Aku sangat tidak terima!"
Laras berdecak dengan penuh perasaan kesal. "Ayah ... Ibu! Ayo lakukan sesuatu agar aku bisa menggantikan posisi Firda untuk menikah dengan Tuan Abraham! Memangnya kalian tidak ingin mempunyai menantu kaya raya seperti Tuan Abraham? Pokoknya aku ingin menjadi istrinya!!"
Tak henti-hentinya sedari tadi ia terus mendesak kedua orang tuanya agar membantunya mencari cara supaya Tuan Abraham tidak jadi menikahi Firda. Karena seharusnya dirinyalah yang memang lebih layak ada di posisi itu!