Pindah sekolah dua kali akibat dikeluarkan karena mengungkap kasus yang tersembunyi. Lima remaja dari kota terpaksa pindah dan tinggal di desa untuk mencari seseorang yang telah hilang belasan tahun.
Berawal dari rasa penasaran tentang adanya kabar duka, tetapi tak ada yang mengucapkan belasungkawa. Membuat lima remaja kota itu merasa ada yang tidak terungkap.
Akhir dari setiap pencarian yang mereka selesaikan selalu berujung dikeluarkan dari sekolah, hingga di sekolah lain pun mengalami hal serupa.
Lantas, siapakah para remaja tersebut? Apa saja yang akan mereka telusuri dalam sebuah jurnal Pencari Jejak Misteri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Teror Berantai
Dalam situasi yang menggegerkan begitu mendadak, disela-sela semuanya saling bersahutan memanggil temannya.
Listrik di kantor desa seketika kembali menyala. Keadaan yang awalnya ricuh dan tak ada pencahayaan sama sekali, kini berakhir dapat melihat dengan jelas.
"Alhamdulillah, ya Allah. Akhirnya nyala juga lampunya," ucap Ninda menghela nafas lega.
Di dalam ruang kerja kantor desa itu Ninda dengan Intan masih berpelukan, sedangkan Reyza berkali-kali mencari sosok Ratu yang hilang. Ia bahkan sampai menepuk bahu Cakra serta Bisma untuk dimintai bantuan.
"Kok Ratu gak ada sih? Dia di mana?! Ada yang liat Ratu gak?!" Suara Reyza sedikit keras karena itu perihal kembarannya.
Semuanya menggeleng dengan tatapan iba. Cakra menarik Reyza keluar dari kantor.
Sementara Bisma menjaga Intan dan Ninda.
"Gue dikabarin sama Bang Panca, dia bakal ke sini secepatnya. Karena dia udah firasat katanya, bakal ada yang gak beres." ucap Cakra, berusaha menenangkan Reyza.
Kembaran Ratu itu meraup wajah kasarnya sebelum akhirnya listrik di kantor desa mati lagi.
"Astaghfirullah! Ah, kenapa ini mati lagi sih! Gue takut ngerti gak!" teriak Ninda marah, karena dirinya tahu jika kondisi tersebut bukan ulah manusia.
Reyza dan Cakra yang mendengar langsung kembali menuju dalam kantor. Mereka mencari keberadaan Ninda, Intan, serta Bisma.
"Nin! Lo di mana?" tanya Reyza sembari berjalan gelap-gelapan.
"Gue di tempat yang tadi, Rey!"
Kemudian mereka semua pun kembali berkumpul.
"Lo udah hubungin mas Panca belum, Rey?" tanya Bisma.
"Udah, bentar lagi pasti sampai."
Pada saat itu juga Bisma bertanggungjawab atas apa yang menimpa dirinya serta teman-temannya.
"Guys, kalian duduk dulu di sini, okey? Gue mau hubungi Bayu,"
Bunyi jam dinding di kantor desa membuat Intan berdecak kesal. "Gue yakin ini pasti bukan perbuatan manusia!" celetuk Intan.
Bisma dengan lembutnya mengusap bahu Intan agar tenang.
"Jangan emosi, Tan. Dijaga amarahnya, ya? Kita lagi di desa orang lain masalahnya, dan gue dari tadi ngehubungin Bayu juga gak aktif." kata Bisma mulai merasa tidak tenang.
"Tapi, Bis ... Ini tuh udah keterlaluan banget, kenapa kita gak pernah tenang sih buat tinggal sementara di beberapa tempat? Memangnya kita ini apa, gitu loh."
Cakra dengan sigapnya mengawasi keadaan di sekitar temannya kala ia merasakan hawa sesuatu yang aneh.
"Kita ini sepertinya bukan orang biasa. Sebab kalau orang biasa, tidak mungkin di berbagai tempat kita mengalami banyak gangguan." jawab Cakra.
Seolah firasat Cakra begitu kuat bahkan tidak meleset. Sebuah laptop yang biasa digunakan oleh Ratu untuk mengerjakan tugasnya, tiba-tiba layar laptopnya menyala sendiri.
Kelima remaja tersebut pun sontak terkejut. Tetapi, berbeda dengan reaksi Cakra yang justru seperti sudah menduga akan terjadi.
"Astaghfirullah!" sebut Ninda dan Intan bersamaan.
Dalam layar itu terpampang jelas gambaran berbentuk video menceritakan tentang kisah yang telah silam.
Memperlihatkan sebuah desa tersebut, yang dulunya masih menjadi kehidupan seperti pada umumnya. Warganya saling membantu, bergotong royong dan ramai para anak-anak rajin bersekolah.
