NovelToon NovelToon
Desa Terkutuk

Desa Terkutuk

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Rumahhantu / Kutukan / Kumpulan Cerita Horror / Hantu / Roh Supernatural
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ady Irawan

Riyono, awalnya tidak percaya dengan adanya setan dan sebangsanya. Dia selalu meremehkan teman temannya yang mengalami kejadian tak masuk akal.
Hingga di suatu Malam, Riyono mengalami di ganggu oleh setan untuk pertama kalinya. sejak saat itu kejadian horor terus menerus menghampiri dirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sosok Misterius

1

‘Duk, Blam, Glodak, Kresek kresek.’ Suara aneh membangunkan aku dari tidurku yang lelap.

Suasana masih gelap. Masih malam rupanya, aku tidak ingat kapan aku tertidur semalam. Yang pasti, sekarang aku merasa sangat segar seperti biasanya.

Aku sudah mulai sedikit melupakan kesedihanku kemarin. Walaupun masih ada yang mengganjal.

Aku masih tidak percaya, adikku. Erni ku. Dia sudah meninggal. Selama ini aku tidak terima kalau dia sudah tiada.

Dan setan bangsat itu. Setan kebaya itu, dia yang membunuh adikku. Aku ingin membalasnya.

Tapi gimana caranya?

‘Krieek, blam.’ Suara pintu di buka dan di tutup bergantian.

Ah, mungkin seseorang sedang ke toilet. Eh, tunggu. Rumah ini memang punya toilet. Tapi posisinya di lantai bawah. Sedangkan lantai dua Cuma ada kamar tidur saja.

Tak lama kemudian aku mendengar suara gumanan seseorang. Dari pendengaranku, suara itu milik satu orang saja.

Aneh. ‘Duk, Duk, Duk.’ Sekarang ada Suara langkah kaki. Oh ya, aku belum cerita. Lantai atas rumah Mbah Di itu lantainya terbuat dari kayu. Jadi, siapapun yang berjalan pasti menimbulkan suara debuman.

Gumanan lagi, tapi sekarang sangat dekat dari kamar yang aku tempati.

Gumanan itu seolah di ucapkan berlang kali.

Lambat lain aku bisa mendengar gumanan itu.

“Rumahku mau roboh, aku harus pindah kemana?” terus berulang, dan berulang kali.

Itu bukan suara Mbah Di, bapakku atau mas Andri. Aku sangat hafal suara setiap keluargaku.

Itu suara orang lain. Orang yang menginap di rumah ini. Tapi, siapa?

Beberapa menit kemudian, suasana kembali hening. Mungkin orang itu sudah kembali ke kamarnya dan tidur.

“Elly?” panggilku ke anak kuntil yang ngintilin aku.

Ga ada jawaban. Aku memanggilnya lagi dan lagi, namun dia tidak menjawab sama sekali.

Semenjak kejadian di sumur tua tadi sore. Dia tidak terlihat sama sekali sampai sekarang.

Kemana dia?

2

Ternyata aku tertidur lagi. Saat bangun, hari sudah pagi. Aku dibangunkan untuk ikut sholat subuh berjamaah di rumah Mbah Di ini.

Yang menjadi imam sholat, tak lain tak bukan adalah ustaz Fatkhur Rohman. Dia juga menginap disini rupanya.

Kami menggunakan ruang tamu untuk sholat.

Ini untuk kedua kalinya aku melaksanakan sholat. Hehee maklum ya, masih bocil.

Setelah selesai sholat subuh, para ibu-ibu yang menginap. Mereka segera ke dapur untuk menyiapkan sarapan.

Karena tradisi tahlilan di sini. Setiap orang yang datang tahlil dan takziah. Mereka membawa bahan makanan. Jadi, di dapur tersedia banyak sekali berbagai macam bahan makanan.

Sarapan sudah siap. Kami pun makan bersama.

Jam 6 pagi. Hujan masih lebat. Sejam kemudian. Dan kemudian. Kemudiannya lagi. Hujan badai tak kunjung berhenti. Bahkan, saat ini air sungai di barat rumah ini mulai meluap.

Banjir datang.

