Kamu pernah bilang, kenapa aku ngga mau sama kamu. Kamu aja yang ngga tau, aku mau banget sama kamu. Tapi kamu terlalu tinggi untuk aku raih.
Alexander Monoarfa jatuh cinta pada Rihana Fazira dan sempat kehilangan jejak gadis itu.
Rihana dibesarkan di panti asuhan oleh Bu Saras setelah mamanya meninggal. Karena itu dia takut menerima cinta dan perhatian Alexander yang anak konglomerat
Rihana sebenarnya adalah cucu dari keluarga Airlangga yang juga konglomerat.
Sesuatu yang buruk dulu terjadi pada orang tuanya yang ngga sengaja tidur bersama.
Terimakasih, ya sudah mampir♡♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membuktikan
Rihana merasa sangat kikuk karena neneknya melayaninya melebihi Puspa. Bahkan di sana juga ada Ansel dan Kirania yang sempat dikenalnya. Bahkan ada tiga orang lagi yang lebih tua darinya. Tapi Rihana lupa. Seorang perempuan dan yang dua lainnya laki laki.
Mereka semua termasuk Puspa malah menatapnya hangat dan ceria, seolah ngga marah dengan sikap omanya yang malah menganaktirikan mereka setelah kedatangannya.
Begitu juga dengan Opa, Om Om dan istri istri mereka. Semua tampak senang atas kehadirannya.
Ada rasa sejuk dalam hatinya mendapat perlakuan yang begitu hangat. Dan matanya memanas lagi kala teringat mamanya. Kalo mamanya masih ada pasti rasa bahagianya akan semakin lengkap.
Rihana pun mengusap matanya. Dan tanpa disadarinya semuanya melihat ke arahnya dan saling pandang.
Oma Mien pun berusaha mati matian menahan air matanya. Tante tantenya berpaling ke arah lain. Suasana haru biru begitu mencekam.
Saat Rihana melihat dendeng daging yang berwarna merah segar, lagi lagi dia teringat mamanya. Dulu mamanya selalu memasaknya jika mempunyai kelebihan uang.
Mereka sangat berhemat saat memakannya agar bisa disimpan untuk beberapa hari ke depan. Sekali makan hanya sepotong daging tipis yang lebih kecil dari yang terhidang di meja makan ini.
Ternyata tatapannya ke arah dendeng itu menarik perhatian opanya. Beliau pun mendekatkan mangkok besar yang berisi banyaknya irisan daging yang dibuat dendang dengan warna merah menyala.
"Kamu suka ini?"
Rihana merasa aneh karena suara opanya bergetar saat mengatakannya.
Perhatian kembali tertuju pada mereka berdua.
"Iya, Opa. Kelihatannya enak sekali. Dulu mama selalu membuatnya. Waktu saya masih kecil," ungkapnya jujur sambil mengambil sepotong irisan daging itu dan langsung mengeksekusinya, tanpa sadar kini semua pandangan tertuju padanya.
Seperti buatan mama, batinnya bersorak. Ada rindu yang mengalir dalam darahnya. Begitu menggebu. Sudah sangat lama ngga merasakan dendeng seperti ini.
Ternyata mama belajar masaknya dari oma, batinnya dengan bibir penuh senyun.
Dan seolah ada yang menggerakkan tangannya, dia meraih sepotong lagi tanpa tau kalo kini sudah menjadi pusat perhatian.
Tentu saja Opa, Oma dan Om Omnya terpana. Karena cara makannya sangat mengingatkan mereka pada Dilara.
Hati mereka pun bagai diperas melihat Rihana begitu menikmatinya dengan bibir penuh senyum dan mata basah, entah karena keperdasan atau apa.
"Kalo sekarang mama kamu ngga pernah masak lagi?" tanya Om Cakra lembut dan tatapan mata penuh kasih.
"Mama udah ngga ada, Om. Bu Saras ngga bisa membuatnya," sahut Rihana jujur.
"Bu Saras siapa? Oh ya, Mama kamu pergi kemana?" tanya Om Akbar sangat ingin tau. Kalo memang gadis di depannya putri adiknya, apa benar adiknya sudah tiada?
Memikirkan saja sudah membuat dadanya terasa sesak.
Rihana terdiam dengan potongan daging menggantung di depannya. Dia baru sadar, kini semua sedang menatapnya dengan tatapan aneh.
Rihana mengutuki dirinya yang lupa dimana dia berada. Tapi saat ini dia benar benar merindukan mamanya. Saat makan dendeng tadi pun dia merasa mamanya sedang menatapnya. Karena itu dia lupa keberadaannya sesaat tadi.
