seorang CEO cantik, seksi, dan galak, yang terjebak dalam dinamika dunia kerja dan cinta. Dia harus menghadapi tantangan dari mantan suaminya, mantan pacar Tanier, dan berbagai karakter wanita seksi lainnya yang muncul dalam hidupnya. Tanier, karyawan Lieka yang tampan, sabar, dan kocak, berjuang untuk memenangkan hati Lieka dan membantu perusahaan mereka bertahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanier alfaruq, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21: Badai Setelah Keheningan
Setelah malam yang penuh dengan keintiman dan kebahagiaan, Lieka dan Tanier merasa hubungan mereka telah mencapai titik baru. Ada keheningan yang nyaman di antara mereka, seolah dunia di luar kamar tidur hanyalah bayangan yang tak berarti. Namun, kedamaian itu tak bertahan lama. Pagi berikutnya, kenyataan datang dengan cepat, dan badai besar mulai mengancam.
Lieka terbangun lebih awal, tubuhnya masih terasa lelah setelah malam yang panjang. Dia melihat Tanier masih terlelap di sampingnya, wajahnya terlihat tenang. Namun, pikiran Lieka sudah dipenuhi oleh pekerjaan dan tantangan yang menunggu di kantor. Dia tahu, dunia bisnis tak memberi ruang untuk kelonggaran, dan terutama baginya, sebagai seorang CEO yang memimpin perusahaan besar.
Dengan hati-hati, dia bangkit dari tempat tidur, mengenakan pakaian, dan bersiap-siap untuk menghadapi hari yang panjang. Tanpa membangunkan Tanier, Lieka berjalan keluar dari kamar, menuju dapur untuk menyiapkan kopi. Saat dia menghirup aroma kopi yang menguar, pikirannya melayang ke pekerjaan besar yang harus ia selesaikan—proyek yang bisa menentukan nasib perusahaannya.
Di kantor, Lieka tahu tekanan akan meningkat. Ada banyak proyek yang menuntut perhatian, terutama proyek besar yang berisiko tinggi, di mana masa depan perusahaan bergantung. Tapi, selain itu, ancaman dari masa lalu mulai kembali menghantui.
Ponsel Lieka bergetar di meja dapur, menunjukkan sebuah pesan dari nomor tak dikenal. Dengan alis mengernyit, dia membuka pesan tersebut.
“Lieka, jangan pikir kau bisa melarikan diri dari bayang-bayang masa lalu. Kami belum selesai. —S.”
Jantung Lieka berdebar keras. Pesan singkat itu langsung memunculkan bayangan Sugi, mantan suaminya yang dulu meninggalkan bekas luka mendalam di hidupnya. Setelah bertahun-tahun, Sugi kembali mengancam untuk mengguncang kehidupan yang baru saja ia bangun dengan susah payah.
Lieka menghembuskan napas panjang, mencoba meredam kekhawatirannya. Dia tahu ini tak akan mudah, tapi dia tak bisa membiarkan Sugi memengaruhinya lagi. Dia sudah kuat dan lebih berani sekarang.
Saat Lieka mulai tenggelam dalam pikirannya, Tanier muncul dari kamar, tampak segar namun wajahnya dipenuhi rasa ingin tahu. “Pagi, sayang. Kau terlihat... berpikir keras. Ada sesuatu yang salah?”
Lieka tersenyum tipis, meski kekhawatirannya masih terlihat di wajahnya. “Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Hanya urusan pekerjaan,” bohongnya.
Tanier mendekat, merangkulnya dari belakang, mencium lembut rambutnya. “Aku tahu ada yang lebih dari sekadar pekerjaan. Tapi kalau kau butuh waktu, aku akan ada di sini.”
Keheningan sejenak mengisi ruangan, dan Lieka merasakan sedikit kenyamanan dari pelukan Tanier. Namun, pesan itu masih menghantuinya, menunggu untuk menyerang kapan saja. Dia tahu bahwa waktunya menghadapi masa lalu sudah dekat, tapi dia harus memilih cara yang tepat untuk melindungi semuanya—terutama hubungannya dengan Tanier.
“Aku harus pergi ke kantor,” ujar Lieka, memutuskan untuk menenggelamkan kekhawatirannya dalam pekerjaan. “Ada banyak hal yang perlu aku urus.”
Tanier melepas pelukannya, mengerti bahwa ini mungkin lebih besar dari yang dia duga. “Baik, tapi jangan ragu untuk bercerita kalau kau siap. Aku akan selalu mendukungmu.”
Lieka mengangguk dan berjalan menuju pintu, membawa tekad baru. Dia harus siap menghadapi apa pun yang datang, baik di dunia bisnis maupun di kehidupan pribadinya. Ancaman dari Sugi dan tekanan dari proyek besar menantinya, tapi Lieka Fahrom tidak akan mundur dengan mudah. Tidak lagi.
Lieka tiba di kantornya dengan perasaan yang campur aduk. Setelah pesan misterius dari Sugi, pikirannya tak pernah bisa sepenuhnya fokus. Langkahnya teraSa lebih berat saat ia melewati lobi yang luas dan modern, tempat di mana para karyawan saling menyapa dengan hormat. Senyum yang biasa terpancar dari wajahnya tampak sedikit memudar. Semua orang di kantornya terbiasa melihat Lieka yang galak dan tegas, tapi hari ini ada sesuatu yang berbeda, meskipun hanya segelintir yang menyadarinya.
