Hubungan asmaranya tak seindah kehidupannya. Hatinya sudah mati rasa karena selalu dipermainkan oleh para pria. Namun, seorang pria yang baru pertama kali ia jumpai malah membuat hatinya berdebar. Akankah Violet membuka hatinya kembali?
Sayangnya pria yang membuat hatinya berdebar itu ternyata adalah pria yang menyebalkan dan kurang ajar. Gelar 'berwibawa' tidaklah mencerminkan kepribadian si pria ketika bersamanya.
"Kau hanyalah gadis manja, jangan coba-coba untuk membuatku kesal atau kau akan tau akibatnya." — Atlas Brixton Forrester.
****
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
aku minta maaf untuk kalian yg masih nunggu cerita ini update🙇 wifi ku gangguan beberapa hari ini, terpaksa aku beli kuota, dan lebih kesalnya lagi sinyal gampang hilang jdi susah kalo mau nulis di sini langsung, sebenarnya aku udh nulis di apk catatan yg ada di hp ku, eh ternyata pas mau aku salin, apk catatan nya ga bisa dibuka☺️ kesal? udah pasti! aku jd betmut karena udh lumayan banyak yg ku tulis di sana. akhirnya aku terpaksa ngulang lagi di sini dan itu harus memerlukan waktu:))
maaf banget ya teman-teman 🙏 bukannya ga mau update, tp memang ada kendala yg sangat menyebalkan yg sedang aku alami.
...Sebelum membaca wajib LIKE! ☺️...
...***...
Di luar sedang hujan lebat, Atlas dan Violet enggan beranjak dari ranjang. Jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi tetapi mereka masih asik bergelung dalam selimut tebal.
Keduanya hanya saling diam saja. Atlas mengelus rambut Violet dengan lembut, sedangkan si gadis memilih menikmati sambil memejamkan matanya.
Violet mengerutkan keningnya kala mendengar nafas Atlas yang berulang kali menghela, sepertinya Atlas ingin membicarakan sesuatu.
"Katakan saja," celetuk Violet.
"Hm?" Atlas menunduk menatap wajah cantik itu.
Violet membuka mata dan balas menatap Atlas. "Kau ingin bicara sesuatu, kan?" tanya Violet.
Atlas tersenyum tipis. Dia mendorong kepala Violet agar kembali bersandar di dadanya.
"Ayo cepat, katakan!" desak Violet, dia kembali mendongak.
Atlas menghela nafas, di mengusap wajahnya dengan frustasi. Pria itu terdiam sejenak sebelum berkata. "Aku meniduri wanita asing saat lembur kemarin..."
Plak! Tamparan keras dari Violet melayang ke pipi Atlas hingga dia merasakan kebas di tangannya.
Mata Violet berkaca-kaca, dia menatap Atlas dengan tatapan kecewa. "Apa maksudmu, sialan?!"
Atlas balas menatap mata berkaca-kaca itu dengan rasa sesal. Dia hendak menggapai tangan Violet, namun Violet segera menghindar dan memilih bergeser lebih jauh.
"Aku mabuk, wajar kalau aku kelepasan," elak Atlas.
"Wajar?!" pekik Violet. "Wajar katamu?! Coba, bagaimana kalau aku tidur dengan pria lain saat aku mabuk, apakah itu wajar?!"
"Jangan membesarkan masalah. Kita bisa bicarakan ini baik-baik," bujuk Atlas.
"Tidak bisa! Aku mau cerai!" Violet hendak beranjak dari ranjang, tapi Atlas langsung menarik tangannya dan membantingnya ke kasur. Pria itu berada di atas tubuh Violet sambil mencengkram leher mungil si gadis.
"Jangan coba-coba untuk menceraikan aku. Kita tidak akan pernah cerai sampai kapanpun!"
"Lepaskan aku!" pekik Violet. Dia memberontak saat Atlas mencekik lehernya dengan kuat, dia kesulitan bernafas!
"Kau jahat! Aku tidak sudi memiliki suami yang kotor!"
"Lepaskan aku, sialan! Lepaskan aku!"
"Violet! Hei! Bangunlah..."
Violet membuka matanya dengan lebar. Nafasnya tersengal-sengal. Tangannya reflek langsung memegang lehernya yang dicekik Atlas.
"Kau kenapa, hm?"
Violet langsung menoleh ke arah Atlas yang menatapnya dengan lembut. Dia mendorong tubuh kekar itu dan segera menjauh ke sudut ranjang. Matanya menatap takut pada Atlas.
