Pedang Pusaka menceritakan tentang seorang manusia pelarian yang di anggap manusia dewa berasal dari Tiongkok yang tiba di Nusantara untuk mencari kedamaian dan kehidupan yang baru bagi keturunannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cut Tisa Channel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Latihan Berat
Setelah sebulan lebih mereka membangun rumah yang berjumlah sembilan buah, kini rumah rumah itu sudah bisa mereka tempati.
Rumah paling depan yang paling luas halaman nya adalah tempat Xiansu yang kini tinggal bersama kelima murid muridnya.
Tepat disampingnya adalah rumah yang di tempati paman Bu bersama istrinya yang baru saja hamil. Banyak yang tidak menyangka bahwa mereka akan mempunyai keturunan, apalagi usia mereka berdua sudah tidak muda lagi.
Sedangkan ketujuh rumah lainnya bertebaran agak jauh sedikit dari kedua rumah yang memang memakan tempat sangat luas itu.
Tujuh orang yang kini diangkat adik oleh paman Bu bersama istri mereka tinggal di bangunan lain yang ada di sekitar.
Hanya dua orang diantara mantan tentara itu yang masih lajang. Sedangkan seorang lagi ialah duda yang istrinya telah meninggal dunia.
Hari hari Xiansu kini hanyalah bersemedi, membaca kitab kitab kebatinan dan mengajar murid murid intinya yang tidak lain adalah Sie Liong, Sie Meilan, Raghnaya, Siaw Gin dan Siaw Kim.
Ada juga mantan tentara yang biasa dipanggil Ahai dan Ahun yang belum menikah yang sering mengikuti latihan yang diberikan Xiansu secara khusus.
Namun mereka tidak menjadi murid langsung karna Xiansu hanya berfokus kepada kelima murid muridnya yang dipimpin oleh Siaw Gin yang memang paling tua diantara semua murid Xiansu.
Kelak, disitulah lahirnya sebuah perkumpulan silat ternama yang tersohor ke seluruh pelosok negeri.
Baik negara india, nepal, bhutan, mongolia dan china sendiri. Bahkan putra mahkota generasi selanjutnya kelak akan belajar di situ setelah Xiansu tiada.
Namun masa masa itu, masih sangat lama sekali. Kini kita lihat lagi keadaan Siaw Jin yang masih berlatih dengan sangat keras.
"Shifu, hari ini apa yang akan kita latih lagi?" Tanya Siaw Jin setelah selesai mandi.
Beberapa waktu lalu, dengan alat seadanya, Siaw Jin telah membuat sumur kecil dimana sebelumnya hanya menjadi tempat genangan air di dalam ruangan besar itu.
Dengan isyarat dari Shifu si beruang es, Siaw Jin segera mengerti bahwa dia harus mengikuti Shifu menuju lorong dimana Siaw Jin pernah tiba kesitu melewati lorong gua yang pengap tersebut.
"Kenapa kita kebawah sana?" Tanya Siaw Jin sambil berjalan di belakang beruang itu.
Dengan isyarat Shifu, Siaw Jin diharuskan diam dan hanya mengikuti beruang itu saja.
Ternyata pada saat jalan mulai menyempit, beruang itu menyentuh tonjolan langit langit lorong gua dan tak lama kemudian,
"Gurrhhh,, streeth, ggririiikkk". Suara sebuah batu pipih sebelah kanan terbuka dan ternyata dibalik pintu itu terdapat lorong gua yang lebih terang dan lapang.
Terang karena ada cahaya dari lubang dinding yang menerobos dan luas karena memang lorong itu seperti sengaja dibuat dan dipahat oleh tangan manusia yang pastinya sangat sakti.
Siaw Jin pun kini terus mengikuti Shifu berjalan dibelakangnya dengan santai.
Awalnya dia enggan untuk menuruni lorong pertama dari karena dia sudah pernah merasakan bagaimana kekurangan oksigen hingga hampir mati.
Namun jika dia tau ada jalan selebar dan sebaik ini, mau tiap hari bolak balik pun tidak akan ada masalah buatnya.
Setelah berjalan menurun selama setengah jam lebih, Siaw Jin dan beruang itu tiba di lorong buntu.
Namun tak berapa lama kemudian, dengan sedikit sentuhan dari beruang tersebut, sebuah pintu kembali terbuka dan menembus ke sebuah kamar.
Sesampainya mereka berdua ke kamar tersebut, perlahan lahan Siaw Jin ingat bahwa kamar itu adalah kamar dimana dia pernah masuk sebulan setengah yang lalu.