Begitu memasuki ruangannya, Lieka segera menyalakan komputer dan mulai membuka dokumen-dokumen proyek besar yang akan menjadi titik balik bagi perusahaannya. Namun, matanya terus melirik ke arah ponsel yang tergeletak di meja, seolah menunggu sesuatu yang buruk terjadi lagi. Dia tidak bisa membiarkan pesan dari Sugi mengalihkan fokusnya. Masalah besar ini harus diselesaikan dulu.
Beberapa saat kemudian, Tanier mengetuk pintu dan masuk dengan ekspresi serius di wajahnya. “Lieka, aku tahu kau bilang semuanya baik-baik saja, tapi aku bisa melihat bahwa sesuatu mengganggumu. Apa ini tentang pekerjaan? Atau... sesuatu yang lebih pribadi?”
Lieka menghela napas dan menatap Tanier dengan pandangan yang lebih lembut. Meski galak di tempat kerja, kehadiran Tanier selalu membawa sedikit rasa tenang di hatinya. “Ada hal yang tidak bisa kuceritakan sekarang, Tanier. Tapi percayalah, ini sesuatu yang harus kuselesaikan sendiri.”
Tanier mengangguk, mengerti bahwa Lieka sedang menjaga jarak bukan karena tak percaya, melainkan karena ini memang masalah yang sangat pribadi. “Aku di sini kalau kau butuh bantuan. Kau tahu itu, kan?”
Lieka tersenyum tipis, menghargai dukungan Tanier meskipun tidak mengungkapkan semuanya. “Terima kasih. Aku menghargai itu.”
Sebelum mereka bisa melanjutkan pembicaraan lebih dalam, sekretaris Lieka, Nadia, tiba-tiba masuk dengan tergesa-gesa membawa setumpuk berkas. "Maaf, Bu Lieka, ada masalah besar di departemen pemasaran. Data penjualan terakhir menunjukkan penurunan yang signifikan. Tim meminta Anda untuk datang ke ruang rapat segera."
Lieka menegakkan bahunya, memaksa diri untuk fokus pada pekerjaan. “Aku akan segera ke sana.” Ia menoleh ke Tanier. “Kita akan bicara nanti, oke?”
Tanier mengangguk, meski rasa khawatirnya tak hilang. Dia tahu bahwa beban di pundak Lieka semakin berat, terutama dengan proyek besar dan ancaman dari masa lalunya yang belum terungkap sepenuhnya.
***
Di ruang rapat, suasana sangat tegang. Tim pemasaran dan keuangan berdebat sengit, masing-masing berusaha mencari siapa yang bertanggung jawab atas penurunan yang tiba-tiba ini. Saat Lieka memasuki ruangan, semua suara langsung mereda. Kehadirannya yang tegas selalu memunculkan rasa hormat—atau mungkin takut.
“Baik, jelaskan dengan jelas apa yang terjadi,” perintah Lieka dengan nada dingin.
Salah satu manajer pemasaran maju ke depan, dengan tangan gemetar sedikit. “Angka penjualan produk terbaru kita turun drastis dalam dua minggu terakhir. Kami menduga ada kampanye pemasaran yang gagal di beberapa wilayah kunci.”
Lieka memandang data di layar proyektor, setiap angkanya tampak seperti pukulan lain ke perusahaannya yang sudah berjuang keras. Di saat inilah, dia sadar bahwa proyek besar yang dia rencanakan mungkin juga bisa terancam. Perusahaan ini tidak bisa bertahan lama jika masalah-masalah seperti ini terus bermunculan.
Dia menatap seluruh ruangan dengan tatapan tajam. “Ini bukan hanya tentang pemasaran yang gagal. Ini adalah masalah strategis. Kita perlu segera mengidentifikasi di mana letak kesalahan dan memperbaikinya. Jika tidak, kita semua akan tenggelam bersama.”
Semua orang menunduk, merasa beratnya tekanan yang sedang mereka hadapi. Lieka tahu bahwa ini adalah ujian bagi kepemimpinannya. Dia harus membawa mereka keluar dari krisis ini, sementara di saat yang sama, dia juga harus menghadapi ancaman dari Sugi dan menjaga hubungannya dengan Tanier agar tetap utuh.
Setelah rapat selesai, Lieka kembali ke ruangannya dengan kepala penuh pikiran. Sebelum dia bisa merenungkan lebih jauh, ponselnya kembali bergetar. Kali ini, bukan pesan dari Sugi, melainkan dari pengacara perusahaannya.
**“Sugi baru saja mengajukan tuntutan hukum terkait salah satu aset perusahaan yang masih atas namanya. Kami harus bertemu untuk membahas ini segera.”**
Lieka terdiam sejenak, napasnya terasa berat. Ancaman Sugi bukan hanya tentang masa lalu mereka yang gagal, tetapi juga tentang bisnis. Ini lebih serius dari yang dia duga. Tekanan di pekerjaannya semakin menumpuk, dan sekarang, masa lalu yang ia coba tinggalkan datang menyerangnya dari dua sisi.