Nadia adalah cucu dari Nenek Mina, pembantu yang sudah bekerja di rumah Bintang sejak lama. Perlakuan kasar Sarah, istri Bintang pada Neneknya membuat Nadia ingin balas dendam pada Sarah dengan cara merebut suaminya, yaitu Majikannya sendiri.
Dengan di bantu dua temannya yang juga adalah sugar baby, berhasilkah Nadia Mengambil hati Bintang dan menjadikannya miliknya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunis WM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Bintang meluapkan amarahnya pada pekerjaannya. Dia bekerja tanpa henti mencoba melupakan semua perasaan yang dia miliki pada Nadia. Namun semakin dia mencoba melupakannya semakin dalam juga rasa rindunya.
“Brengsek...” katanya meninju meja kerjanya. Meja kaca itu tidak retak sama sekali, tapi tangan Bintang terluka hingga berdarah. Dia mengabaikan rasa sakit di tangannya, mengambil jasnya dan pergi entah kemana.
Sementara itu Nadia dan Angel sedang berkeliling mencari kerja paruh waktu. Mereka harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka.
“Sebenarnya kamu nggak perlu kerja, Angel. Kamu masih punya Papa dan Mama yang bisa biayain kamu” kata Nadia.
“Kamu kayak ngga tahu aja, Nad. Mereka memang kasih uang jajan, tapi nggak cukup buat beli skincare sama kebutuhan aku yang lain. aku kan juga mau jajan yang lin-lain, Nad.”
Nadia menarik nafas cukup panjang, mereka sedang duduk di kursi panjang yang ada di depan cafe tempat mereka memasukkan cv mereka.
“Pulang yuk” ajak Angel. Untuk sementara Angel masih menemani Vanesa di apartemen karena gadis itu tidak mau tinggal sendirian. Tentu membuat Angel senang karena dia juga sangat malas pulang ke rumahnya.
Mereka berpisah di tengah jalan, Angel hanya tinggal berjalan kaki karena apartemen Vanesa sudah dekat sedangkan Nadia harus naik angkot karena terlalju jauh jika harus berjalan kaki.
Nadia tertegun ketika sampai di rumah kontrakannya dia melihat ada mobil bintang yang terparkir di depan gang menuju rumah kontrakannya. Rumahnya memang masuk di gang kecil sehingga mobil tidak bisa sampai ke sana.
“Tuan...” Nadia yang kesal melihat Bintang malah jalan lurus dan tidak sengaja pura-pura tidak melihatnya.
“Nad...” Bintang menahan Nadia saat gadis itu melewatinya. Nadia lalu terkejut melihat tangan Bintang yang meneteskan darah.
“Tangan Tuan kenapa?” Nadia yang khawatir melihat tangan Bintang yang terluka dan berdarah segera membawa laki-laki itu ke rumah kontrakannya.
Bintang melihat jalan yang harus Nadia lalui setiap hari, banyak perumahan di dalam gang sempit itu. Anak-anak berlarian kesana kemari tanpa memakai alas kaki. Dan juga kerumunan ibu-ibu yang melihat Nadia menyeret seorang laki-laki dewasa dengan penampilan mentereng.
“Tuan duduk di sini dulu” Nadia buru-buru masuk ke dalam mengambil obat merah dan perban yang memang selalu dia sediakan.
“Tuan Bintang...” sapa Bi Mina saat melihat siapa yng datang bersama Nadia.
“Bagaimana keadaan Bi Mina?” tanya Bintang melihat wanita itu.
“Berkat anda, Tuan. Saya sudah merasa jauh lebih baik. Saya juga sudah bisa berdiri dan berjalan dengan normal” kata Bi Mina.
“Tangan anda kenapa?” Bi Mina juga sama khawatirnya dengan Nadia melihat buku-buku tangan Bintang yang terluka dan mengeluarkan darah.
“Tidak apa-apa, hanya kecelakaan kecil”
“Kecelakaan...?” Bi Mina pankik mendengar kecelakaan. “Apa anda baik-baik saja, kenapa tidak ke rumah sakit?” tanya Bi Mina lagi dengan wajah yang benar-benar khawatir.
“Tidak apa-apa, Bi. Aku tidak terluka sama sekali”
“Tidak terluka apanya, tangan anda sampai berdarah begini” seloroh Nadia yang datang dengan kotak obat di tangannya. Melihat itu Bi Mina berdiri dan membuuatkan minum untuk Bintang.
Nadia dengan telaten membersihkan darah di tangan Bintang lalu mengoleskannya dengan obat merah, setelah itu barulah dia memakaikan perban pada tangan Bintang. Bintang tersenyum dengan penu ironi.
“Apa aku harus terluka dulu baru kau mau meihatku?” Nadia mendongakkan kepalanya, Bintang sedang menatapnya dengan tatapan yang aneh.
“Kalau begini aku rela melukai seluruh tubuhku agar kau mau melihatku seperti ini” Nadia terdiam.
“Tuan...”
“Aku benar-benar tulus padamu, Nadia. Kalau kau mau aku membuktikannya, aku akan membutikannya?” kata Bintang dengan serius.
“Bagaimana” tanya Nadia menantang.
“Aku akan menikahimu”
“Lalu Nyonya Sarah?”
