NovelToon NovelToon
Saat Aku Bernafas Aku Berharap

Saat Aku Bernafas Aku Berharap

Status: tamat
Genre:Tamat / Mafia / Konflik etika / Mengubah Takdir / Romansa
Popularitas:10.5k
Nilai: 5
Nama Author: Rurri

Mengejar mimpi, mencari kebahagiaan untuk mendapatkan apa yang diinginkan, Raka harus menghadapi keadaan pahit atas dosa-dosa sosialnya, juga konflik kehidupan yang tak berkesudahan.

Meski ada luka dalam duka, ia harus tetap bersabar. Demi bertemu kemanfaatan juga kebahagiaannya yang jauh lebih besar dan panjang.

Raka rela mengulang kembali mimpi-mimpinya. Walaupun jalan yang akan dilaluinya semakin terjal. Mungkinkah semesta akan mengamini harapannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rurri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Negerinya Tauke

Malam ini kami tiba di tempat lokasi, tak ada sinyal dan tak ada internet. Hanya ada deru ombak dan angin kencang yang akan menemani hari-hariku ke depannya. Rasa sesal makin lebat saat terlintas dalam benak, amarah ibu waktu itu. Meskipun ibu sudah memaafkan dan tak pernah membahasnya. Namun, rasa itu masih membekas di hati. Dinginnya jeruji besi yang pasti tahu.

Benar apa yang dulu pernah dikatakan oleh bapak guru di pesantren. "Pikirkan dulu baik-baik rencanamu. Waktu belajarmu di sini masih panjang dan kamu masih muda. Kalau kamu nggak bisa menahan keinginanmu sekarang, bisa jadi, kamu akan kehilangan masa-masa terbaikmu. Ingat, penyesalan selalu datang terlambat. Saya selaku Wali Kelas, hanya bisa mengingatkan kembali tujuanmu dari rumah."

Aku mencoba mengingat-ingat kembali tujuanku datang ke pesantren. Meninggalkan kampung halaman yang kian hari kian keras. Melangkahkan kakiku yang rapuh agar terhindar dari segala bentuk kriminalitas dan pergaulan bebas. Ternyata, lima tahun tidak cukup untuk membentengi diriku sendiri. Patah hati telah membawaku ke lembah hitam.

Sepulangnya dari pesantren, masa-masa indah itu hanya bertahan selama delapan bulan saja. Aku sama sekali tidak berguna jika tidak diukur dengan angka. Demi menunjukkan diri untuk mendapatkan dia kembali, segala cara aku lakukan.

Bulan masih menggelantung terjebak di kesunyian tengah malam. Melihat ke segala arah, melihat banyak pertanyaan. Mana timur, mana barat, bingung merenung menjadi ombak yang menggunung menerjang batu-batu karang. Lalu bau asin dihembus angin, menerpa wajah-wajah susah. Kita tidak bisa memilih dari rahim siapa kita dilahirkan, tahu-tahu terlahir ke dunia ini begitu saja. Waktu terus bergulir. Kita juga tidak pernah berpikir saat pertama kali terlahir ke dunia. Bagaimana cara kita bertahan hidup menjadi manusia, balita, anak-anak, juga remaja, tahu-tahu sudah menjadi dewasa. Waktu terus bergulir. Barangkali mungkin, ini yang harus terjadi, tak ada guna meratapi. Kita, kan pergi dan ditinggal pergi.

Aku tidak ingin jatuh dilubang yang sama kedua kalinya.

"Tawur ... ," pekik Mang Usup, membuyarkan lamunanku saat memancing.

"Tawur!" seru Mang Usup mengulangi sembari tangannya memberi isyarat, menganjurkan semua ABK segera mengangkat senar pancingnya masing-masing.

Aku menoleh ke sana - kemari, mengikuti pergerakan yang lain. Puluhan lampu cumi yang berjejer mengitari atap kapal, satu per satu dipadamkan. Jarak pandang menjadi samar, seluruh bagian kapal gelap, hanya menyisakan empat buah lampu yang bertengger menjulang ke arah sisi kanan kapal, di biarkan menyala menyorot ke dasar laut, supaya ikan dan cumi berkumpul di satu titik yang sudah ditentukan.

Mang Usup dan Arman bersiap-siap di depan roda gardan. Sepuluh ABK lainnya mengangkati cincin-cincin besi pemberat yang saling menghubungkan dengan payang, semacam jaring-jaring besar untuk menangkap ikan dan cumi.

Mang Usup dan Arman mulai melilitkan tali payang ke gardan. Satu - dua cincin besi di atas golak berjatuhan, berurutan masuk ke dalam air seiring dengan jatuhnya payang. Posisi payang menjadi membentang membentuk persegi empat sama sisi di atas permukaan air. Kedua sisi, kanan dan kiri payang dikaitkan pada tali lewang dan dijepit pen besi agar payang mudah dilepaskan saat ikan dan cumi mulai berkumpul. Bertahap lampu yang bertengger menjulang ke kanan kapal, dipadamkan satu per satu hingga tersisa satu buah lampu yang menyorot ke dasar laut, sampai konsentrasi ikan dan cumi berpusat hanya pada satu titik yang sudah ditentukan.

Suasana menjadi gelap gulita, semua pandangan tertuju pada setitik cahaya yang menyorot ke dasar laut. Ribuan bahkan jutaan ikan dan cumi perlahan-lahan naik ke permukaan berkumpul di sumber cahaya yang tersisa.