Namun jika ruangan yang dulu itu gelap gulita, ruangan yang ini lumayan terang.
Ketika Siaw Jin memperhatikan lagi, ternyata ada batu bulatan sebesar piring yang bergeser di dinding gua kamar tempat dimana sinar mentari masuk tanpa penghalang sedikitpun.
Atas petunjuk Shifu, Siaw Jin kini membaca coretan coretan di kamar itu yang merupakan tulisan tangan yang sangat indah yang di garis menggunakan ujung pedang.
Dinding itu hampir dipenuhi dengan tulisan tulisan sampai kelantai dan sebuah bebatuan seperti meja dimana tertancap pedang di atas nya.
Si beruang yang dari tadi hanya memperhatikan Siaw Jin melihat kesana kemari, kini mengeluarkan sebuah buntalan kain lusuh dimana terdapat tujuh buah bola bulat yang dimakan setiap hari oleh Siaw Jin.
Setelah menyerahkan bola itu dan menunjuk ke arah lubang sebesar piring dimana Siaw Jin di suruh minum dari situ, siberuang itupun pergi meninggalkan Siaw Jin kearah darimana mereka datang tadi.
Karena Siaw Jin masih bengong melompong, saat Shifu si beruang menutup pintu itu, Siaw Jin baru tersadar bahwa kini dia diharuskan berdiam disitu.
Siaw Jin kini kembali melihat tulisan indah yang ada di langit langit ruangan dimana tertulis,
'Awal mula dari sini. Makanlah persediaan makanan tiga hari satu. Minumlah air dari mana yang bisa didapat. Malam ini hari pertama harus sudah menghafal semua catatan yang ada di langit langit ruangan'.
Mulai lah Siaw Jin. Sibuk menghafal tulisan yang ada di langit langit kamar batu tersebut dimana tulisan indah itu bersambung sambung sampai dia menemukan tulisan 'selesai untuk sekarang'.
Yang dihafal oleh Siaw Jin adalah tata cara mengontrol ilmu dan tenaga yang kini seperti berlawanan didalam tubuhnya.
Sambil Siaw Jin menunggu malam, dia haya duduk bersemedi menenangkan pikiran dan berkonsentrasi penuh terhadap jalan napas yang keluar masuk dari hidung nya.
Lama juga Siaw Jin berada dalam keadaan semedi hingga matahari telah terbenam. Siaw Jin segera mengeluarkan sebuah ramuan bola dan menggigitnya dengan pelan.
Setelah selesai makan, diapun mencari air untuk diminum. Namun ke sudut manapun dia mencari, tidak ditemukan air sedikitpun.
Terpaksa Siaw Jin berlatih dalam keadaan haus dan sedikit seret. Hingga tiba pagi hari, Siaw Jin masih saja melatih semua pelajaran yang dihafalnya dari dinding kamar tersebut.
Tak lama dia berlatih pagi itu, hujan pun turun. Siaw Jin yang sudah kehausan dari semalam akhirnya bisa minum.
Dengan memutar otaknya, akhirnya Siaw Jin dapat menemukan cara untuk bisa minum dari air hujan yang ada di luar ruangan itu.
Dia membuka celana yang dipakainya. Setelah menjulurkan tangan yang memegang celananya keluar lubang sebesar piring itu, dia mencuci celana tersebut dan ketika dirasa sudah bersih, air hujan yang tertampung di celananya segera diperas ke mulutnya.
Rasanya nikmat bukan main. Waktu latihan yang ditundanya sebentar itu di gunakan untuk mencari celah di lantai yang kemudian dibersihkan nya hingga bisa di pakai menampung persediaan air.
Selesai melakukan hal itu, Siaw Jin kembali melanjutkan latihan dari tulisan yang saat hari akan terlihat, namun ketika malam, tak akan dapat dibaca sama sekali.
Malam keempat Siaw Jin berada di situ, dia sudah mampu menyesuaikan diri meskipun kadang dia harus menahan haus yang sangat dahsyat. Tidur pun kapan tidak mampu menahan rasa kantuk barulah dia tertidur sejenak.
Setelah mengkonsumsi ramuan bola yang kedua, Siaw Jin yang telah membaca tulisan di dinding kanan pun mempraktekkan pelajaran apa saja yang di ingatnya.
Jika bukan anak yang jenius seperti Siaw Jin, dapat dipastikan tak akan mampu melewati latihan yang sangat berat seperti ini.
Begitulah hari hari Siaw Jin yang berada dikamar tersebut selama dua puluh satu hari untuk menjalani latihan berat yang harus dilewatinya.
BERSAMBUNG. . .