Kalau nggak suka, skip saja! Jangan kasih bintang satu! Please! 🙏🙏
Gara-gara sebuah insiden yang membuatnya hampir celaka, Syahla dilarang keluarganya untuk kuliah di Ibukota. Padahal, kuliah di universitas itu adalah impiannya selama ini.
Setelah merayu keluarganya sambil menangis setiap hari, mereka akhirnya mengizinkan dengan satu syarat: Syahla harus menikah!
"Nggak mungkin Syahla menikah Bah! Memangnya siapa yang mau menikahi Syahla?"
"Ada kok," Abah menunjuk pada seorang laki-laki yang duduk di ruang tamu. "Dia orangnya,"
"Ustadz Amar?" Syahla membelalakkan mata. "Menikah sama Ustadz galak itu? Nggak mau!"
Bagaimana kisah mereka selanjutnya? Apakah pernikahan mereka akan baik-baik saja?
Nantikan kelanjutannya ya🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1. Kena Hukuman
"Ada yang bisa menjawab pertanyaan ini?"
Suara guru laki-laki yang sedang mengajarkan rumus molekul itu bagaikan dongeng untuk anak-anak muridnya yang mayoritas perempuan. Saat mendengar pertanyaan dari sang guru, semua murid menunduk, berpura-pura sibuk agar tidak ditunjuk. Meskipun sejak tadi terlihat mendengarkan, mereka sama sekali tidak fokus. Sudah pukul 14:00, sudah waktunya makan dan tidur siang.
Syahla, yang duduk di barisan nomor tiga, tampak sibuk dengan hal lain. Dia terlihat tertawa sendiri sambil menulis di buku kwarto-nya. Sesekali ia membayangkan adegan romantis dan kembali menuliskannya di atas buku.
"Tidak ada yang mau menjawab? Kenapa kalian semua diam saja? Kalian ini sebenarnya paham atau tidak?"
Guru muda berwajah tampan dengan perawakan tinggi gagah itu mengerutkan kening melihat ekspresi anak muridnya yang tampak enggan menjawab. Ia menghela napas sebelum melanjutkan, "Oke, kalau begitu saya tunjuk saja,"
Semua kepala semakin tertunduk. Sebisa mungkin menghindari bertatapan mata dengan guru mereka. Sementara Syahla yang masih asyik dengan dunianya sendiri tidak menyadari hal itu.
"Syahla!" Seru si guru muda. "Coba jawab pertanyaan saya!"
Syahla yang namanya tiba-tiba disebut segera berdiri. Memandang wajah sang guru yang terlihat menyeramkan.
"Ee.. tidak tahu Ustadz,"
"Tidak tahu?" Guru muda yang akrab dipanggil Ustadz Amar itu menghampiri meja Syahla. "Terus, dari tadi ngapain aja kok nggak tahu?"
Secepat kilat, Syahla berusaha menyembunyikan buku kwarto yang sejak tadi ia tekuri. "Saya tidak paham Ustadz,"
"Tidak paham? Bukannya dari tadi kamu sibuk mencatat? Coba sini, saya lihat isi catatan kamu."
Mampus! Syahla mengumpat dalam hati. Kalau ketahuan Ustadz Amar, bisa berabe semuanya.
"Satu.."
Ini adalah senjata andalan Ustadz Amar. Ia akan mulai menghitung untuk membuat anak muridnya merasa diintimidasi. Biasanya, sebelum hitungan ketiga, mereka akan menyerahkan diri terlebih dulu sebelum dimarahi.
"Dua.."
Keringat dingin mengalir di pelipis Syahla, membuat jilbabnya basah. Ia menggigit bibir, apa yang harus ia lakukan sekarang?
"Tiga!"
Pada akhirnya, Syahla menyerahkan buku itu pada Ustadz Amar. Ustadz Amar menerimanya dengan tatapan tajam.
"Ustadz Galak?" Ustadz Amar membaca judul pada halaman pertama buku itu. "Kamu yakin ini buku catatan kimia?"