Atlas yang melihat gelagat Violet pun merasa aneh. Bangun tidur kenapa gelagat Violet terlihat aneh, pikir Atlas.
"Kau mimpi buruk?" tanya Atlas dengan lembut, dia duduk dan menatap mata Violet dengan teduh, berusaha untuk membuat gadis itu merasa aman.
Bukannya menjawab, Violet malah tetap diam sambil menangis, tangannya pun tak lepas dari lehernya. Jika itu mimpi, kenapa terasa nyata? Cekikan dan bentakan Atlas pun membuat hatinya tersayat.
Keduanya saling diam. Atlas memberi waktu Violet untuk menenangkan diri.
Melihat istrinya takut kepadanya membuat Atlas tak tega. Apakah ini gara-gara kisah percintaan Violet yang selalu buruk? Dia bahkan tidak pernah berniat menyakiti Violet.
Hampir 5 menit mereka saling diam, Atlas pun memberanikan diri untuk meraih tangan Violet lalu menggenggamnya dengan hangat.
"Aku bukanlah pria seperti yang ada di mimpimu. Percaya padaku, aku tidak akan pernah menyakitimu, Violet. Aku tidak pernah bermain-main dengan pernikahan, kau harus tau itu," ujar Atlas. "Ku pastikan mimpi buruk mu itu tidak akan pernah menjadi nyata."
Keduanya saling menatap dalam diam. Tatapan teduh Atlas membuat hati Violet sedikit tenang. Dia pun mengangguk kaku. Sedetik kemudian Atlas langsung memeluk tubuh Violet dengan erat, dia juga membisikkan kata-kata penenang agar Violet lebih rileks.
"Kita akan terus bersama-sama. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu bahkan menyakitimu."
****
Setelah mimpi buruk tadi, Violet tidak ingin tidur. Mereka memilih memasak bersama. Terlihat sangat akur dari biasanya.
"Tumis ini. Aku ingin menggoreng ayam nya," titah Violet pada sang suami.
Atlas mengangguk patuh, dia segera melakukan apa yang Violet perintahkan.
Wajah Violet terlihat santai seperti biasa, namun sebenarnya otaknya masih memikirkan mimpi buruk yang menghantuinya tadi. Bohong kalau dia biasa saja. Mimpi itu terasa nyata dan rasa sakitnya pun sangat terasa.
"Jangan melamun." Atlas mengambil alih spatula yang Violet pegang dan menggeser tubuh si gadis agar menjauh dari kompor.
Violet tersentak, ia menatap Atlas yang sibuk membalikkan ayam yang dia goreng tadi.
"Maaf," katanya.
"Tidak ada yang salah, kenapa minta maaf?" Atlas menaikkan sebelah alisnya, lalu kembali melanjutkan kegiatannya.
"Biar aku saja yang—"
"Tidak perlu. Kau duduk saja di sana, tenangkan pikiranmu," sela Atlas. Dia menunjuk kursi pantry, menyuruh Violet agar duduk di sana saja.
"Tapi—"
"Duduk, Violet. Aku tidak bisa membiarkan mu melakukan sesuatu jika pikiranmu tidak fokus."
Violet mengangguk lemah. Akhirnya dia memilih untuk duduk di kursi pantry dan diam memperhatikan Atlas dari sana.
Sebenarnya dia sudah lumayan baik. Tapi ia masih sedikit teringat tentang mimpi buruknya tadi.
Ada apa denganku? Ayolah Violet, jangan memikirkan yang tidak-tidak. Batinnya.
Violet menuang air ke dalam gelas dan meneguknya hingga tandas. Ia menghela nafas berulang kali sebelum kembali bangkit menghampiri Atlas.
"Aku sudah merasa baik. Biarkan aku yang melakukannya," ucap Violet.
Atlas memperhatikan Violet lamat-lamat. "Kau yakin? Ah, lebih baik tidak perlu. Ini sudah hampir selesai."
"Aku yakin." Tanpa aba-aba, Violet mengambil spatula yang dipegang Atlas dan kembali melanjutkan kegiatannya yang tertunda tadi.
Atlas tersenyum tipis melihat wajah Violet yang sedikit tegang. Ia menunduk untuk mencium puncak kepala istrinya.
"Jangan memikirkan yang tidak-tidak. Lebih baik pikirkan masa depan kita."
Violet berdehem singkat sambil mengangguk. "Maafkan aku..."
"Sudah kubilang, jangan minta maaf."
Violet mengangguk, dia mendongak menatap suaminya. "Maaf."
"Violet..."
"Ah iya, maaf... Hehehe..."
***
kalau ky gitu mlah mirip binaragawan