Demi kehidupan keluarganya yang layak, Vania menerima permintaan sang Ayah untuk bersedia menikah dengan putra dari bosnya.
David, pria matang berusia 32 tahun terpaksa menyetujui permintaan sang Ibunda untuk menikah kedua kalinya dengan wanita pilihan Ibunda-Larissa.
Tak ada sedikit cinta dari David untuk Vania. Hingga suatu saat Vania mengetahui fakta mengejutkan dan mengancam rumah tangga mereka berdua. Dan disaat bersamaan, David juga mengetahui kebenaran yang membuatnya sakit hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PutrieRose, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35 PENGAKUAN TAK TERDUGA 1
Langit sedang menangis, sore hari ini. Air hujan membasahi seluruh jalanan di kota. Disaat semua berteduh dari derasnya air, berbeda dengan wanita cantik itu. Ia sengaja berlari dibawah hujan yang deras. Bersamaan dengan tubuhnya yang basah, ia menangis sehingga tak menampakkan bahwa dirinya sedang bersedih.
"Nyonya!" teriak seorang pria yang masih memakai pakaian formal lengkap. Diikuti wanita yang sedang bersamanya itu ikut turun dari mobil.
"Aduh pingsan. Nyonya Vania pingsan," ucap Mawar begitu khawatir.
Suasana malam yang mencekam disertai orang-orang yang memasang wajah tegang. Hujan masih rintik-rintik menghabiskan sisa-sisa air hujan di awan yang gelap.
Suara isak tangis tak berhenti. Rissa dan Amira saling berpelukan. Mereka sama-sama mengkhawatirkan Vania yang berada di ruang perawatan.
"Dok, gimana?" Seorang dokter perempuan berkacamata tersenyum.
"Nyonya Vania sudah sadar. Dia hanya mengalami dehidrasi," kata dokter tersebut dan mempersilahkan anggota keluarganya untuk bergantian menjenguk.
"Vania .... Ya Tuhan, Nak. Kalau badan kamu lagi gak fit, jangan pergi sendirian." Amira memeluknya dengan hangat. Ia mendengar cerita dari Reno yang tak sengaja memergoki Vania yang berada di jalan sendirian.
"Iya, Sayang. Lain kali kamu gak boleh pergi sendirian lagi," tutur Rissa.
Vania hanya terdiam. Pandangannya masih kosong. Ia memejamkan matanya singkat sembari mengingat apa yang telah terjadi.
"Kepalaku tiba-tiba pusing tadi," jawabnya.
"Iya, Sayang. Ya sudah, istirahat saja. Kalau butuh apa-apa bilang ke Mama ya," ujar Rissa sembari mengelus tangannya.
Amira yang melihat perlakuan Rissa pada Vania merasa terharu.
"Rissa begitu menyayangi Vania? Syukurlah Vania memiliki ibu mertua yang sangat baik dan perhatian."
"Hm, jangan lupa juga ya, Vania. Ibu juga di sini. Ibu akan menemani kamu malam ini," ujar Amira tak mau kalah.
"Sissy di rumah sama siapa, Bu? Apa ayah ada di rumah?"
Rissa langsung menyenggol lengan Amira. "Putrimu yang satunya di rumah sendirian," sindirnya.
"Hm, ayah di sini. Nanti Ibu suruh ayah pulang saja. Ibu—"
"Ibu pulang aja sama ayah. Sissy kasian di rumah sendirian. Kalau Ibu di sini, besok yang siapin sarapan siapa? Gak bisa kalau Sissy hanya tinggal sama ayah. Sissy selalu bergantung sama Ibu."
Perkataan Vania ada benarnya juga. Dengan berat hati, Amira pamit untuk pulang. Ia percaya pada Rissa yang akan menjaga Vania di sini.
"Mama juga sebaiknya pulang. Nanti Mama sakit karna kelelahan menjaga aku," kata Vania membuat Rissa sedikit terkejut. Bukan hanya menyuruh Amira pergi, Vania juga menyuruhnya.
"Loh, kok Mama diusir sih. Kamu gak mau Mama temenin?" Rissa memasang wajah yang kecewa.
"Bukan gak mau, Ma. Vania hanya khawatir sama kesehatan Mama juga. Suruh Andin sama Rara aja untuk ke sini, Ma," usulnya kemudian.
"Hm, gak. Mama sudah suruh David ke sini. Mungkin besok baru sampai."
"Mas David sibuk, Ma. Dia sedang cu—" Dia memotong ucapannya sendiri dan kemudian meralatnya, "Mas David sedang ada kerjaan di luar kota, Ma. Jangan ganggu dia."
"Aku tidak boleh memberitahu Mama soal Mas David cuti. Aku tidak mau Mama kepikiran dan jatuh sakit. Biarin ini rahasia yang akan aku simpan sendiri sampai Mas David pulang."
