Mungkin ada banyak sekali gadis seusianya yang sudah menikah, begitulah yang ada dibenak Rumi saat ini. Apalagi adiknya terus saja bertanya kapan gerangan ia akan dilamar oleh sang kekasih yang sudah menjalin hubungan bersama dengan dirinya selama lima tahun lamanya.
Namun ternyata, bukan pernikahan yang Rumi dapatkan melainkan sebuah pengkhianatan yang membuatnya semakin terpuruk dan terus meratapi nasibnya yang begitu menyedihkan. Di masa patah hatinya ini, sang Ibu malah ingin menjodohkannya dengan seorang pria yang ternyata adalah anak dari salah satu temannya.
Tristan, pewaris tunggal yang harus menyandang status sebagai seorang duda diusianya yang terbilang masih duda. Dialah orang yang dipilihkan langsung oleh Ibunya Rumi. Lantas bagaimana? Apakah Rumi akan menerimanya atau malah memberontak dan menolak perjodohan tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon safea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 07
Dua hari telah berlalu dari dimana Rumi menemukan fakta bahwa kekasih yang amat ia cintai mendua. Yang lebih parah lagi adalah Rumi menangkapnya saat Digo sedang berciuman dengan wanita lain di sana.
Rumi benar-benar patah hati sampai ia memutuskan untuk tidak masuk kerja selama dua hari ini, gadis itu merasa kalau ia perlu menata kembali hatinya yang sudah hancur berkeping.
Selama dua hari ini pula Rumi hanya mengurung diri di dalam kamar sana. Keluarganya pun sudah mengetahui tentang apa yang baru saja menimpa dirinya dan beruntungnya Rumi, semua anggota keluarganya memaklumi masa-masa patah hatinya ini.
Kecuali Rafka yang hampir kelepasan mendatangi Digo karena sangat ingin melayangkan tinjuannya pada wajah menjijikan pria yang telah membuat sang kakak sedih berkepanjangan.
Namun sekarang Rumi sudah merasa lebih baik daripada yang sebelumnya. Bagaimana tidak, dua hari kemarin kan Rumi hanya menangisi nasib buruknya sembari terus saja bergelut dengan isi pikirannya sendiri.
Hari ini Rumi tidak akan mengurung dirinya lagi karena ia sudah berencana untuk keluar dari tempat ternyamannya itu. Rumi memutuskan untuk pergi ke salah satu mall sembari berharap kalau suasana hatinya akan kembali membaik.
"Nanti potong rambut nggak ya?" Sekarang Rumi sedang mematut penampilannya di cermin sana, sesekali ia memperhatikan rambutnya yang sudah mulai panjang.
Sebenarnya bukan karena sudah panjang yang membuat Rumi ingin memotong rambutnya, melainkan karena ia teringat dengan sesuatu. Ada yang mengatakan kalau ingin move on sepenuhnya adalah dengan cara memotong rambut.
"Ah enggak deh, soalnya gue kelihatan lebih cantik rambut panjang gini. Lagian juga nggak ada ngaruhnya lah ya sama move on." Akhirnya Rumi membuat keputusan sebelum benar-benar meninggalkan kamarnya.
Karena sekarang dirinya hanya tinggal seorang diri di rumah, jadi Rumi tidak perlu berpamitan pada siapapun itu. Ah palingan nanti Rumi akan mengirim pesan singkat pada sang Bunda agar beliau tidak kebingungan saat tak menemukan keberadaan Rumi di rumah.
Alih-alih menggunakan motor kesayangannya, Rumi lebih memilih untuk menggunakan taksi online yang memang sudah menunggu dirinya di depan pagar sana. Dan yang selanjutnya ia lakukan adalah menaiki kendaraan itu dan menunggu hingga dirinya tiba.
"Kok udah banyak anak sekolah yang masuk mall jam segini ya?" Begitu masuk ke dalam bangunan mall, Rumi dibuat salah fokus pada beberapa anak sekolah yang memakai seragam putih abu-abunya.
Di sanalah Rumi baru sadar kalau sekarang sudah pukul dua siang, pantas saja sudah ramai sekali oleh beberapa anak sekolah.
"Enaknya kemana ya?" Salahnya sendiri karena pergi tanpa memiliki tujuan yang pasti, sehingga kini Rumi jadi kebingungan sendiri.
"Beli buah aja deh, hitung-hitung selfcare supaya makin glow up." Saat rasa bingung sedang melanda, Rumi melihat ada sebuah supermarket di depannya saat ini.
Tadi niat hatinya kan Rumi hanya ingin membeli buah saja, tapi lihatlah apa yang justru ia beli sekarang ini. Bagian buah-buahan belum ia temui, tapi keranjangnya sudah penuh dengan beberapa bungkus makanan ringan.
"Oma ada dimana ya?" Saat dirinya sedang memilih permen mana yang ingin dibelinya, Rumi mendapati seorang gadis kecil yang terlihat seperti akan menangis.
Jiwanya sebagai seorang guru taman kanak-kanak membuat hati Rumi tergugah sehingga ia langsung mendekati anak tersebut dengan perlahan.
"Hai, mau kakak bantu nggak cari Omanya?" Tanpa basa basi yang panjang, Rumi segera menawarkan bantuan pada anak yang terlihat sangat cantik itu.
