Kisah cinta si kembar Winda dan Windi. Mereka sempat mengidamkan pria yang sama. Namun ternyata orang yang mereka idamkan lebih memilih Windi.
Mengetahui Kakanya juga menyukai orang yang sama dengannya, Windi pun mengalah. Ia tidak mau menerima lelaki tersebut karena tidak ingin menyakiti hati kakaknya. Pada akhirnya Winda dan Windi pun tidak berjodoh dengan pria tersebut.
Suatu saat mereka bertemu dengan jodoh masing-masing. Windi menemukan jodohnya terlebih dahulu dibandingkan Kakaknya. Kemudian Winda berjodoh dengan seorang duda yang sempat ia tolak lamarannya.
Pada akhirnya keduanya menjalani kehidupan yang bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengajian
Hari demi hari telah mereka lalui. Tidak terasa hari pernikahan mereka tinggal dua hari lagi. Di rumah Abi Tristan sudah mulai ramai. Fatin dan keluarga kecilnya baru sampai dari Jakarta. Opa dan Oma juga menginap di sana dari kemarin. Meski tidak begitu sehat, mereka tetap ingin berkumpul dengan anak cucu dan cicitnya.
Beberapa hari ini Windi sering tidur bersama Winda. Ia ingin menghabiskan banyak waktu bersama saudari kembarnya, karena sebentar lagi waktu mereka akan berkurang. Mereka bertukar cerita dan mengenang masa kecil.
Malam ini keluarga mereka berkumpul bakar-bakar ikan dan makan bersama di halaman belakang rumah. Bulan purnama menemani keseruan mereka. Langit nampak cerah secerah hati mempelai pengantin. Dalam kesempatan kali ini, Windi juga diberi wejangan oleh Oma dan Opanya.
"Nduk, sebentar lagi kamu jadi seorang istri, dan akan tinggal bersama keluarga suamimu. Jadilah istri dan menantu yang baik. Berumah tangga itu ibadah seumur hidup. Akan banyak cobaan yang dihadapi. Tetap jadi wanita yang rendah hati dan bisa mengontrol diri. Anggap mertuamu itu orang tuamu. Maka mereka juga akan sebaliknya kepadamu."
"Ah... Oma. Aku jadi sedih. Apa keputusanku ini sudah benar?" Windi memeluk Oma Raisya dengan mata berkaca-kaca.
"Tentu saja sudah benar. Hidup itu ya dijalani."
Oma Raisya menghapus air mata cucunya. Mata Bunda Salwa berkaca-kaca melihat mereka. Winda memeluk Bundanya dari samping.
Keesokan harinya.
Sore hari tim Winda sudah sampai di rumah Winda untuk memasang dekorasi dan hiasan. Untuk acara pengajian, Windi memilih meja pendek dengan alas duduk bantal yang diletakkan di ruang tamu. Tirai putih dengan bunga estetik mengelilingi ruang tamu. Lalu untuk meja dan kursi akad serta dekorasi kecil, ditaruh di outdoor dengan tema warna putih dipadu dengan biru muda. Winda bekerja keras untuk membuat acara saudari kembarnya ini berkesan.
Malam harinya, mereka mengadakan acara pengajian di rumah masing-masing. Tidak banyak yang mereka undang. Hanya saudara dekat dan tetangga serta pemuka agama yang akan memimpin pengajian. Acara berjalan dengan khusuk dan lancar. Tangis haru Windi pecah saat ia sungkeman kepada Bunda dan Abinya meminta izin untuk menikah. Bunda Salwa pun tak kuasa untuk menahan tangisnya. Abi Tristan memeberikan ketenangan untuk putri dan istrinya. Beberapa orang di antara mereka ikut larut dalam suasana.
Sementara di rumah Javier.
Javier dan keluarganya juga mengadakan pengajian. Adik Javier pulang dari Kairo. Ia tidak ingin melewatkan hari penting Kakaknya. Keluarga Javier dari Dubai pun pulang. Keluarga Javier pun tidak banyak mengundang orang. Hanya saudara dan kerabat dekat saja. Tentu saja Ummah mengundang keluarga Kirana. Kirana yang sudah putus urat malunya, teta ikut hadir. Karena ia ingin membuktikan bahwa Javier tidak benar-bensr serius dengan perasaannya kepada Windi. Ummah hanya ingin keluarganya rukun dan damai, meskipun mereka sempat konslet gara-gara Kirana. Di antara mereka ada yang memandang sinis terhadap Kirana. Ada pula yang merasa kasihan. Karena sebagian orang mengira bahwa gagalnya pernikahan mereka, karena Javier memiliki orang ketiga, yaitu Windi. Desas desus tentang kegagalan mereka tidak usai sampai saat ini. Karena dari pihak keluarga Javier tidak speak up tentang masalah itu. Biarlah yang lalu tetap berlalu.
Suasana di rumah Javier tak kalah haru. Ummah dan Babah memberikan nasihat untuk putra satu-satunya itu. Seorang ustadz memimpin do'a untuk menutup acara pengajian. Setelah itu, mereka lanjut untuk makan bersama.