Namun, dilayar itu tiba-tiba menampakkan sebuah rekaman seperti ilmu hitam datang dengan sekali sekejap membuat seisi desa—
"Hah? Jadi, desa ini sebelumnya namanya Desa Budijoyo? Loh, kenapa sekarang jadi Desa Sewujiwo?" tanya Ninda merasa tak masuk akal saat melihat palang nama desa itu dulunya adalah Desa Budijoyo.
Detik kemudian layar laptop kembali menayangkan ulang apa yang terjadi di masa silam.
"Pak, ojo wani-wani ngelakoni koyo kue, Pak! Nek kowe koyo iki terus piwe anakke dewek? Mbok yo melas aring Bayu lan Fisya, Pak!" jerit Bu Mirah histeris kewalahan mencegat suaminya.
Seorang suami Bu Mirah itu Pak Bejo, beliau tetap keras ingin pergi ke hutan jati untuk bertemu dengan seseorang yang dilarang oleh istrinya.
"Alah! Aku ngelakoni iki juga kanggo dewek, Bu! Bapak uwes kesel urip koyo ngene iki, aku pengen duwe kebon lobak sing amba! Meh podho njaluk ming aku, terus dewek bakal ulih duit akeh."
Selepas membentak istrinya dengan kasar, beliau pun menepis tangan Mirah sampai wanita tersebut tersungkur ke tanah di depan halaman rumah mereka.
Melihat keributan itu, Bayu dan Fisya bersamaan keluar dari dalam rumah usai memperhatikan kedua orang tua nya yang bertengkar setiap hari.
"Bu, uwes yo? Ojo terlalu dipikirke lah, soal bapak iku ra usah diurus meneh." kata Bayu pada saat itu masih empat belas tahun.
"Enggih, Bu. Mpun lah," sahut Fisya yang masih sekolah SD kelas 6.
•••••
Sedangkan Ratu masih tetap berlari usai dari lorong toilet guru. Ia terus melangkahkan kakinya tanpa arah yang jelas, sehingga tanpa disadari ia beralih ke rentetan bangunan kedua. Yang dimana letaknya jauh lebih dekat dengan sebuah gerbang pintu masuk ke dalam Sekolah Dasar tersebut.
Bangunan kedua terdapat berbagai kelas serta mushola, dan sebuah rumah untuk mereka tinggal atau lebih tepatnya tempat yang katanya akan mereka tempati. Namun, berakhir tidak pernah jadi.
Langkah yang terlalu tergesa-gesa membuat Ratu terjebak datang ke sebuah kantin. Di sana Ratu tiba-tiba melihat sesosok wanita tua tengah berdiri membelakanginya.
Jika ditanya, Raru akan menjawab bahwa dirinya hanya setengah percaya tentang apa yang dilihatnya itu manusia.
Kembaran Reyza itu berdiri terdiam sambil menatap sosok wanita tersebut.
Cah pitu kok apik temen ....
Teka mung niat sinau ...
Nanging podho salah panggon ...
Bocah-bocah kuwi ...
Iso mlebu ra iso metu ...
Mendengar suara wanita itu bernyanyi dengan nada khas seperti sinden menggunakan bahasa Jawa, Ratu langsung bergidik ngeri.
Saking perasaan takutnya, ia bahkan sampai tak sengaja menginjak daun kering yang mengakibatkan wanita tersebut menoleh menghadap kepadanya.
"Arep tumbas opo, Nduk?"
Sontak Ratu terkejut bukan main saat dirinya melihat sosok wanita itu ternyata adalah Bu Mirah. Tetapi, yang jauh lebih membuat Ratu sampai memundurkan langkah sejauh satu meter karena wajah Bu Mirah hancur sebelah.
"Astaghfirullah, i-i-ibu ... Bu Mirah kenapa? Ya Allah, Bu ... " lirih Ratu sambil menutup mulutnya tak menyangka hingga matanya berkaca-kaca.
Sosok yang diduga Mirah, tersenyum menyeringai. Menampakkan wajah pucatnya, giginya kuning, rambutnya acak-acakan dan sangat kotor.
Hanya dengan melihat senyuman dari bibir robek Bu Mirah, Ratu berujung berlari secepat mungkin menuju gerbang pintu masuk.
Akan tetapi, belum sempat Ratu melewati perbatasan antara sekolah dasar dengan kantor desa, tiba-tiba ia dihadang oleh sosok Pak Bejo.
Lagi-lagi ia dibuat tak menyangka dengan apa yang telah terjadi. Matanya sontak mendelik saat ia melihat Pak Bejo memegang golok.
"Arep maring ngendi, Nduk ...?"