NovelToon NovelToon
The Marriage Of Moon And Dew

The Marriage Of Moon And Dew

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Nikahmuda / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: dzataasabrn

Terlahir dari orang tua yang membenci dirinya sejak kecil, Embun Sanubari tumbuh menjadi laki-laki yang pendiam. Di balik sifat lembut dan wajah tampannya, tersimpan begitu banyak rasa sakit di hatinya.

Ia tak pernah bisa mengambil pilihannya sendiri sepanjang hidup lantaran belenggu sang ayah. Hingga saat ia memasuki usia dewasa, sang ayah menjodohkannya dengan gadis yang tak pernah ia temui sebelumnya.

Ia tak akan pernah menyangka bahwa Rembulan Saraswati Sanasesa, istrinya yang angkuh dan misterius itu akan memberikan begitu banyak kejutan di sepanjang hidupnya. Embun Sanubari yang sebelumnya menjalani hidup layaknya boneka, mulai merasakan gelenyar perasaan aneh yang dinamakan cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dzataasabrn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Moon and Dew

Saras mengalungkan tangannya ke leher Sanu, mengusap lembut rambut bagian belakang suaminya itu dengan penuh perhatian sementara bibirnya masih bertaut dengan bibir Sanu.

Sanu mengeratkan pelukannya di pinggang Saras, ini adalah ciuman kedua mereka setelah ciuman yang mereka lakukan di hari pernikahan. Ia berusaha menyalurkan semua perasaan dan kekhawatirannya pada Saras, ia ingin Saras bisa merasakan betapa berartinya ia bagi Sanu dan betapa Sanu menyayanginya.

Saras tersenyum di tengah ciuman mereka lantaran menyadari betapa payahnya Sanu dalam berciuman. Saras melepaskan ciuman mereka dan memandang Sanu dengan tatapan sendu, sesuatu di dalam perutnya kini terasa sangat menggelitik bersamaan dengan detak jantung yang kian tak berirama.

"Kamu tentu pernah berciuman kan sebelumnua?" Saras tersenyum tipis seraya memperhatikan Sanu yang kini tengah berusaha mengatur napas, dadanya naik turun dengan bibir yang sedikit bengkak.

"Tentu saja pernah, kita kan berciuman di hari pernikahan kita."

Saras tertawa pelan, Sanu terlihat begitu menggemaskan dengan wajah bingungnya sekarang.

"Maksudku dengan orang selain aku, tentu kamu pernah mencium orang lain sebelumnya kan?" Saras menelengkan kepalanya seraya menarik tangannya yang sejak tadi masih sibuk membelai rambut di belakang kepala Sanu.

Sanu membuang muka, ia terlihat malu.

Saras membelalak, ia menutup mulutnya dengan kedua tangan dan menggeleng tak percaya.

"Jadi ciuman pertamamu adalah denganku di hari pernikahan kita?"

Sanu mengangguk malu, ia benar-benar merasa cupu sekarang. "Bisakah kamu tidak memperjelasnya begitu?"

Saras tertawa melihat reaksi Sanu. Astaga, ia tidak mengira apa yang didengarnya itu adalah hal yang nyata. Mana mungkin masih ada cowok seperti dia di dunia ini, terlebih dengan seluruh harta dan kekuasaan yang orang tuanya miliki? Rasanya sangat sulit untuk mempercayainya. Tapi kali ini berbeda, reaksi Sanu begitu natural dan Saras yakin Sanu tidak berbohong. Lagipula, Saras bisa mengetahui bahwa Sanu jarang berciuman dari betapa payah dan kakunya ia di ciuman mereka barusan.

"Jadi kamu juga belum pernah berpacaran sebelumnya?" Saras mengalungkan tangannya di leher Sanu, menelisik sorot mata Sanu yang benar-benar terlihat salah tingkah menghadapi pertanyaan Saras.

"Kamu tahu jawabannya," Sanu menghindari kontak mata dengan Saras dan memperhatikan bulan yang nampak mulai naik di langit malam itu.