Trauma Bu Sari, masih ada. Terbukti saat dia melihat banjir di luar. Dia mulai panik. Panik yang sangat berlebihan. Pak Rawi sampai kewalahan menenangkan istrinya itu.

3

Sore kembali datang, hujan belum menandakan mau berhenti. Gemuruh halilintar silih berganti. Banjir semakin tinggi.

“Kalau masih belum memungkinkan kalian untuk pulang, lebih baik kalian menginap disini lagi.” Kata Mbah Di. “Sekalian menunggu waktu tahlilan nanti malam. Kalian juga ga perlu cemas akan bahan makanan, di dapur ada sangat banyak. Aku kira cukup untuk beberapa hari kedepan.”

Mereka meng iya kan. Tapi kalau hujan reda, mereka akan berpamitan pulang.

Habis sholat isya, tahlilan dimulai. Selesai tahlilan, hujan pun tak kunjung reda.

Untuk bahan makanan sih masih ok. Kata Mbah Di. Tapi, untuk bahan bakar lampu templek dan petromax, dia tidak menjamin. Jadi, bisa di pastikan kalau nanti malam akan di adakan penghematan atau mengurangi pemakaian lampu templek.

Malam telah datang. Aku dan teman-teman yang tidak bisa tidur karena suara gemuruh hujan. Kami memutuskan untuk berkumpul di satu ruangan saja. Itung-itung untuk menghemat penerangan.

Mereka masih mencoba menghiburku. Tapi, aku tekankan kepada mereka. Kalau aku sudah tidak apa-apa. Tapi bo’ong.

Tak dapat ku pungkiri, aku masih memikirkan Erni. Aku ingin memeluknya saat ini, ingin mencium jidadnya yang lebar.

“Jadi? Apa yang akan kita lakukan?” tanya Aisyah memecah kesunyian kita.

“Cerita horor?” jawab Udin.

“Heh, jaga perasaan Riyono donk.” Bentak Angga.

“Aku Ra Popo kok.” Jawabku. “Cerita saja. Aku akan mendengarkan. Lagian ini juga bisa buat pengalaman Aisyah dan Ismi. Nanti pas Pramuka dia tidak kaget.”

Mendengar namanya aku sebut. Mereka langsung berpaling kepadaku.

“Cerita horor?” jawab Aisyah.

“Misalnya?” lanjut Ismi.

Aku sedikit terhibur sama kelakuan si kembar ini. Setiap mereka berbicara, belum selesai bicara, satunya sudah menimpali.

Mereka berbicara silih berganti seolah jawaban dan pertanyaan mereka sudah mereka siapkan sebelumnya.

“Pengalaman di ganggu setan, atau sebagainya.” Jawab Udin.

“Kalian pernah mengalaminya?” tanya Angga ke si kembar.

“Aku ingat-ingat dulu.” jawab Aisyah.

“Hei, hei, ada apa ini?” suara orang dewasa mengagetkan kami. Ternyata para orang tua kami ikut nimbrung. Yang bicara tadi Pak Rawi. Bapaknya Efi.

“Kita mau cerita horor pak.” Jawab Efi. “Untuk mengisi waktu. Biar ga bosen.”

“Kok ga ajak ajak?” tanya bapakku.

“Takut kalian larang.” Jawab Efi lagi.

“Owalah. Silahkan, kita ga melarang.” Jawab Mbah Di. “Lagian aku juga yakin. Orang dewasa dewasa ini juga mempunyai cerita horor.” Dia memandangi bapak ibu kami bergiliran.

Mereka mengangguk setuju sebagai jawabnya.

“Tapi, kami merasa ga enak sebelumnya.” Masi Efi yang menjawab pertanyaan orang-orang tua itu.

“Kenapa?” tanya Mbah Di lagi.

“Habisnya, kemarin...” Efi tidak bisa melanjutkan perkataannya.

“Owalah. Ga kenapa-kenapa kok. Semua orang, pasti bakal kembali ke tempatnya. Bila waktunya tiba. Kita pasti akan meninggal juga.” Jawab Mbah Di meyakinkan kami.