"Iya, mama pergi. Mama dan saya diajak Bu Saras untuk tinggal bersamanya mengurus panti. Bu Saras sangat baik. Mama pun ngga harus bekerja keras lagi," senyum Rihana saat menjelaskan.
"Tapi mama kamu pergi kemana?" tanya Om Wingki lagi.
Saat Puspa akan menyela, Om Wingki memberinya isyarat agar diam.
"Saat umur saya enam tahun, mama meninggal karena sakit," jawab Rihana pelan.
Suasana langsung hening, suara nafas pun ngga terdengar. Seakan akan semua penghuninya sedang menahan nafas atau ngga bernafas sama sekali.
"Bu Saras mencoba membuat dendeng pedas ini untuk menghibur saya. Tapi rasanya ngga pernah sama," kata Rihana mencoba mencairkan suasana yang terasa tegang mencekam.
"Kalo sekarang... apa rasanya sama?" tanya Oma terbata dengan suara serak.
Kalo benar ini cucunya, betapa malang nasib putrinya.
Apakah putri bungsunya tidak punya biaya untuk berobat?
Bahkan dirinya dan anak cucunya selalu ke luar negeri untuk berobat atau berjalan jalan. Putri bungsunya bersama cucunya malah sangat kekurangan uang.
Rihana tersenyun tipis.
"Semoga mama memaafkan saya, tapi dendeng ini rasanya lebih enak walaupun mirip," kekehnya pelan.
Oma, Opa dan Om Om beserta tante tantenya juga terkekeh mendengar kejujuran Rihana yang terdengar sangat ringan. Begitu juga para sepupunya.
Walaupun mengandung kesedihan dalam kata katanya, gadis ini bisa mengatakannya dalam candaan yang manis.
*
*
*
"Gadis itu sudah tidur?" tanya Om Cakra pada adiknya
"Sudah," katanya sambil memperlihatkan botol kecil yang berisi darah. Tadi istrinya yang berprofesi sebagai dokter yang sudah mengambil darah Rihana untuk keperluan tes DNA.
Puspa hanya terdiam. Dia ikut andil membuat teman kantornya tertidur. Karena dialah yang sudah memberikan obat tidur yang dimasukkan ke dalam susu Rihana saat keduanya sudah berada di kamar.
Oma dan opa saling pandang dengan jantung berdebar ngga menentu.
"Aku berharap dia bukan cucuku. Karena kalo dia cucuku, berarti putriku benaran sudah meninggal," suara Oma terdengar bergetar. Tangisnya pun pecah.
"Tapi aku rasa dia memang cucu kita. Aku malah berharap dia anak putriku.Caranya makan dendeng sangat mengingatkanku pada Dilara," ucap Opa sambil memeluk istrinya.
Opa, Oma dan ketiga omnya tentu tau kesukaan Dilara akan dendeng buatan mamanya. Setiap Oma membuatkan untuknya, pastilah ketiga kakak laki lakinya akan menganggunya dan membuatnya menyimpannya di kamarnya.
Dan cara makan Rihana membuat ingatan mereka terhempas di masa itu. Matanya yang penuh binar dan senyum yang ngga lepas dari wajahnya ketika menikmatinya.
Mereka seakan melihat Dilaralah yang sedang menikmatinya.
Tubuh Oma sampai terguncang. Dia pun sama seperti suaminya. Semoga kali ini mereka ngga tertipu lagi hanya karena terlalu merindukan putri dan cucunya.
"Aku berharap dia ponakanku, ma. Aku akan jaga dia lebih protektif dari pada Dillara," tegas Cakra penuh penyesalan.
'Aku juga akan menjaganya. Aku yakin Dilara mengawasinya dari jauh," sambung Akbar juga sangat menyesal. Bisa bisanya mereka teledor hingga adik mereka menghilang sampai sekarang.
Dan sangat menyedihkan jika benar adik mereka sudah meninggal karena ngga punya biaya untuk berobat.
"Siapa laki laki yang ngga bertanggung jawab itu. Aku ingin menghajarnya sampai dia juga mati dan meminta maaf pada Dilara di sana," geram Wingki membuat yang ada di sana terdiam mendengar kemarahan Wingki.
Sampai hari ini ngga ada yang tau apa yang telah terjadi pada adik perempuan mereka satu satunya.
Ganjalan ini begitu sesak. Siapa laki laki kurang ajar yang ngga bertanggung jawab dan membiarkan Dilara sampai menanggung semuanya sendiri.
Air mata oma pun mengalir tanpa bisa dicegah.
"Secepatnya akan aku kabari ma, hasilnya," ucap istri Om Akbar sambil menyusut air matanya.