Saras tertawa sekali lagi, "Tidak pernah menyukai orang lain?"

Sanu menoleh ke arah Saras, istrinya itu benar-benar terlihat puas mengerjainya seperti ini.

"Kalau suka, aku pernah menyukai orang lain sebelum bertemu kamu," Sanu mengatakan hal itu dengan jujur tanpa berusaha menutupi apapun. Ekspresi Saras nampak berubah, bukan ekspresi kesal, melainkan ekspresi serius dan penasaran.

"Siapa dia? Bagaimana kamu menyukainya?" Saras mengajukan pertanyaan itu dengan sangat santai. Tangannya masih terkalung di leher Sanu dan matanya masih lekat menatap wajah tampan di hadapannya itu.

Sanu menoleh ke arah Saras, memperhatikan ekspresi istrinya itu dan mempertimbangkan apa yang harus ia katakan. Walau itu adalah masa lalu, tetapi Sanu tetap tidak ingin salah bicara dan membuat Saras merasa sedih.

"Dia adalah sahabatku sejak kecil. Dia adalah satu-satunya teman perempuan yang aku miliki dan kami tumbuh bersama. Aku rasa itu perasaan suka. Tetapi Kak Sania bilang yang aku rasakan bukan cinta. Dan aku tau itu memang bukan cinta setelah aku bertemu kamu. Perasaan yang kurasakan padanya sangat berbeda dengan apa yang aku rasakan untuk kamu," Sanu berkata dengan hati-hati sembari sesekali mengamati ekspresi Saras.

Saras tersenyum samar, tatapannya melunak. Hatinya terasa hangat mendengar ucapan Sanu. Sejujurnya Saras masih merasa sangat penasaran dengan kisah Sanu dan sahabatnya itu, tetapi Saras berusaha menahan diri untuk tidak membicarakannya sekarang. Mereka masih memiliki ribuan hari bersama dan Saras bisa menanyakan semua hal tentang Sanu di lain hari. Setidaknya sekarang Saras tahu bahwa orang di hadapannya ini memang orang terbaik yang dikirim Tuhan untuk hadir di hidupnya yang suram. Secercah cahaya untuk hari-harinya yang gelap.

Saras mendekap Sanu dengan erat, lantas melepaskan pelukan itu dan mendaratkan kecupan hangat di dahi Sanu. Saras menangkup pipi Sanu dengan kedua tangannya, "Aku senang mendengarnya. Betapa beruntungnya aku bisa menjadi gadis pertama yang mencium kamu, menjadi orang pertama yang dicintai oleh kamu."

Sanu tersenyum hangat, ia memeluk Saras sekali lagi dan menunjuk ke arah bulan yang bersinar terang di atas mereka. Begitu jelas dan indah dari tempat mereka berdiri.

"Bolehkah aku memanggil kamu Bulan mulai sekarang?" Sanu berujar pelan, lengannya mendekap bahu Saras dari samping dengan lembut.

Saras menoleh ke arah Sanu seraya menyelipkan rambutnya yang tertiup angin ke belakang telinga, "Tentu saja kamu bisa memanggil aku dengan apapun. Tapi kenapa kamu tiba-tiba ingin memanggilku dengan nama itu?"

Sanu tersenyum simpul seraya menunjuk ke arah bulan malam itu, "Agar berbeda dengan orang lain, hahaha."

"Tapi kalau boleh jujur, setiap kali melihat bulan di langit malam, aku selalu mengingat kamu. Lagipula kalau dipikir-pikir kamu dan bulan itu lumayan mirip. Dia menyinari langit malam yang gelap dengan sinarnya yang temaram, sementara kamu menyinari hidupku dan orang-orang di sekitar kamu dengan kehadiranmu." Sanu mengatakan hal itu dengan bersungguh-sungguh hingga membuat Saras tercekat. Seumur hidupnya, itu adalah hal paling baik yang ia dengar tentang dirinya.