Ustadz Amar membaca halaman berikutnya keras-keras. "Ustadz Rohman adalah seorang pria berhati dingin yang tidak pernah merasakan hal-hal remeh seperti perasaan cinta. Namun, semuanya berubah setelah ia bertemu gadis cantik bernama Nabila,"
Paragraf pertama yang dibaca Ustadz Amar mengundang gelak tawa seluruh siswi di kelas itu. Syahla masih berdiri dengan kepala tertunduk.
"Saya lihat dari tadi kamu tekun sekali. Saya kira kamu mencatat penjelasan saya, ternyata malah membuat bahan-bahan perhaluan,"
Ustadz Amar menatap tajam ke seluruh ruangan sampai gelak tawa murid-muridnya seketika berhenti.
"Kalau sampai ada yang ketahuan melakukan pekerjaan lain selain menyimak pelajaran saya, akan mendapat hukuman!" ucapnya tegas. "Syahla! Buku kamu saya sita!"
"Eh, jangan ustadz!" Syahla buru-buru mencegat Ustadz Amar. "Saya akan lakukan apapun, tapi buku itu tolong jangan disita!"
"Lakukan apapun?" Ustadz Amar tersenyum miring. "Oke! Selama satu bulan ini, bersihkan kamar mandi pesantren putri sampai kinclong! Terus hapalkan semua rumus molekul dalam bab ini dan setorkan pada saya besok! Kalau sudah semuanya, baru bukumu ini dikembalikan,"
"Hah?" Syahla ternganga dengan keputusan hukuman yang diterimanya. Membersihkan toilet putri selama sebulan? Yang benar saja!
"Ustadz! Saya—"
KRING!!
Suara bel tanda sekolah berakhir memotong keluhan Syahla. Ustadz Amar bergegas pergi dari kelas itu tanpa memperdulikan Syahla yang sudah siap memprotes.
"Arghhh!" Syahla menjatuhkan kepalanya di atas meja. Laksmi, teman sebangkunya mengelus-elus punggungnya menghibur.
"Lagian ngapain sih kamu nulis novel di jam pelajarannya Ustadz Amar? Cari mati itu namanya!"
"Pas banget aku baru dapet inspirasi! Makanya cepet-cepet aku tulis! Lagian pelajarannya Ustadz Amar itu bosenin banget, jadinya ngantuk kalau nggak ngapa-ngapain!"
"Lihat aja wajah gantengnya Ustadz Amar, pasti nggak jadi ngantuk!"
Syahla menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar solusi Laksmi yang diluar nalar. "Kenapa sih di kelas dua belas pun aku masih ketemu ustadz galak itu? Bosen tahu!"
"Ye.. Yang bosen mah cuma kamu. Kita-kita seneng kok, hitung-hitung cuci mata," Sahut teman Syahla yang lain.
Syahla mengerucutkan bibirnya. Bukan masalah cuci matanya, tapi galaknya itu loh, naudzubillah! Sejak kelas satu SMP, Syahla memang sudah diajari oleh Ustadz Amar. Entah kenapa Ustadz Amar ini sangat multitalenta. Dari pelajaran matematika, fisika, kimia, sejarah, bahkan bahasa Arab pun dia bisa. Tidak heran Ustadz Amar selalu ditunjuk menjadi guru untuk pelajaran yang sulit di Ponpes Al-Raudhah.
Ponpes Al-Raudhah sendiri adalah pesantren yang cukup terkenal di pulau Jawa. Santrinya banyak, sudah mencapai puluhan ribu. Selain memberikan pelajaran dalam ilmu agama, Pesantren Al-Raudhah juga turut memberikan pelajaran sekolah formal. Pesantren membagi waktunya menjadi dua, pagi sampai siang untuk sekolah formal, dan malam harinya untuk non formal. Di dalam pesantren sendiri sudah ada sekolah dari TK sampai Universitas yang semua dewan gurunya adalah para santri di pesantren tersebut.
Ustadz Amar adalah satu dari sekian banyak Ustadz yang dipercaya untuk mengajar pada kelas santri putri. Alasannya satu, karena Ustadz Amar adalah sosok guru yang tidak pandang bulu, selalu tegas dalam mengajar dan memberi hukuman, tidak peduli laki-laki atau perempuan. Ustadz Amar juga tidak pernah terdengar kabar berpacaran dengan santri putri, dan hanya fokus pada pendidikannya saja.