Dan kami sepakat untuk berbagi cerita horor di rumah peninggalan Belanda ini. Kok sempat-sempatnya sih. Hadeh, parah Ki.

“Jadi? Siapa yang mau cerita duluan?” Tanya Efi lagi dan lagi.

4

Tak dapat di pungkiri, cerita horor dalam masa berkabung ini. Tepatnya di rumah yang barusan saja ada yang meninggal. Suasana benar-benar berbeda. Lebih terasa nyereminnya. Lebih kena deh.

Mbah Di yang seharusnya masih sedih karena cintanya telah pergi. Wajahnya tidak terlihat sedih, wajahnya tetap tersenyum seperti biasanya.

Sedangkan aku? Aku masih kepikiran sama Mbah Ti. Terlebih aku masih kepikiran Erni. Aku benar-benar kangen sama dia. Aku tidak bertanya macam-macam dulu ke keluargaku. Aku masih merahasiakan pertanyaanku tentang Erni sampai waktunya tiba. Biarlah dulu.

Tapi, saat tidak ada orang yang memperhatikan Mbah Di, wajahnya langsung terlihat sedih. Ternyata dia Cuma mau terlihat tegar di depan yang lain.

“Aku yang mau cerita duluan.” Jawab Pak Rawi atas pertanyaan anaknya tadi.

5

Ok. Maaf sebelumnya. Untuk cerita para orang tua kami di rumah Mbah Di ini. Aku tunda dulu untuk menulisnya. Karena? Aku ketiduran saat Pak Rawi memulai ceritanya. Hehee

Tapi, jangan kawatir. Kalau sudah ada waktu. Pasti akan ku tulis kok. Karena Efi telah menceritakannya kepadaku. Semuanya, buanyak pokoke. Di tunggu ya.

Aku masih mau bercerita tentang sesuatu yang lebih mengejutkan dulu. Lebih terngiang-ngiang di kepalaku ini.

Balik ke cerita.

Seminggu penuh kami menginap di rumah Mbah Di. Setiap hari, saat aku tidur sendirian di kamar ujung lorong itu, di jam-jam tertentu. Aku selalu mendengar gumaman seseorang, sama dan selalu berulang-ulang.

“Rumahku mau roboh, aku harus pindah kemana?”

Suara berat laki-laki, namun aku tidak mengenalin suara siapa itu.

Hari ini pun juga sama, karena penasaran dengan apa yang selalu aku dengar. Aku berniat untuk mencari tahu. Siapa dia, tiap malam selalu mondar-mandir di lorong. Berguman dengan kata-kata yang sama.

‘Duk, Duk, Duk,’ suara itu tepat berada di depan kamarku. Berhenti beberapa detik, lalu kembali menjauh.

Saat itulah aku memberanikan diri untuk mengintip keluar.

Karena hujan masih sangat lebat. Lorong itu tentunya sangat gelap. Karena selain karena hujan badai, lampu penerangannya pun tidak dinyalakan karena menghemat bahan bakarnya.

‘BLAR!!!’ petir menyambar sangat dekat. Kilatan cahaya masuk melalui jendela. Dan sekejap saja aku dapat melihat kondisi lorong itu.

Di ujung sana, sosok pria kekar berotot. Berkumis tebal. Dia tidak memakai baju, hanya celana panjang saja. Dia melihat ke arahku. Melotot lebar, namun pandangannya kosong.

Dia, Pak Rawi.

Dia memang melihat ke arahku, namun sepertinya dia tidak memedulikan aku. Lalu dia berjalan menuju kamarnya.

Dan suasana kembali seperti semula. Gemuruh hujan lebat saja yang terdengar.

Aku kembali ke kamarku, dan berusaha melupakan hal yang baru saja terjadi.

Aku mencoba untuk tidur.

1
Mursidahamien
itu Efa
Ady Irawan
Kritik dan saran di tunggu ya gaes.
silahkan komen, dan share. tengkyu ferimat. 😁😁
Neo Kun
ayu baru muncul langsung meninggal 😭
Neo Kun
bagus. ceritanya nyeremin, tapi lucu, apalagi saat riyon kecirit. 😂
Neo Kun
duh ga bisa bayangin jadi si Roy 😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!