Saat acara makan bersama berlangsung, Kirana ikut membantu mengangkat makanan.
"Sayang sekali ya, Javier tidak memilih Kirana. Lihatlah! Dia itu cantik, cekatan dan baik." Ujar salah satu keluarga Ummah.
"Tapi calonnya Javier yang sekarang nggak kalah cantik dan orang terpandang." Sahut lainnya.
"Biasanya kalau anak orang kaya mana mau disuruh apa-apa, ya kan?"
"Ya belum tentu juga. Lagian itu urusan mereka. Ngapain capek-capek ngerjain sendiri kalau sudah ada pembantu. Sudahkah! Jangan diungkit-ungkit. Kirana bukan jodohnya Javier. Lagian aku dengar-dengar Kirana sudah dapat pengganti Javier."
"Oh, begitu?"
"He'em."
Setelah acara makan-makan selesai, satu persatu dari tamu undangan pamit pulang. Javier dan orang tuanya mengucapkan terima kasih kepada mereka. Namun beberapa keluarga ada yang belum pulang. Bahkan sebagian keluarga Ummah termasuk keluarga Kirana menginap di rumah Javier.
Setelah acara pengajian selesai, teman-teman Javier justru berdatangan. Mereka akan mengadakan malam perpisahan dengan Javier. Kanzha menyiapkan kopi dan camilan untuk mereka.
"Biar saya yang bantu bawa, Kak." Ujar Kirana.
"Oh, iya ini. Tolong bawa kopinya, aku bawa camilannya."
Javier dan teman-temannya sedang asyik mengobrol sambil main catur.
Teman-teman Javier tercengang saat melihat Kirana membawakan kopi untuk mereka.
"Diminum ya." Ujar Khanza."
"Makasih, mbak."
Mereka saling menyenggol satu sama lain.
"Sstt.. Javier!"
"Iya?"
"Ngapain Kirana di sini?"
Javier mengedikkan bahunya.
"Wah, awas kamu CLBK."
"Haha... kamu lucu. Aku tidak mungkin memungut sampah untuk dijadikan hiasan."
"Waduh, sadis sekali kata-katamu."
"Huft... dia hanya masa lalu.Dia yang meninggalkanku, bukan aku. Lagian nggak akan ada yang namanya CLBK."
"Kenapa?"
"CLBK itu hanya untuk orang yang saling jatuh cinta, tapi kami tidak."
"Wah-wah... kayaknya kamu sudah mentok sama Windi."
"Jangan ditanya lagi soal itu."
Kirana mengepalkan tangannya saat mendengar percakapan mereka di balik dinding ruang tamu. Ia merasa kecewa kepada Javier.
"Kirana, kamu ngapain?"
"Eh, Ummah.. tidak ngapa-ngapain Ummah. Tadi mau keluar tapi banyak cowok ternyata."
"Oh.. ya sudah sana istirahat dulu. Ibu dan adikmu sudah masuk kamar."
"Iya, Ummah."
Sudah jam 12 malam. Teman-teman Javier pun pamit pulang. Mereka tidak ingin membiarkan calon pengantin bergadang. Karena besok pagi Javier akan berangkat untuk akad nikah.
"Makasih ya bro. Jangan lupa besok kembali lagi."
"Siap, bro. Istirahat yang cukup, biar besok kuat tarung, haha... " Ujar salah satu temannya seraya menepuk-nepuk bahu Javier.
"Astagfirullah... kamu ini ada-ada saja. Kayak sudah pernah nikah saja."
"Dia mah pernah kawin tapi tidak pernah nikah." Sahut lainnya.
"Astagfirullah.. fitnah loh!"
"Sudah-sudah, ayo kita pulang. Javier jangan lupa minum vitamin biar Vit. Assalamu'alaikum... "
"Wa'alaikum salam."
Javier tersenyum seraya menggelengkan kepala.
Keadaan rumah sudah sepi. Sepertinya yang lain pada tidur. Saat Javier ingin masuk ke dalam kamarnya, langkahnya terhenti karena suara Kirana.
"Kak... "
Javier menoleh.
Ternyata Kirana sedang memakai baju tidurnya yang tanpa lengan dan celana selutut berbahan satin.
"Astagfirullah... Kirana, sana balik ke kamar!"
"Kak... kamu yakin akan menikah besok?"
"Pertanyaan apa itu? Aku tidak perlu menjawabnya."
Javier melangkah lagi membuka pintu kamarnya. Namun tangan Kirana mencegahnya. Javier mengkibaskan tangan Kirana. Javier berusaha mengontrol emosinya. Rupanya ada seseorang yang sedang memperhatikan mereka.
Bersambung...
...****************...
Apa iya ucapan Javier terlalu sadis? 😅
semangat menulis dan sukses selalu dengan novel terbaru nya.
apa lagi ini yang udah 4tahun menduda. 😉😉😉😉😉😉