"Haha, Anda bercanda, Nyonya. Bukankah tuan David sedang cuti tiga hari? Dalam laporan saya, tidak ada tertulis pemakaian mobil kantor dan perjalanan bisnis ke luar kota." Salah seorang staf memberitahu perihal ketidakhadiran David dikarenakan apa. Vania sengaja datang disaat jam-jam pulang kantor. Ia menyelinap masuk ke bagian staf-staf yang berada di lantai bawah. Ia berpikir akan sulit menemukan sebuah informasi, tapi ternyata semudah itu. Vania tidak perlu mengeluarkan beberapa ancaman.
"Terimakasih atas infonya."
DEG.
Karyawan wanita tersebut tiba-tiba langsung tersadarkan akan sesuatu. "Aku keceplosan?"
Hatinya begitu sakit saat mendengar kenyataan tersebut.
"Cuti kemana dia? Pergi kemana? Sama siapa? Bahkan Reno tak ada belas kasihannya sama aku. Dia sama saja!!!" geramnya. Tangannya menarik-narik kain ranjang seperti singa yang kelaparan. Hingga tak terasa infus ditangannya lepas dan darah berceceran jatuh ke lantai.
"Ya Tuhan, Nyonya!" Andin dan Rara sangat shock dan buru-buru memanggil perawat. Mereka baru saja tiba dan sudah disuguhi pemandangan yang menyayat hati.
"Nyonya, apa yang terjadi? Apa barusan Anda sengaja menyakiti diri sendiri?" tanya Rara dengan wajah yang cemas.
Vania memandang kedua pelayan tersebut sekilas. Rasanya ia tak mempercayai siapa pun di dunia ini. Ayah ibunya yang ia sayangi ternyata sudah menyembunyikan identitasnya yang asli selama ini, begitu pun Sissy. Suaminya yang ia percayai akan menjadi pelindungnya, malah bertubi-tubi membohonginya. Reno dan Mawar pun sama saja.
Dan kedua pelayan tersebut, Vania tak mau membicarakan apa pun pada mereka.
"Tidak, aku tadi mau turun dan gak sengaja ke tarik," jawabnya.
"Syukurlah. Lain kali hati-hati ya, Nyonya."
TING!
Satu pesan masuk. Tertera nama suaminya mengirimkan sebuah pesan.
[Keadaan kamu gimana? Apa kata dokter? Aku sedang perjalanan pulang.]
Satu pesan darinya cukup membuat senyumnya sedikit naik. Walaupun ia masih kecewa dan sakit hati tapi pesan darinya seperti obat yang tak diharapkan.
[Tubuhku mungkin sudah baik-baik saja. Tapi hatiku tidak.]
Ia membalas pesan tersebut. Tapi baru sedetik ia kirim. Tiba-tiba ....
[DELETE]
Vania menghapus pesannya kembali sebelum David membacanya. Ia mengurungkan niatnya untuk membalas.
"Selamat pagi, Nyonya." Reno datang bersama Mawar sembari membawa bucket bunga mawar yang besar. "Ini bunga pesenan dari tuan David. Walaupun orangnya belum sampai di sini tapi hadiahnya sudah sampai," ujarnya dengan senyum lebar.
"Cepat sembuh ya, Nyonya," timpal Mawar.
Saat mendengar bahwa bunga itu dari David, Vania menerima bunga itu dengan perasaan bahagia. Tapi ia menyembunyikan perasaan bahagianya dengan memasang wajah datar.
"Pergilah kalian," usirnya kemudian.
Keduanya langsung terkejut saat Vania tiba-tiba mengusir mereka.
"Oh ya, sebelum itu aku mau berterimakasih dulu pada kalian yang sudah menyelamatkan aku kemarin. Tapi atas kesalahan yang telah dilakukan kalian, aku tidak bisa menerima. Kalian terlalu jahat!!!" serunya.
DEG.
Reno dan Mawar langsung saling pandang. "Maaf, Nyonya. Mak—"
"David gak ada perjalanan bisnis ke luar kota, kan? Dia itu ngajuin cuti! Cuti tiga hari! Iya, kan???"
Keduanya langsung gelagapan. Saling narik baju satu sama lain.
"Mampus," kata Reno dalam hati.
"Hmm. Nyo—"
"Pergi kalian!!!" usirnya lagi.
"Iya, Nyonya. Kita akan pergi. Tapi untuk itu kita tidak tahu ya, Nyonya. Nyonya tanyakan langsung saja pada tuan David. Kami permisi." Reno langsung bergerak keluar sembari menarik Mawar. Mawar sebenarnya ingin mengatakan sesuatu tapi Reno menariknya dengan kasar.
"Sayang, kasian nyonya Vania. Apa sebaiknya kita bilang jujur aja sekarang? Aku gak tega," ujar Mawar dengan matanya yang berkaca-kaca.