Madava dipaksa menikah dengan seorang pembantu yang notabene janda anak satu karena mempelai wanitanya kabur membawa mahar yang ia berikan untuknya. Awalnya Madava menolak, tapi sang ibu berkeras memaksa. Madava akhirnya terpaksa menikahi pembantunya sendiri sebagai mempelai pengganti.
Lalu bagaimanakah pernikahan keduanya? Akankah berjalan lancar sebagaimana mestinya atau harus berakhir karena tak adanya cinta diantara mereka berdua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rajawali
Hari sudah beranjak malam, namun Madava tidak bisa tidur sama sekali. Hal ini dikarenakan sang mama yang tiba-tiba saja menghubunginya dan menanyakan progres hubungannya. Yang lebih membuatnya frustasi adalah permintaan sang mama agar Madava segera memberikannya cucu yang bisa ia timang-timang.
"Halo."
"Dava, gimana hubunganmu dengan Ayu? Baik-baik saja 'kan?" tanya Bu Shanum saat panggilannya diangkat.
"Baik, Ma. Takut bener menantu kesayangannya disakiti."
"Ya iyalah. Taulah kamu itu kayak gimana?"
"Kayak gimana maksud Mama? Aku nggak pernah nyakitin perempuan ya."
"Iya kalo perempuan lain. Tapi tidak dengan Ayu. Mata kamu itu kalau liat Ayu, udah kayak singa mau nerkam. Enak kalo nerkam untuk yang iya-iya. Lah ini, nerkam kayak mau cakar-cakar. Wajar 'kan kalau mama khawatir. Mau tanya Ayu, dia itu terlalu baik. Ditanya pasti jawabannya yang baik-baik mulu."
"Lah, emang kenyataannya baik-baik aja kok."
"Oh ya? Kalau baik artinya cucu Mama udah otw dong?"
"Cucu? Rafi? Memangnya Rafi mau Mama suruh kemana?" tanya Madava bingung sebab yang ada dalam pikirannya Rafi-lah yang dimaksud sang mama.
Bu Shanum berdecak. "Ngapain juga nyuruh Rafi keluar malam-malam, Dava. Ih, kamu ini begok apa tolol sih? Udah setua ini masih aja nggak paham maksud Mama," omel Bu Shanum.
Makin berkerutlah dahi Madava. "Begok sama tolol 'kan artinya sama, Mama. Kalau bukan Rafi, jadi siapa yang Mama maksud. Serius, Dava bingung tau nggak."
Terdengar geraman kesal dari Bu Shanum. Ingin rasanya ia mencakar-cakar wajah putranya itu karena kesal.
"Bayi, Dava. Bayi. Kalian udah nina-ninu 'kan? Artinya bayi kalian udah otw," ketus Bu Shanum.
Madava sampai tersedak ludah sendiri. Ia tidak menyangka sang ibu menanyakan itu. Bagaimana mereka bisa memiliki bayi, coba, tidur aja di kamar berbeda.
"Ba-bayi? I-iya, mama doain aja ya."
Tanpa sepengetahuan Madava, Bu Shanum mengerutkan keningnya di seberang sana. Ia bisa merasakan kegugupan Madava.
'Kok dia gugup? Apa jangan-jangan ... '
"Dava," bentak Bu Shanum. "Jawab pertanyaan mama, bagaimana hubungan kamu dengan Ayu? Jawab!" imbuhnya dengan intonasi meninggi.
"Baik. Baik. Hubungan kami ... "
"Bukan itu maksud Mama. Jawab, apa kamu belum melakukannya dengan Ayu? Jawab yang jujur!"
"Su-sudah kok. Kami ... "
"Jangan berbohong, Dava! Kamu mau kualat, hah?"
"Mama, Dava nggak bohong!"
"Masih mau berbohong? Kamu pikir mama sebodoh itu bisa kamu bohongi?"
"Ma ... " Madava sedikit menggeram.
"Kenapa suara kamu seperti itu? Kamu nggak suka Mama ikut campur urusan kamu? Kamu udah mulai berani melawan? Kamu udah nggak anggap Mama lagi? Kamu ... "
"Astaga, Mama, please deh, jangan bicara seperti itu. Iya, iya, memang Dava belum melakukannya. Udah 'kan."
"Astaghfirullah, Dava! Kamu nggak impoten 'kan? Atau kamu udah belok gara-gara ditinggal perempuan matre itu?" cecar Bu Shanum membuat mata Madava terbelalak.
"Mama, jangan ngadi-ngadi deh, aku nggak gitu. Aku juga normal. Sangat normal," bantah Madava jengkel dengan tuduhan sang mama.
"Kalau kamu normal, kenapa belum nidurin Ayu? Dia cantik, seksi, body goals banget lho. Kok kamu belum sentuh dia? Jangan sampai kamu nyesel lho? Kalau ada yang lirik dia, baru kamu tau rasa."