Karena kecerdasan dan ketegasannya itu, banyak wanita yang mendambakannya, tapi tidak sedikit juga yang sering menyumpahinya kalau sedang kena apes seperti Syahla sekarang ini.
"Nanti malam pelajaran apa nih? Nggak mood rasanya kalau ketemu Ustadz Amar lagi," Syahla menopang dagu dengan tangannya.
"Nahwu," Laksmi meringis. "Sudah pasti ketemu lagi,"
Badan Syahla langsung melorot di atas kursi. Kenapa sih Ustadz Amar ini serba bisa banget? Setiap hari ketemu dia lagi, dia lagi.
Syahla sudah merasa bosan bertemu wajah Ustadz Amar yang katanya ganteng banget itu. Percuma ganteng kalau galak, batinnya jengkel.
"Terus novel aku gimana dong? Padahal sudah mau aku upload di internet besok,"
"Tulis ulang aja deh," Laksmi mencoba memberi saran, tapi kemudian ia segera menutup mulut melihat tatapan tajam sahabatnya.
"Tulis ulang? Enak banget kamu ngomongnya! Selama seminggu aku sudah nulis lima belas bab dari pagi, siang, malam! Kamu kira nulis ulang semudah itu?"
"Yaudah deh jangan marah.." Laksmi kembali mengelus-elus punggung Syahla. "Minta aja baik-baik deh,"
"Nggak mungkin ustadz galak itu bisa dimintain baik-baik," Syahla melipat tangannya sambil berpikir. "Eh, ngomong-ngomong, sekarang tanggal 31 kan?"
Laksmi terlebih dulu mengecek kalender pada dinding kelas sebelum mengangguk. "Iya, kenapa?"
"Pas banget! Setiap akhir bulan kan guru-guru pada rapat! Kita masuk aja ke ruang guru dan ambil bukunya!"
Laksmi melotot. "Kamu ngajakin aku nyolong?"
"Siapa bilang nyolong?" Syahla mendekati Laksmi dan berbisik. "Aku cuma mau mengambil hakku yang sudah diambil Ustadz Amar,"
"Nggak mau ah," tolak Laksmi mentah-mentah. "Aku takut dosa,"
"Yasudah," Syahla pura-pura marah. "Kamu nggak akan aku jadikan pembaca eksklusif lagi,"
"Eh, jangan dong!" Laksmi panik. "Yaudah aku bantu deh!"
"Bener ya!" Syahla tersenyum senang. "Nanti malam kita mulai eksekusi,"
Laksmi menelan ludah dan menganggukkan kepala ragu-ragu.
Sejak dulu, Syahla memang sangat suka membaca novel. Dia sangat kagum dengan kemampuan penulis yang seolah menciptakan dunia sendiri untuk tokoh-tokoh yang ia tulis. Untuk itulah Syahla mulai menulis novel di aplikasi novel online, yang ternyata menarik banyak pembaca. Pengikutnya bahkan sudah ada sepuluh ribu sekarang.
Teman-teman di asrama juga suka sekali membaca karyanya. Namun karena tidak ada ponsel dan mereka hanya bisa mengakses internet satu minggu sekali saat pelajaran komputer, mereka cuma bisa membaca dari buku kwarto yang ditulis tangan oleh Syahla. Buku itu kadang bisa berputar dari satu asrama ke asrama lain, bergantian setiap orang, dan harus menunggu lama sampai setiap orang selesai membacanya. Laksmi sebagai teman sekamar Syahla mendapatkan privilege untuk membaca buku itu duluan dibandingkan teman-temannya yang lain.
Jadi, kalau sampai kesempatan itu hilang, Laksmi tidak akan bisa lagi membaca cerita romantis ustadz Rohman dengan Nabila. Padahal dia sudah sangat penasaran dengan kelanjutannya!
Pada akhirnya, tidak ada lagi alasan untuk Laksmi menolak rencana 'mengambil hak' milik Syahla malam ini.
apalagi suaminya lebih tua