Mungkin karena merasa takut dengan kehadirannya Rumi yang tiba-tiba saja membuat gadis kecil itu memilih untuk diam dan mundur beberapa langkah. Ia juga teringat dengan pesan sang Ayah yang mengatakan tidak boleh berbicara dengan orang yang tidak dikenal.
"Kakak bukan orang jahat kok, beneran deh. Kakak cuma bantuin kamu aja kok." Sebenarnya agak sedih sih saat ada anak kecil yang tidak percaya pada dirinya. Apa jangan-jangan Rumi memakai riasan yang terlalu tebal ya sampai membuat anak ini takut?
"Gini aja deh, ayo kita kenalan dulu supaya kamu bisa percaya sama kakak. Kenalin, nama kakak Rumi. Kamu namanya siapa?" Selain menurunkan tubuhnya agar bisa sejajar dengan si gadis kecil, Rumi juga tidak lupa menunjukkan senyuman terbaik yang ia miliki.
"Joyie." Ah, jadi nama anak ini Joyie. Namanya menggemaskan sekali dan sangat cocok untuk wajah cantiknya.
"Oke Joyie, terima kasih ya karena sudah percaya dengan kakak. Sekarang ayo kita cari Omanya Joyie." Kali ini Rumi menjulurkan telapak tangannya di hadapan Joyie bermaksud meminta agar anak itu menggenggamnya, jangan sampai mereka terpisah lagi nanti.
"Kalau kakak boleh tau, Omanya Joyie pakai baju warna apa?" Yang kedua gadis berbeda generasi itu lakukan saat ini adalah berjalan menyusuri setiap lorong yang ada.
"Pakai warna hijau." Setelah mendapatkan jawaban, selanjutnya Rumi mulai mencari orang dewasa yang memakai baju berwarna hijau seperti yang Joyie katakan.
Mungkin Rumi tidak menyadari kalau sejak tadi Joyie memandang dirinya dengan kedua mata yang berbinar lucu, entah apa yang sedang gadis kecil itu pikirkan saat ini.
"Kakak, itu Omanya Joyie." Sebenarnya Joyie bisa saja langsung berteriak dan berlari menuju sang nenek yang ternyata sedang merasa khawatir juga, Joyie lebih memilih memberitahukannya terlebih dahulu pada Rumi.
"Ayo ke sana, sebelum nanti Omanya Joyie malah pergi." Joyie tidak tahu kalau apa yang Rumi katakan sebelumnya adalah pertanda kalau mereka harus berlari kecil menuju ujung lorong sana.
"Permisi, Bu." Begitu berada tepat di balik punggung seorang wanita yang Joyie katakan adalah Omanya itu, Rumi langsung menyentuh bahu wanita tersebut dengan hati-hati.
"Oh ya ampun Joyie!" Seharusnya yang pertama kali wanita itu lakukan adalah bertanya pada Rumi ada kepentingan apa gadis itu sampai menginterupsi dirinya, namun yang wanita itu lakukan malah langsung berlutut kala menemukan sosok mungil yang sejak tadi ia cari keberadaannya.
"Maafin Oma ya sayang, maaf karena Oma sudah lengah." Bisa apa Rumi selain membiarkan pasangan nenek dan cucu itu sembari melepaskan genggaman tangannya dan juga Joyie.
Dari pengakuan yang Rumi dengarkan, wanita itu pasti begitu menyesal sehingga ia bisa kehilangan sang cucu di tempat yang begitu luas ini.
"Kakak ini yang sudah membantu Joyie untuk bisa bertemu dengan Oma." Di sela keterdiamannya, Rumi malah dibuat takjub mendengar bagaimana cara Joyie berbicara.
Hebat sekali orang tua dari anak ini sampai mereka bisa mengajarkan cara berbicara yang sopan seperti itu. Tapi Rumi juga hisa mendengar kalau cara berbicaranya Joyie sedikit aneh.
"Terima kasih banyak ya nak karena sudah membantu cucu saya." Ah iya, Lisa hampir saja lupa kalau ada orang lain diantara dirinya dan juga Joyie. Orang itu juga yang telah membantu cucu kesayangannya ini, setidaknya Lisa harus berterima kasih terlebih dahulu.
"Sama-sama, Ibu. Saya justru senang karena bisa membantu Joyie, apalagi tadi dia seperti akan menangis." Ternyata bukan hanya Joyie saja yang sempat terhipnotis dengan senyumannya Rumi, karena Lisa juga merasakan hal yang sama.
"Kamu sudah selesai berbelanjanya, nak?" Eh ada apa ini? Kenapa beliau tiba-tiba saja memberikan pertanyaan seperti itu pada Rumi?
"Eh? Belum, Bu. Saya masih mau beli beberapa buah juga." Rumi kira percakapan mereka akan berakhir di sana, tapi ternyata yang selanjutnya wanita itu sampaikan pada Rumu membuat gadis itu sedikit terkejut.
"Kalau begitu saya akan menunggu sampai kamu selesai, karena saya ingin mengucapkan terima kasih dengan cara yang lebih baik lagi." Sungguh Rumi tidak bisa mengerti sama sekali dengan apa yang Lisa maksudkan saat ini sehingga ia jadi tidak tahu harus bersikap seperti apa.
kalau Kaka bersedia follow me ya ..
maka Kaka BS mendapat undangan dari kami. Terima kasih