Agnia merupakan anak keluarga kaya raya. Ia akan berencana akan menikah dengan kekasihnya namun tepat di hari pertunangannya, ia malah melihat kekasihnya bermain api dengan sahabatnya sendiri.
Ia pikir status dan derajat yang sama bakal membuat semuanya bahagia. Tapi, ternyata ia jatuh pada seseorang yang bahkan tidak pernah dia pikirkan sebelumnya....
"Kehormatan mu akan terganggu jika bersama pria seperti ku!"
"Apa pentingnya kehormatan jika tak mendatangkan kebahagiaan?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35. Welcome back
Zidan langsung membukakan pintu mobil untuk Airlangga begitu pria itu sudah tampak keluar. Setelah sang bos masuk, Zidan buru-buru menutup lalu mengemudikan mobilnya meninggalkan area cafe.
Dari reaksi Airlangga yang tersuguh, Zidan sungguh tak dapat menyimpulkan apapun. Semuanya masih abu-abu cenderung gelap. Bosnya itu terlihat menatap nanar jalan raya. Apakah permintaannya di tolak oleh Agnia mentah-mentah?
"Ehem!" Zidan berdehem ingin melebur kesunyian.
Airlangga yang mendengar laki-laki muda itu berdehem langsung mengerti maksud Zidan.
"Dia menyetujui!" ungkapnya.
Maka wajah Zidan jadi merekah cerah. Dugaannya rupanya salah. "Wah, benarkah?"
Tapi, kenapa air muka bosnya masih saja mendung? Entahlah, meskipun ia sudah ikut Airlangga selama bertahun-tahun, tapi sisi lain pria itu masih sukar ia selami.
"Buatkan surat kontrak secepatnya!"
"Baik kak!"
Arah pandang Airlangga kembali menatap ke jalan raya. Entah apa yang pria itu sedang pikirkan. Yang jelas, Airlangga pasti sedang memikirkan hal yang tak sepele.
"Jangan sampai kau masuk dalam perangkap mu sendiri kak. Aku tahu Agnia suka padamu!" kata Zidan dalam batin.
Sementara Agnia yang kini sudah berada di kamarnya terlihat guling-guling sendiri dengan hati berbunga-bunga. Ia lalu bangun sembari melihat bonsai Bugenvil yang tadi di kemarin di beri oleh Juan.
"Kau tahu, aku hari ini sangat senang. Setiap hari aku bakal bisa bersamanya!" ia berbicara kepada bonsai itu. Seolah tumbuhan itu merupakan teman bicaranya.
Karena gabut, ia malah mengetik sebuah pesan lalu mengirimkannya kepada nomor Airlangga yang sudah ia dapat dari Zidan semalam.
Lama ia berpikir, tentang pesan apa yang pas untuk ia kirim kepada Airlangga. Sebab ia juga tak ingin terlihat jual murah. Ya, meksipun ia tak dapat menipu diri tentang gejolak yang makin menggila usai bertemu tadi siang.
"Aku besok akan ada pertemuan di kantor. Kau bisa langsung ke sana."
Ia menunggu balasan dengan cemas. Begitu ada notif, Agnia buru-buru membuka ponselnya tapi sejurus kemudian ia langsung menyuguhkan raut kecewa sebab balasan itu bukan dari Airlangga melainkan pesan dari Juan.
"Besok aku jemput?"
Ia malas menjawab, " No need!"
Sementara Airlangga yang sudah membuka pesan dari Agnia, merasa tak perlu membalas karena ia merasa jika itu merupakan sebuah pemberitahuan yang tidak perlu untuk di tindaklanjuti lagi. Cukup ia ingat sebagai bentuk tanggung jawab pada tugas hari pertama.
Saat sibuk menyiapkan surat kontrak, ia di kejutkan dengan suara gaduh di luar. Ia buru-buru keluar untuk melihat dan memastikan apa yang sedang terjadi.
Setibanya di luar, ia mendapati Daud serta Ardi yang terluka di bagian wajahnya karena berkelahi dengan seorang pria yang usianya sama dengan Zidan.
"Ada apa ini?" tanya Airlangga seketika membuat semua orang menoleh termasuk pria berjaket hitam di depan sana.
"Kakak, laki-laki itu tiba-tiba datang dan menyerang kantor kita tanpa sebab!" tutur Daud.
Airlangga seketika maju lalu berdiri di hadapan Bumi Rekta yang tampak berkeringat usa berkelahi. Saling melempar tatapan tajam.
"Siapa kau?" tanya Airlangga.
Dan pria itu malah menunjukkan senyuman bengis. "Kau yang namanya Airlangga?"
Airlangga diam. Mengamati baik-baik wajah pria yang kenapa malah mengenalnya.
"Aku hanya ingin mengingatkan mu. Waktu mu tidak banyak. Kalau sampai pesta tahun baru kau tidak memberikan benda itu!" Bumi maju dan menatap tajam Airlangga dari jarak yang sangat dekat. "Tidak hanya dua orang itu yang bakal ku hajar, kau akan aku lenyapkan!"
"Hey!" teriak Daud dan Ardi tak terima.
Airlangga hanya mengangkat tangan sebagai jawaban agar Daud serta Ardi tak kembali terpancing. Bumi lalu pergi usai memberikan ancaman. Membuat kesemua orang mengepalkan tangannya geram.
Sepeninggal Bumi, kesemua anak buah Airlangga merubungi Airlangga. Sungguh ingin tahu kenapa Airlangga tak membiarkan mereka membalasnya.
