“Kata mami, dilimu dikilim mami untuk menolongku dan papi. Apa dilimu ibu peli yang baik hati ? “
“A–aku ?! “
Ucapan anak laki-laki itu membuat Alana terkejut, dia tidak mengerti maksud dari perkataan anak tersebut.
Namun, siapa sangka kehadiran Alaska membuat Alana masuk ke kehidupan keluarga mereka dan siapa yang menyangka bahwa papi yang dimaksud Alaska adalah pria yang selama ini Alana tunggu kehadirannya.
Bagaimana dengan kisahnya ? Jangan lupa mampir !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dlbtstae_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
cebelom mommy ngamok
Shireen memutuskan untuk mengajak kedua tuannya pulang. Dia akan datang lagi besok lagi setelah mengatakan kepada penjual singkong untuk menyisakan buah singkong untuk dirinya.
“ Tuan, ayo kita pulang ! Hari sudah semakin gelap !” ajak Shireen.
“Hm,” Acio.
“Ayo, tuan kecil ki—”
“Pak Cio ? Pak Cio ngapain disini ?” tanya seorang gadis saat melihat bosnya berada dipasar.
Acio langsung merubah raut wajahnya sedikit tersenyum membuat Shireen mendelik. “Kamu di sini juga ?”
“Iya pak, saya jemput nenek saya pulang !” Acio mengangguk pelan.
“Langsung berubah ramah, tadi sama aku datar kayak tembok !” celetuk Shireen dalam hati.
Shireen sendiri mana berani nyeletuk di hadapan orangnya langsung. Gadis yang menyapa Acio tadi juga menyapa Shireen dan Arasyi yang memasang wajah bingung.
“Ini siapanya bapak, ya ?” tanya gadis itu penasaran sambil melihat Shireen yang menundukkan kepalanya. Gadis itu menatap cara berpakaiannya Shireen dengan wajah yang penasaran.
“Oh, dia —” .Tiba-tiba saja Arasyi memotong ucapan abangnya.
“Istli na abang,”
“Eh ?!” Gadis itu terkejut saat mendengar celetukan Arasyi. Wajahnya mendadak suram, dia masih tidak percaya bosnya sudah menikah. Tapi bukannya bosnya ini umurnya masih muda. Secepat itukah sudah menikah ?
“Oh, ma–maaf. Sa-saya kira pembantunya bapak. Ka-kalau begitu saya permisi !” ucap gadis itu gugup.
Kening Acio mengerut. “Pembantu ?” Berbeda dengan Shireen yang merasa sedikit nyeri di hatinya. Apakah penampilannya mirip perkataan gadis dihadapannya. Shireen menatap penampilannya yang mengenakan rok panjang yang mengembang dan juga mengenakan kaos oblong.
Berbeda lagi dengan kedua tuannya yang mengenakan pakaian bermerk. Sepeninggalan gadis itu, Shireen masih tetap diam. Dia memang pekerja di rumah tuannya bukan ? Tapi kenapa rasanya sakit di katakan “pembantu”?
“ Ayo, kita pulang !” ajak Acio yang tidak memperdulikan perkataan karyawan di perusahaan kakeknya. Dia berjalan mendahului Shireen dan Arasyi tanpa membantu Shireen membawakan kantong belanjaan yang berisi kentang.
Arasyi yang peka, dia meraih tangan Shireen menggunakan sebelah tangannya.
“Ayo, kak Cileng kita pulang. Kebulu langitna hitam !” seru Arasyi membuat Shireen berusaha untuk tersenyum.
“Ayo,”
Selama dalam perjalanan, Shireen tak sekalipun membuka suaranya hanya ketika Arasyi bertanya dia akan menjawab seperlunya. Tiba di kediaman Maverley, Shireen masih membantu Arasyi untuk turun, setelah itu dia bergegas melewati halaman samping menuju paviliun tanpa berpamitan dengan Acio yang melihatnya bengong.
“Dia kenapa ?”
“Ah, sudahlah ! Aku mandi saja !” kata Acio berjalan ke arah pintu utama.
Baru saja melangkah, dia mendengar omelan mommynya yang meminta Arasyi untuk melewati halaman samping menuju ruang cuci.
“Eeeee lewat samping !! Sepatu Rasyi kotor ! Lantai sudah dipel bibi, jangan dikotori lagi !” titah Mommy Audrey yang berdiri di anak tangga sembari meminta putranya untuk melewati halaman samping.
“Di tendeng bica mommy ?” tawar Arasyi.
“Tendeng, tendeng ! Tenteng Rasyi bukan tendeng, dikira ikan bandeng kali !” celetuk Alvara yang berdiri dibelakang mommy Audrey.
“Apa cih kakak Palala, cewotnaaaa !”
“Ya cudah laci tenteng cepatunaa, tapi Laci bica kan lewat di cini ? Lewat camping, Laci halus mutel. Capek mommy,”
“Nggak ada, nggak ada. Liat celanamu kotor, sana lewat samping !” titah Mommy Audrey membuat pundak Arasyi turun.
Dia berbalik badan dan melihat abangnya masih berdiri di dekat mobil. Arasyi berjalan menghampiri abangnya.
