Lintang Pertiwi hanya bisa diam, menyaksikan suaminya menikah kembali dengan cinta pertamanya. Ia gadis lugu, yang hanya berperan sebagai istri pajangan di mata masyarakat. Suaminya Dewa Hanggara adalah laki-laki penuh misteri, yang datang bila ia butuh sesuatu, dan pergi ketika telah berhasil mendapatkan keuntungan. Mereka menikah karena wasiat dari nyonya Rahayu Hanggara, ibunda Dewa juga merupakan ibu angkatnya. Karena bila Dewa menolak semua harta warisan,akan jatuh pada Lintang. Untuk memuluskan rencananya, Dewa terpaksa mau menerima perjodohan itu dan meninggalkan Haruna Wijaya kekasihnya yang sudah di pacari selama dua tahun.
Akankah Lintang bisa meluluhkan hati Dewa? Atau suaminya akan lebih memilih Haruna. Dan jangan lupa,ada seorang secret admire yang selalu ada bila Lintang bersedih.
Yuk! Pantengin terus kelanjutan dari cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yaya_tiiara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Suasana cafe siang itu sungguh amat lengang, Dion memilih tempat di luar ruangan. Selain bisa merokok, ia juga bebas melihat orang berlalu lalang. Sudah beberapa batang sigaret menemani kesendiriannya, tetapi orang yang di tunggu tak nampak bayangannya. Setelah acara makan malam, Dion meminta kesediaan Dewa untuk bertemu. Mereka sepakat bertemu hanya berdua saja, tanpa ada yang lain.
Dion melirik jam Rolex di tangannya, hampir setengah jam ia menunggu. Asbak di depannya, hampir penuh dengan puntung rokok. Es cappucino cincau yang di pesan, tinggal tersisa setengahnya. Dion mulai khawatir, bila Dewa tak bisa menemuinya. Padahal ia sudah meminta Diana untuk menemani Haruna, ke berbagai tempat destinasi wisata di Surabaya.
Rencananya ia akan mengorek informasi, mengenai Lintang dari bibir Dewa. Karena selama ini Dion merasa ada sesuatu hal di sembunyikan, oleh perempuan yang kini menghuni bilik hatinya. Dion bisa bernafas lega, ketika dari kejauhan mobil milik Dewa memasuki halaman cafe.
Dewa terlihat gagah, memakai celana pendek jeans dan kaos berkerah. Ia terlihat manly dari segi penampilan, ditambah kacamata hitam bertengger di hidungnya yang bangir. Dion berdiri dari kursinya, lalu menjabat tangan Dewa.
"Maaf, saya terlambat. Setelah mengantar Haruna ke rumah Om Sasongko, terjadi kecelakaan sehingga jalanan jadi macet" terang Dewa, sambil menarik kursi berhadapan dengan Dion.
"Enggak pa-pa, Mas. Saya juga belum begitu lama, nyantai aja" ucap Dion memakluminya.
"Jadi ada apa sebenarnya? Sampai-sampai, Mas Dion pengen ketemuan dengan saya. Apakah ada sesuatu yang urgent?"
"Lebih baik, Mas Dewa pesan minuman aja dulu. Saya hanya ingin bertukar pikiran, bukan yang lain" ungkap Dion lagi.
"Oke!" Dewa lantas memanggil waiters, dan melakukan pesanan yang sama dengan Dion. "Jadi ada apa? Kalo boleh tau" sambungnya penasaran.
"Mohon maaf sebelumnya, seandainya saya lancang bertanya" Dion menjeda kalimatnya, ia mulai ragu dengan keinginannya.
"Iya, lanjutkan" Dewa menatap Dion, yang menghentikan ucapannya. Tampaknya laki-laki muda, yang umurnya hanya selisih beberapa tahun di bawahnya meragu.
"Eghm, gimana bilangnya ya?"
"Bilang aja, ada apa?" tanya Dewa, memberi penekanan.
"Kalo boleh tau, kenapa adiknya Mas Dewa pergi dari rumah?" tanya Dion, mengeluarkan keheranannya. "Enggak perlu di jawab secara mendetail, cukup garis besarnya saja" ketika raut wajah Dewa menampakkan keengganan, buru-buru ia menambahkan keterangannya.
"Kami ada sedikit beda pendapat, mungkin ia tersinggung dengan ucapan saya" jawabnya sedikit menerawang.
"Seandainya saya bertemu dengan adik perempuan Mas Dewa, bolehkah apabila saya mendekatinya?" tanya Dion malu-malu, ia memegang tengkuknya salah tingkah.
Dewa menatap lekat wajah yang terlihat serba salah, ia menyadari mungkin pemuda berkulit putih itu, suka pada Lintang ketika melihat fotonya. Kemudian ia menggedikkan bahunya "Itu tergantung adik saya, mau gak apabila di dekati Mas Dion? Tapi sepertinya, saya yang gak setuju."