"Dih, pembantu gitu, emangnya siapa yang mau lirik? Kang satpam?"
"Eh, jangan salah, kamu liat aja, kalau ada yang nikung Ayu, baru kamu tau rasa. Udahlah, Mama nggak mau tau, pokoknya buatkan Mama cucu. Ini misi kamu sekarang. Pokoknya, dalam beberapa bulan ini mama mau mendengar kabar baik. Jangan bilang kalau kalian belum dikasih. Karena kalau dalam beberapa bulan Ayu belum hamil juga artinya kamu yang mandul. Atubsah terbukti subur. Tuh, buktinya dia ada anak. Jadi kalau dalam berapa bulan nggak ada kabar baik, artinya kamu yang nggak baik-baik aja alias mandul."
"Mama kok ngomong gitu sih?"
"Ya, mau gimana lagi itulah kenyataannya. Dah lah, mama tutup sekarang. Selamat menjalankan misi! Kalau perlu kembar."
Tut Tut Tut ...
Mata Madava sontak membulat saat panggilan sudah ditutup sepihak. Madava melempar handphonenya asal ke atas ranjang. Ia kesal dengan perkataan mamanya tadi. Kata-kata itu sukses menyentil harga dirinya.
"Mama kok gini amat sih. Nggak inget apa, ucapan itu adalah doa. Gimana kalau gue jadi beneran mandul coba?"
Madava bergidik sendiri. Ia memandang ke area bawah. Tepatnya sang rajawali yang bersembunyi di balik celananya. Ia menelan ludah. Otaknya mulai terkontaminasi. Membayangkan orang-orang menertawainya karena Ayu tak kunjung hamil. Orang-orang pasti akan mengira ia benar-benar mandul. Padahal Ayu tak kunjung hamil karena tidak ia sentuh.
"Aku harus bagaimana? Apa cerita aja langsung ya dengan Ayu? Katakan kalau mama minta cucu. Pasti dia mau melakukannya."
Terlalu banyak berdebat dengan Bu Shanum membuatnya haus. Madava pun keluar dan berjalan menuju dapur. Namun sesampainya di dapur, Madava terpaku. Di meja makan tampak Ayu yang sedang menikmati mie instan dengan nikmatnya.
Tapi ... yang membuat pikirannya terganggu adalah pakaian yang Ayu kenakan. Ayu tampak memakai daster tanpa lengan dengan panjang di atas lutut bermotif bunga-bunga.. Terlihat sederhana, tapi kenapa di mata Madava begitu memesona.
"Cantik dan seksi," gumamnya tanpa sadar.. Bahkan tanpa sadar rajawalinya sudah mengacung tegak di balik celana pendeknya.
Ayu yang merasa ada yang berbicara pun menoleh. Ia mengerutkan kening saat melihat Madava yang mematung tak jauh dari posisinya. Namun Ayu tetaplah Ayu. Ia cuek-cuek saja. Ia justru melanjutkan makannya membuat Madava menelan ludah sendiri.
Jengah terus diperhatikan, Ayu pun menoleh dan menatap tajam Madava.
"Mau sampai kapan berdiri di situ? Atau jangan-jangan kamu memang kesurupan?" Ayu bergidik ngeri.
Madava mendengus. "Iya, aku kesurupan," jawab Madava asal.
"Se-serius? Kamu nggak bohong?"
Ingin Madava tergelak melihat ekspresi Ayu sekarang.
Madava lantas mendekat. Ayu pun berderap berdiri dari kursinya. Karena gerakan yang tiba-tiba, kursi sampai terdorong. Ayu kehilangan keseimbangan sampai hampir terjatuh. Namun dengan cepat Madava meraih pinggang Ayu. Ayu memekik kaget apalagi kini tubuh mereka berdua sudah saling bersentuhan. Bahkan wajah mereka berdua nyaris tak berjarak. Keduanya seketika gugup. Ayu meronta ingin melepaskan diri, tapi Madava tidak mau melepaskannya. Ayu yang panik lantas tanpa sadar mengangkat lututnya hingga ...
"Aaaargh ... Rajawaliku," teriak Madava kesakitan. Ayu yang melihatnya panik. Ingin membantu, tapi takut Madava marah padanya. Jadi Ayu memilih kabur dari sana meninggalkan acara makannya yang sebenarnya belum selesai.
"Ayu, tanggung jawab kamu! Kalau rajawali ku sampai nggak bisa bangun lagi, awas kamu!" teriak Madava sambil mengusap-usap rajawalinya yang berdenyut-denyut.
Sementara itu, di dalam kamar Ayu tampak mengusap dadanya yang berdegup kencang dari balik pintu. Sesekali ia mengintip Madava dari balik pintu itu. Ia berjengit kaget saat mendengar teriakan Madava.
"Mati aku!" umpat Ayu bergidik ngeri saat mendengar teriakan Madava itu.
...***...
...Happy reading 🥰 🥰 🥰 ...