Saras menahan untuk tidak tersenyum dan mencoba tetap terlihat cool, "Kalau begitu kamu boleh memanggilku Bulan. Dan apa aku boleh memanggilmu Embun?"

Sanu sedikit terkejut mendengar ucapan Saras, tak sabar mendengar alasan Saras memanggilnya dengan nama depannya. Barangkali ada makna filosofis yang tersembunyi seperti dirinya barusan.

"Tentu saja boleh, tapi apa alasannya?"

Saras mengagumkan bibirnya dan melepaskan dirinya dari pelukan Sanu. Ia berjalan maju dan menyandarkan sikunya di tepian papan pembatas danau, "Karena kamu memanggilku dengan nama depanku jadi aku juga akan melakukan hal yang sama. Fair enough? "

Sanu menelan ludah sekaligus kekecewaannya, ia berjalan dan mensejajari posisi berdiri Saras, "More than enough."

Saras tertawa sekali lagi saat melihat ekspresi kecewa Sanu, meski laki-laki itu berusaha mati-matian menyembunyikannya, Saras dapat melihatnya.

Sanu melirik ke arah Saras dengan wajah cemberut, "Kamu menikmati sekali mengerjaiku ya?"

"Hahaha iya!"

Sanu menarik tangan Saras dan menggelitikinya sebagai balasan atas kejahilan istrinya itu. Saras tertawa terbahak-bahak seraya mencoba menghindari Sanu. Keduanya bermain kekar-kejaran seperti anak kecil selama bermenit-menit dan saling bertukar tawa dengan lepas. Tawa lepas yang entah kapan terakhir kali mereka rasakan.

Saras berusaha menghindari Sanu dengan gesit, sementara Sanu berusaha terlihat sedang mengerahkan usaha terbaiknya untuk menangkap Saras di saat dirinya justru berusaha mengalah dan membiarkan Saras bersenang-senang. Ini kali pertama Sanu melihat Saras tertawa, dan bagi Sanu itu adalah hal paling indah yang pernah dilihatnya. Suara tawa Saras sangat merdu dan anggun di saat yang bersamaan, membuat Sanu ingin terus mendengarnya.

Di tengah kebersamaan mereka malam itu, ponsel Sanu yang masih tertinggal di dalam mobil nampak menyala oleh beberapa notifikasi yang masuk. Tanpa Sanu sadari saat itu, sesuatu yang besar sedang menunggunya. Sesuatu yang tidak ia kira akan akan menimpa hidupnya yang sesaat ia kira akan membaik.

1
thieewiee
semangat kk
thieewiee
menyala author Q/Drool/
sisdelb: aaa maacii kaak🥰
total 1 replies
Aisyah Siti
nextt kak
thieewiee
lope lope sebakul buat autor udah crazy up
sisdelb: 😭😭 jadii semangat nulisnya karena pada antusias minta updatee. makasii banyak yaa buat supportnyaaa, lopee sekebon💞
total 1 replies
Culprit Heart
yaampun saras kamu janga Nethink duluuu
Culprit Heart
ya Tuhan😭😭😭 Author beneran isunya tendang pelecehan mulu yaaa
sisdelb: sorryy kaak😭. sejujurnya aku mau bikin reader kita aware aja sama isu sexual abuse karena aku pun pernah ngalamin hal serupa. entah itu orang asing atau orang terdekat, kita pokonya harus selalu aware dan waspada
total 1 replies
Culprit Heart
ati ati kemakan omongan sendiri neng
Culprit Heart
kocak banget😭
Culprit Heart
hahahaha sanuu gemes banget dah
Culprit Heart
wkwk avvvv
Culprit Heart
beneran cowok langka
Culprit Heart
astogenggg naksir ini mah
Culprit Heart
wkwkw jokes bapak bapak bgt jir
..
lanjuut
..
udah lama gk bca cerita author ini. menarik dan bikin penasaran
Culprit Heart
gaya penceritaannya bagus
Culprit Heart
lanjuttt thoorr
Culprit Heart
hahahah ketawanya ang ang ang dong😭😭😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!