Suara peluit berbunyi, dua orang yang sedari tadi memegang tali payang di depan dan belakang kapal, langsung melepaskan tali yang digenggamnya. Cincin-cincin besi meluncur ke bawah bersamaan dengan menguncupnya payang yang masuk ke dasar laut.

Mang Usup dan Arman bergegas melilitkan tali payang lainnya ke roda gardan. Perlahan-lahan payang diangkat naik ke atas kapal seiring dengan menyalanya lampu-lampu travo yang berjejer di atap memancar terang ke segala arah.

Ini kali pertamanya, aku menyaksikan, dan bekerja sebagai nelayan cumi. Takjub juga terheran-heran, begitu kayanya laut kita ini. Satu kali tangkapan saja bisa menaikan berton-ton ikan dan cumi.

Tetapi mengapa, masih ada maling sepeda demi untuk membeli makan. Tetapi mengapa, masih ada pribumi yang tak sanggup membayar kontrakan. Tetapi mengapa, masih ada pribumi yang putus sekolah karena tak sanggup membayar.

Radio berdesis. "ALONG ... ." Senyum kegirangan nampak di wajah Juru mudi, tawa renyahnya terbawa angin sampai ke telinga tauke.

Kami melanjutkan memancing setelah selesai memisahkan ikan dan cumi sembari menatanya ke dalam kaleng besar. Kemudian kaleng-kaleng tersebut dimasukkan ke dalam ruangan freezer untuk di bekukan.

Begitu saja kami melewati hari-hari selama beroperasi di laut Natuna. Jam kerja kami hanya di malam hari, dari mulai terbenamnya matahari hingga terbitnya matahari. Waktu pagi sampai sore kami gunakan untuk beristirahat.

Dua purnama telah berlalu. Teknik memancingku sudah meningkat dari sebelumnya. Bahkan aku sudah bisa menggunakan tiga senar pancing secara berurutan, dan hasil tangkapanku perlahan mulai mengejar hasil tangkapan para senior yang sudah berpengalaman.

Memancing cumi berbeda dengan memancing ikan. Memancing ikan bisa dilakukan oleh siapapun tanpa harus belajar, sedangkan untuk memancing cumi kami harus belajar terlebih dahulu, agar jari-jari tangan tidak sobek atau bahkan bisa putus.

"Nggak bahaya?" kata Tegar, ia sekarang sudah pensiun dari lingkaran hitam dan sudah dua kali ini menjadi ABK di KM. Bintang Timur.

"Selama masih jauh dari leher, aman-aman saja," candaku.

"Bagaimana caranya memainkan pancing rawe?" tanyanya Tegar.

"Tinggal dipegang rapi-rapi seperti ini." Aku mencontohkannya pada Tegar. "Tapi ingat, saat mau melemparkannya harus tahan nafas sampai pemberatnya jatuh ke dasar laut." Jailku sambil mempraktekkannya, lima belas udang-udangan tergenggam di tangan kiriku dengan kail-kail tajam, dan tangan kanan memegang satu besi pemberat. Jika salah melemparnya, tangan langsung sobek, berdarah-darah. Perlahan aku melemparkan udang-udangan ke laut sampai dengan selesai.

"Kamu kok bisa secepat itu menguasainya," ucapnya Tegar. "Aku sudah mencobanya berkali-kali hasilnya seperti ini." Menunjukan jari-jarinya yang robek dan bengkak akibat terkena mata kail udang-udangan.

Aku hanya tertawa.

Tegar kembali lagi ke tempatnya. Setiap ABK mempunyai tempat memancingnya sendiri, sesuai yang sudah ditentukan saat pertama kali kapal berangkat berlayar dari pelabuhan Bahari.

Bekerja di laut, tidak mengenal hari libur atau tanggal merah. Walaupun kami sedang sakit, kami tetap di tuntut untuk bekerja, juga sekalipun ada badai angin, hujan lebat, ombak besar, tidak bisa di jadikan alasan. Kecuali, saat nyawa kami sudah sampai di kerongkongan atau badan kami hilang karena terjebur, terbawa oleh arus, baru kami di perbolehkan libur bekerja.

1
sean hayati
ceritanyq bagus,jadi ingat masa dulu nunggu kiriman lagu dari seseorang
sean hayati
Setiap ketikan kata author sangat bagus,2 jempol untuk author ya
Rurri: Selamat menunaikan ibadah membaca kak.. 😊☕
total 1 replies
sean hayati
Saya mampir thour,salam kenal dari saya
sean hayati: terima kasih sudah mau membalas salam saya,saling dukung kita ya
Rurri: salam knl juga kak 😊
total 2 replies
tongky's team
Luar biasa
tongky's team
Lumayan
tongky's team
mantap saya suka kata katanya tentang senja dan sepasang merpati
tongky's team
lanjut seru /Good/
Santi Chyntia
Ceritanya mengalir ringan dan pesan moral nya jg dapet, keren kak/Good//Heart/
Choi Jaeyi
cieeee juga nih wkwkk
Amelia
👍👍👍👍👍👍❤️❤️
Rurri
makasih kak, atas pujiannya 😊

karya² kk juga sama bagus²🌷🌷🌷
Amelia
aku suka sekali cerita nya... seperti air mengalir dan tanpa karekter yg di paksa kan👍👍👍
Jecko
Aku tersentuh/Sob/
Amelia
😚😚😚😘😘😘😘
Amelia
mantap...👍👍👍👍
Amelia
🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
Amelia
wkwkwk...
😅😅
Amelia
hahahaha...🤭🤭
Choi Jaeyi
selalu suka bgt sama kata tiap katanya author😭
Amelia
bagus Thor....👍👍👍👍❤️❤️❤️❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!