“Cepatu kotol lewat camping ! Nda ucah ngeyel !” ucapnya. Acio melongo mendengar ucapan adiknya.
“cebelom mommy ngamok,” sambung Arasyi dengan suara lirih agar tidak di dengar sang mommy.
Dengan senyuman jahil, Acio melihat mommynya bersama adik perempuannya masih berdiri di teras depan. Dia tersenyum menatap adiknya lagi dan kembali menatap mommynya dengan santai.
“MOMMYYYYY, RASYI BILANG MOMMY NGAMOOOOKKKK !!” mendengar teriakan abangnya sontak Arasyi terkejut.
“Ekheeeeeee bocol mulutnya bocol !!”. Dia ingin menutup mulut abangnya tapi dirinya sangat pendek. Sehingga lebih tepatnya, Arasyi menginjak dengan sekuat tenaga kaki abangnya. “Akh!!”
Kemudian berlari ke halaman samping dengan memeluk kentangnya.
“Kaaabolllllllllllllll !!”
*
*
*
*
*
Malam harinya, setelah makan malam, Alana yang tidak tahu mau melakukan apa memilih duduk di balkon kamarnya yang menghadap jalanan.
Duduk di kursi yang biasanya diduduki oleh buyut kesayangannya. Tangannya mengusap tempat dimana buyutnya duduk.
“Bubu, Ana rindu.. Apa kabar bubu disana ?” ucapnya sambil menatap gemerlap bintang dilangit.
“Bubu sama Bucan, kalian pasti sudah bahagia disana. Sudah berdua lagi, hiks. Ana kangen,”
Kedua kaki Alana di angkat ke atas. Dia memeluk kedua kakinya dan menyandarkan punggungnya ke dinding.
Sebuah musik mengalun telah ia putar sebelumnya untuk menemani dirinya yang saat ini tengah merindukan seseorang.
“Ana,”
“Ana,”
“Ana, cicit bubu…” panggilan itu sontak membuat Alana terhenyak sebentar. Dia memastikan apakah dia sedang halusinasi atau tidak.
Namun, telinganya kembali mendengar suara yang memanggil namanya.
“Bubu, Apa itu bubu ?” tanya Alana dengan suara bergetar.
Alana menoleh kekiri dan kekanan. Tetapi tidak ada seorang pun disana kecuali dirinya sendiri. Suara itu lagi-lagi terdengar samar, jelas di telinganya dia seperti mendengar suara buyutnya.
“Cicitku, kebahagiaanmu dengan seseorang akan tiba. Berbahagialah…”
Alana terhenyak. Kebahagiaan apa ? Seseorang? Seseorang siapa yang akan datang ? Itulah yang dipikirkan oleh Alana.
Sementara di sisi lain, seorang pria tampan tengah mengelus punggung putranya yang sudah diberi salep oleh dokter. Setelah dia memasukan mertua dan adik iparnya ke penjara, Araska mengajak papinya untuk membeli salep di apotik terdekat.
“Maafkan papi, papi tidak tahu jika mereka memperlakukanmu seperti ini. Papi janji papi tidak akan membiarkan mereka menyakitimu lagi,”
Ceklek !
Atensi Araska menoleh ke arah pintu kamar putranya yang terbuka. “Alas sudah tidur, As ?”
“Udah, ma. Baru saja,”
Mama Rara menganggukan kepalanya. Dia berjalan mendekati putra dan cucunya.
“Bagaimana, apa mantan pengasuh Alaska sudah ditemukan ?”
Araska menggelengkan kepalanya. Dia juga tak menyangka bila mantan pengasuh putranya sulit ditemukan.
“Sulit menemukannya, ma. Sepertinya ada orang dibelakangnya sehingga dia bisa bersembunyi tanpa diketahui keberadaannya,”
“Tapi, mama tenang saja. As dan papa sudah meminta orang untuk melacak keberadaan Nana..”
Mama Rara mengangguk. Dia mengelus kaki cucunya yang tertutup selimut.
“ Mama tidak menyangka cucu kita akan mengalami hal seperti ini,”
Baru saja mengatakan hal tersebut, tiba-tiba saja cucunya menggumam nama seseorang yang membuat anak dan ibu itu saling pandang.
“Mami Ana..”
“Mami Ana ?”
Di sisi lain seseorang yang dicari oleh Araska kini tengah memadu kasih dengan seorang pria yang umurnya lebih tua darinya. Sosok inilah yang membantunya bersembunyi dari Araska.
Membawanya ke salah satu tempat yang tidak seorang pun mengenalnya.
Pria itu tampak menikmati permainan gadis mudanya. Hingga beberapa kali menahan keinginannya untuk m3l3d4k.
“Rasanya masih sama, sayang” kata pria itu.
“Lebih berasa aku atau istrimu, tuanku ?” tanya wanita itu dengan g3nit.
“Tentu saja, dirimu sayang. Kau mamlu membuatku melayang,”
Suara-suara merdu keduanya mengisi ruangan. Bahkan sudah berapa kali mereka bermain sejak pria itu membawa gadis muda di rumahnya yang tidak diketahui oleh siapapun termasuk istrinya.
“Tidak masalah seperti ini, asalkan keberadaanku aman..” ucap wanita itu dalam hatinya.