"Kenapa bisa begitu?"
"Karena saya gak ingin, adikku mendapatkan seorang suami yang slengean macam situ. Adikku harus bahagia, lebih dari ketika bersama saya..."
"Mas meragukan kemampuan, saya" sergah Dion cepat.
"Bukan itu maksud saya..."
"Lantas apa, yang jadi keberatan Mas Dewa" ucap Dion, semakin bernafsu.
"Sebenarnya, adik saya sudah menikah. Tapi sudah bercerai, karena suaminya menikah lagi dengan cinta pertamanya. Saya hanya ingin yang terbaik buat dia, apalagi Mas Dion terkenal sebagai seorang player."
"Itu kan menurut pendapat Mas Dewa, belum dari yang bersangkutan. Saya akan meyakinkan adiknya Mas Dewa, supaya mau dengan saya."
"Bagaimana, kamu bisa meyakinkan adik saya?" tanya Dewa, penuh tantangan.
"Saya akan lebih baik, dari mantan suaminya dulu" ucap Dion jumawa, sembari menepuk dadanya.
"Kamu tau, siapa mantan suaminya?" tanya Dewa memancing.
"Saya gak tau dan gak ingin tau, tapi yang pasti laki-laki mantan suami adiknya Mas, adalah lelaki terbodoh di dunia yang sudah menyia-nyiakan perempuan sebaik Lintang."
"Jadi kamu sudah menemukan Lintang?" tanya Dewa kaget. Ia memegang tangan Dion reflek, yang ada diatas meja.
"Kalo iya, memangnya kenapa?" Dion melepaskan tangannya, dari pegangan Dewa.
"Antarkan saya bertemu dengan Lintang..."
"Enggak mau, dan gak bisa!"
"Kenapa, keberatan? Memangnya, kamu pacar adik saya" tanya Dewa.
"Iya, saya kekasihnya Lintang" Dion dengan tegas menyatakan, kepemilikan atas Lintang. "Sampean hanya kakaknya, jadi yang berhak memutuskan hanya adiknya Mas Dewa."
Ke duanya ngotot beradu argumen, hingga menarik perhatian seorang laki-laki bertubuh tinggi. Rupanya ia seorang manager cafe, terlihat dari name tag yang di pakainya.
"Maaf, Mas-mas jangan ribut di cafe ini" tegur suara seorang pria dengan senyum di wajahnya, menginterupsi percakapan ke duanya yang mulai memanas.
"Anda siapa?" tanya mereka berbarengan.
"Saya manager cafe ini" ucapnya sopan. "Kalo ada sesuatu masalah, tolong selesaikan di luar jangan di sini" lanjutnya lagi, masih dengan senyuman.
"Oh ya maaf, saya agak emosi" tutur Dion, memohon maaf pada sang manager. "Saya gak akan, mengulangi lagi."
"Baiklah, silahkan di lanjutkan" sang manager, segera undur diri. Setelah mewanti-wanti ke duanya, agar bersikap baik selama berada di cafe.
"Kembali lagi pada pembahasan soal Lintang, saya ingin tau siapa mantan suami Lintang?"
"Apa perlu tau atau perduli ? tentang kehidupan Lintang sebelumnya. "
"Tentu, itu adalah hal yang paling penting. Jangan sampai masalalu terbawa, pada hubungan kami yang akan datang" tutur Dion bijaksana.
"Kamu pasti terkejut, kalo tau siapa pria yang sudah menyakiti Lintang?" Dewa tersenyum tipis. Wajah tampan, yang berahang tegas tampak muram. Ia merasa gagal mempertahankan biduk pernikahan, yang baru seumur jagung. Dan Dewa juga menyesali keputusan yang diambilnya, dengan memutuskan ikatan persaudaraan. Pasti ibunya murka di alam sana, dan mungkin mengutuk keras perbuatannya.
"Siapa, laki-laki pengecut itu?" tanya Dion, tak sabaran melihat tamunya hanya duduk termenung. Tangannya gatal ingin memukul, wajah pria yang membuat kekasih hatinya terluka.
"Lelaki itu adalah saya, Dewa Hanggara..."
Kalau bisa Dion ingin melenyapkan Dewa, dengan tangan kosongnya. Tetapi yang ia lakukan hanyalah terdiam tanpa kata, mendengar pengakuan yang keluar dari bibir Dewa. "Bagaimana bisa?" tanyanya, serupa bisikan. Dion cukup syok, dengan kata-kata jujur yang Dewa lontarkan. Ia menata hatinya yang tiba-tiba seperti di remas-remas, terkejut mendapati kenyataan bila rivalnya ternyata Dewa.
"Kami menikah karena perjodohan, