Nasib malang dialami oleh gadis muda bernama Viona Rosalina. Karena terlilit hutang yang lumayan besar, Viona dijadikan jaminan hutang oleh orang tuanya. Dia terpaksa merelakan dirinya untuk menikah dengan Dirgantara, seorang pengusaha muda yang terkenal sombong dan juga kejam.
Mampukah Viona menjalani hari-harinya berdampingan dengan pria kejam nan sombong yang selalu menindasnya?
Atau mungkin Viona memilih untuk pergi dan mencari kebahagiaannya sendiri?
Nantikan kisahnya hanya ada di Noveltoon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35. Baperan
"Mas, ayo sini makan dulu. Aku udah masakin rendang spesial buat kamu."
Sania membulatkan bola matanya menatap kedua kakaknya yang sedang berada di ruang makan.
Viona menata makanan di meja sedangkan Dirga berdiri di ambang pintu.
Satu lagi yang membuatnya terkejut, Viona memanggil Dirga dengan sebutan mas, bukan tuan lagi, ada apa dengan gerangan?
"Mas ..? Apakah telingaku lagi congekan atau lagi berdengung? Nggak salah nih ... Tuan jadi mas?"
Viona senyum-senyum sendiri tak membalas celotehan adik iparnya, sedangkan Dirgantara melangkahkan kakinya memasuki ruang makan dan menarik kursi lalu menghenyakkan panggulnya.
Dirgantara mewanti wanti Fiona untuk tidak lagi memanggilnya dengan sebutan Tuan, karena di situ ia ingin belajar untuk menjadi suami yang sesungguhnya.
Setelah saling mencurahkan isi hati masing-masing, terketuklah hati Dirgantara. Dia merasa kasihan pada Viona yang tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari orang tua kandungnya sendiri. Dirinya masih beruntung, pernah merasakan kasih sayang dari orang tua kandungnya, bahkan apapun yang diinginkannya tidak pernah tidak terpenuhi.
"Nggak usah berisik kalau lagi makan! Lebih baik duduk dan segera makan!"
Bukan Viona yang ditegur, tapi Sania lah yang ditegur oleh Dirgantara karena terlalu kepo dengan urusannya.
Mendapatkan teguran dari kakak laki-lakinya Sania hanya menyengir kuda namun dalam hati ia bahagia melihat kerukunan diantara mereka berdua.
"Iya, iya! Aku juga akan duduk. Dari tadi yang aku tunggu itu kamu! Kalau saja aku nggak nungguin kamu tentunya udah makan dari tadi," bantah Sania dengan mengerucutkan bibirnya.
Viona mengambil piring dan dua centong nasi untuk suaminya. Sebenarnya ini bukan kali pertamanya ia melayani Dirgantara dalam hal makan, tapi sudah dilakukannya setiap hari, walaupun pria itu tidak pernah menunjukkan sifat baiknya. Namun kini ia merasakan ada hal yang berbeda, Dirgantara tidak lagi dingin seperti biasanya, dia lebih menunjukkan sifat perhatiannya, bahkan untuk tempat tidurnya saja dimintanya untuk pindah ke kamar pribadinya, pria itu juga bilang tak pantas jika suami istri harus tidur di ranjang yang terpisah.
"Kak Vi, jantung kamu aman kan? Nggak sedang bermasalah kan?"
Sania sengaja meledek Viona karena masih dilanda rasa penasaran oleh perubahan sikap kakak laki-lakinya.
Viona bahkan tidak mencerminkan apapun mengenai perubahan sikap Dirgantara.
"Ya, aku baik-baik saja. Memangnya kenapa?" tanya Viona.
Viona masih juga tak paham dengan pertanyaan yang keluar dari mulut iparnya. Ia bahkan tak memiliki riwayat penyakit jantung, tentunya akan aman-aman saja.
Dirgantara melemparkan dadar jagung tepat ke mulut adiknya yang tak kunjung diam dengan celotehannya.
"Yang nggak aman itu kamu! Dengan kamu ngoceh terus Viona jadi terganggu. Biarkan dia makan dulu. Jangan terlalu mengganggu istriku, aku tak ingin melihatnya stress karena tertekan oleh ucapanmu!"
Refleks Sania mendelik. Kapan ia pernah membuat Viona tertekan, bahkan selama ini ia lah yang selalu ada untuk menghibur iparnya. Kalau bukan karena ia, mungkin Viona sudah pergi, tak betah bersanding dengan pria kejam seperti Dirgantara.
"Apa maksudmu aku telah membuat kak Vi tertekan di sini? Bukannya kamu yang selalu membuatnya tak nyaman di rumah ini? Jangan sok baik kamu bang!! Jejak digitalmu sangatlah buruk diingatanku dan juga kak Vi. Lihatlah, bekas luka ditangannya saja masih terlihat jelas. Apakah itu ulahku? Gila saja kau menuduhku sudah membuat kak Vi tertekan bersamaku. Kamu peduli sama kak Vi itu baru beberapa menit. Kamu baik sama dia kalau mau ngecas saja, benar begitu kan kak Vi?"
Sania menoleh pada iparnya meminta Viona untuk berkata jujur, tanpa harus menutupi kesalahannya.
Viona menggeleng. Ia sendiri tak mau membuat ulah dengan mengingatkan kejahatan Dirga yang dilakukan padanya.
"Sudahlah, yang lalu biarlah berlalu. Sekarang yang dipikirkan itu masa depan. Kalau kita masih berperang dengan masa lalu, kapan kita akan maju? Di sini aku tidak ingin menang dan di sini aku tidak akan menyalahkan siapapun. Intinya kalian itu udah ada buat aku, dan menerima aku dengan baik. Kalau saja kalian tidak ada buat aku, tentunya aku akan menjadi gelandangan di luar. Aku sudah tidak memiliki rumah, kehilangan orang tua, mungkin aku tidak akan seberuntung ini."
Walaupun sering merasakan kesedihan yang mendalam karena sikap kasar suaminya, Viona masih berpikir, sekejam-kejamnya Dirgantara tidak pernah mengusir dari kediamannya. Walaupun pria itu sekeras batu, tapi masih ada kepedulian terhadap dirinya. Buktinya saja Dirgantara memikirkan kebutuhannya, masih memberinya nafkah lahir walaupun batinnya tidak bisa menerimanya dengan baik. Sedangkan orang tuanya sendiri sama sekali tidak lagi mempedulikannya. Setelah pernikahannya, tak sekalipun Ayahnya berniat menghubungi atau menanyakan kabarnya. Ia sadar, sebaik-baiknya orang tua, jika keegoisannya tinggi, keluarga sendiri tidak akan dianggapnya.
Tatapannya beralih pada adik iparnya yang tengah berkutat untuk mengisi nasi di piringnya.
"Sania, Aku bersyukur kamu sangat peduli sama aku, dan kamu tidak pernah membuatku tertekan. Selama aku berada di rumah ini kamu selalu peduli dan menyayangiku. Sangat jarang sekali ada saudara ipar yang mempedulikan iparnya dan memperlakukan iparnya dengan sangat baik seperti dirimu."
Mendapatkan pujian dari iparnya membuat Sania tersanjung.
Sania bersikap baik pada Viona karena ia tahu Viona bukanlah orang yang jahat dan dia bisa dijadikan teman curhatnya. Selain itu Viona juga berpikir dewasa seperti ibunya yang bisa mengarahkannya untuk berbuat kebaikan.
"Hehehe ... Kakak bisa aja! Perasaan aku biasa-biasa aja memperlakukan Kakak di sini. Sudah sewajarnya kalau aku memberikan kenyamanan padamu karena biar bagaimanapun juga kau adalah istri dari abangku. Apalagi sekarang, sebentar lagi aku akan menerima keponakan, pantaskah aku berbuat buruk padamu?"
Dirgantara langsung mengepalkan tangannya mengarah pada wajah adik perempuannya. "Berani macam-macam pada anak dan juga calon bayiku, awas aja kamu!! Bayi ini anugerah terindah di dalam hidupku, siapapun tidak akan diijinkan untuk menyakitinya."
Sania dan juga Viona terkekeh. Begitu protectivenya calon Ayah dalam melindungi calon buah hatinya.
Kedua perempuan itu tidak menyangka, selain sisi buruk Dirgantara, ternyata memiliki sifat yang baik, ingin melindungi keturunannya.
"Wah,, kupikir calon Bapak ini cukup protective dalam menjaga calon bayinya. Kak Vi harus bersyukur, ternyata suamimu bukanlah orang yang buruk-buruk amat. Biarpun tak romantis, tapi dia bisa menjagamu dengan baik. Tapi kak Vi juga harus berhati-hati, di setiap langkahmu, dia pasti akan selalu mengintaimu."
Kembali Dirga melemparkan dadar jagung ke mulut Sania yang tengah mengoceh. Bisa-bisanya Sania mengatai dirinya terlalu buruk, bahkan selama ini ia sudah berjuang menjadi orang tua dan juga Ayah untuk adik perempuannya.
"Sembarangan aja ngatain aku buruk! Coba kau pikirkan, ditinggal pergi orang tua untuk selamanya siapa yang sudah ada untuk merawatmu? Apa kau pikir tua bangka itu yang sudah merawatmu! Kalau kau menganggap tua bangka dan antek-anteknya itu lebih baik, ikut saja bersama mereka!"
"Astaga Abang!! Jadi orang baperan amat sih!"
Viona memekik dengan menggigit dadar jagung yang dilemparkan ke mulutnya.
Baperan nggak sih, si Dirga. Dikatai buruk saja sudah membuatnya emongsi🙄, pada kenyataannya kan emang buruk sifatnya. Siapa yang sudah berhasil merubah sifat buruknya? Viona atau author??🤭🤭