"Kakak, kau kenal dia? Dia benar-benar kurang ajar!"
Tapi Airlangga langsung pergi tanpa menjawab pertanyaan adik-adiknya. Dan Zidan yang melihat hal itu dari kejauhan, merasa sangat sedih sebab ia tahu beban yang sedang di tanggung oleh Airlangga.
Di kamar, Airlangga menghisap rokok dengan pikiran serius. Jika ia tak mengambil resiko, maka ia juga tidak akan tahu hasilnya. Dan Zidan, yang tahu kesedihan kakaknya, mengintip di balik pintu bersama Tian. Ia ingin masuk tapi sepertinya Airlangga sedang ingin sendiri saat ini.
"Bagiamana?" tanya Tian dengan nada lirih.
Zidan lalu membisikkan sebuah kata ke telinga Tian yang membuat laki-laki itu langsung mengangguk setuju.
***
Pagi ini, Agnia sebenarnya berniat menuju ke kantor dengan mengendarai mobil sendiri sebab nanti ia ingin pulang bersama Airlangga. Tapi Juan rupanya sudah datang menjemput.
Ya, Juan adalah laki-laki anak dari sahabat paman Yahya yang dulu sempat ingin di kenalkan namun ditolak mentah-mentah oleh Ayah Agnia sebab sudah ada Jovan.
Juan merupakan seorang CEO muda. Ia memiliki perusahaan mesin yang di pasok untuk mobil juga kendaraan bermotor.
"Aku juga akan ke kantor. Jadi, sekalian aku jemput kamu. Om Yahya bilang, kamu hari ini ke kantor kan?" ucap Juan sesaat setelah turun dari mobil menyongsong Agnia.
Agnia sebenarnya tak ingin di jemput, toh semalam ia sudah mengatakan, tapi pria itu malah tetap menjemputnya. Merasa tak enak hati, Agnia pun masuk ke mobil.
"Tidak perlu sering-sering menjemput ku Juan!" kata Agnia mencoba berkata jujur.
"Kenapa, setelah kau putus dengan Jovan, aku masih memiliki kesempatan untuk dekat denganmu lagi kan?"
Agnia hanya diam. Lebih tepatnya bingung mau menjawab. Hatinya sudah tertambat pada satu nama.
"Aku belum memikirkan untuk memulai hubungan lagi!" balasnya berbohong.
"Tak apa, aku bisa menunggu!"
"Tapi aku..."
"Aku tahu, kau pasti masih trauma. Aku bisa mengerti. Apalagi, kau pasti kehilangan kepercayaan kepada laki-laki kan setelah kejadian itu?" sahut Juan yang membuat kalimat Agnia terjeda.
Agnia terdiam. Juan bukan pria jahat dan brengsek seperti Jovan. Tapi sejak mengenal Airlangga, ia tak bisa membohongi diri jika ia sangat merasa nyaman dengan pria itu.
Agnia akhirnya sampai di kantor bersama Juan beberapa waktu kemudian. Saat mereka tiba, rupanya Airlangga juga sudah menunggu di sana. Pria itu tampak di antar oleh Tian.
Agnia langsung turun dan meninggalkan Juan yang menyipitkan matanya demi melihat dua laki-laki yang kini sedang di temui oleh Agnia.
"Kalian sudah datang dari tadi?" tanya Agnia.
Tapi Airlangga tak langsung menjawab dulu, ia malah melihat pria berjas yang kini sedang berjalan ke arah mereka.
"Kami barusaja tiba!" kata Tian menyahut sebab Airlangga malah fokus pada pria berjas yang kini sudah tiba di hadapan mereka.
"Siapa?" tanya Juan pada Agnia
Agnia tersenyum elegan. "Ini Airlangga, dan yang ini Tian. Airlangga ini bodyguard ku dulu, dia akan bekerja untuk ku lagi!"
"Tidak ku sangka kau benar-benar ingin memproteksi dirimu lagi Agnia. Ini bagus!"
Juan tersenyum lalu mengulurkan tangannya "Halo, aku Juan!"
Airlangga sempat terdiam sebelum akhirnya membalas jabatan tangan Juan.
" Airlangga!"
"Juan!"
"Tian!"
Agnia diam-diam melihat Airlangga yang pagi ini terlihat keren dan ganteng sekali. Pria itu juga semakin berotot saja.
"Oh ya, kalau gitu aku pergi dulu. Kalau kau sudah selesai rapat dan tidak ada acara lagi, kita bisa makan siang bersama."
Agnia mengangguk.
" Da!" ucap Juan melambaikan tangan sebelum melangkah menuju mobilnya.
Agnia membalas Juan dengan berdada juga.
Airlangga melihat interaksi di depannya dengan tak bereaksi. Tapi Tian tahu jika pria bernama Juan itu seperti menaruh perhatian pada Agnia.
"Tadi itu, pacarmu kak?" tanya Tian yang tak bisa menahan diri untuk tak bertanya.
"Bukan! Dia, temanku!"
"Oh!" Tian manggut-manggut.
"Alright, aku harus segera kembali. Zidan memintaku untuk mengantar ke bandara. Kak, aku pergi dulu!"
"Hemmm!" jawab Airlangga.
Kini tersisa lah dua orang di sana. Agnia merasa deg-degan.
Agnia lalu menjulurkan tangannya. "Welcome back!" ucapnya usai meyakinkan diri.
Airlangga tersenyum, " I'll do my best!"