“Ada apa dengannya, aku bisa memilikimu juga. Aku tidak mau kehilanganmu, Nadia. Kau tahu aku tulus menyayangimu, aku benar-benar kacau kalau kau menjauhiku seperti ini” Nadia selesai dengan perbannya. Dia duduk menjauh dari Bintang, gadis itu terliht menghela nafas.
“Tuan, apa yang Tuan harapkan dari gadis kecil dan miskin seperti saya. Sementara Nyonya Sarah adalah bidadari sempurna yang sudah melengkapi hidup Tuan, untuk apa lagi anda menginginkan saya?” kalimat Nadia terdengar lelah, dia sudah mulai merelakan Bintang sehingga sebisa mungkin dia melawan hati yang terus memberontak untuk kembali menjalin hubungan terlarang itu.
“Aku juga tidak tahu, perasaan yang aku miliki padamu itu adalah perasaan yang tulus dari hatiku”
“Lalu perasaan anda pada Nyonya Sarah?” Bintang berfikir sejenak, benarkah dia memang mencintai Sarah. Tapi perasaan yang dia rasakan pada Nadia benar-benar berbeda. Dia mengagumi Sarah, wajah cantiknya, tubuh indahnya dan juga kegigihannya dalam mengejar mimpinya. Apakah itu juga bisa di sebut dengan cinta ketika dia tidak ingin kehilangan Sarah karena rasa kagumnya pada semua yang Sarah miliki?
“Entahlah, Nad. Yang aku tahu saat ini aku tidak bisa kehilanganmu” Nadia sekali lagi menghela nafasnya. Gadis itu benar-benar terlihat lelah, seharian berkeliling mencari pekerjaan, sampainya di rumah malah di berikan sebuah keadaan yang sangat sulit dan menambah beban pikirannya.
Nenek Mina datang membawa minuman dan pisang goreng, dia melatakkan segelas kopi di depan Bintang dan teh panas di depan Nadia.
Bintang dan Nadia saling pandang, di pikiran mereka ada pertanyaan yang sama. Apakah Nenek Mina mendengar pembicaraan mereka?
“Silahkan di minum, Tuan. Hanya ada ini di rumah” Bintang dan Nadia sepertinya boleh bernafas lega karena mungkin Nenek Mina tidak mmendengar apa yang sedang mereka perbincangkan.
“Terima kasih, Bi. Harunya Bi Mina istirahat saja, tidak perlu repot begini” kata Bintang.
“Tidak apa-apa, Tuan. Walau bagaimanapun, anda itu tetap majikan kami”
Bintang lalu memperhatikan sekeliling rumah itu, rumah tua yang masih layak huni itu sangat kecil. Memang cocok untuk Nadia dan Neneknya yang hanya berdua saja.
“Aku akan mencarikan tempat tinggal yang lebih layak untuk kalian” kata Bintang setelah memperhatikan rumah itu.
“Aku rasa gadis cantik sepertimu tidak aman tinggal di sini. Apalagi kalau kau harus sampai pulang malam, bagaimana kalau ada yang mengganggumu di jalan” Bintang memperhatkan setiap sudut jalan yang di lewatinya saat menuju rumah Nadia, hanya ada penerangan dari setiap rumah dan tidak ada lampu jalan.
“Tidak perlu, Tuan. Kami tidak mau lagi berhutang terlalu banyak pada Tuan, biaya rumah sakit Nenek saja sudah sangat besar, sudah cukup kami menerima kebaikan Tuan” tolak Nadia secara halus.
“Bukan untukmu, tapi untuk Bi Mina. Kau kan cucunya jadi mau tidak mau kau akan ikut tinggal dengan Nenekmu. Anggap saja sebagai ucapan terima kasihku karena Bi Mina sudah bekerja pada keluargaku selama ini”
“Tapi, Tuan. Itu terlalu berlebihan” giliran Bi Mina yang menolaknya.
“Siapa bilang berlebihan, toh aku juga bukan akan memberikan rumah yang mewah pada kalian. Hanya rumah kecil yang kurang lebih seperti ini, tapi dengan lingkungan yang lebih baik”
Bi Mina tidak punya alasan lagi untuk menolak, hingga akhirnya mereka setuju denga rumah yang akan Bintang berikan pada mereka.
Nadia mengantar Bintang sampai ke mobilnya, sementara beberapa pasang mata terus memperhatikan mereka.
“Kau lihat, kau hanya akan jadi pergunjingan di sini. Kau bodoh sekali mencari tempat tinggal” Nadia mengerucutkan bibirnya.
“mau bagaimana lagi kalau uangnya hanya bisa dapat di sini” katanya yang sesuai dengan kenyataan.
“Itu karena kau terlalu keras kepala, aku sudah bilang kau boleh pakai kartu yang ku berikan tapi kau malah hanya menyimpannya saja menjadi penjaga dompetmu.”
Nadia lalu teringat kalau kartu itu belum dia kembalikan kepada Bintang karena selalu kelupaan.
“Iya, benar. Kartu anda. Saya mabil dulu”
“Simpan saja” Bintang mengehntikan langkah Nadia yang sudah akan kembali ke rumahnya mengambil kartu yang pernah Bintang berikan padanya.
“Pertimbangkanlah apa yang aku katakan, Nadia. Aku sungguh ingin kau tetap bersamu” kata Bintang yang terlihat sangat tulus.
Nadia hanya mengangguk pelan, Bintang lalu masuk ke dalam mobilnya dan kembali ke rumahnya.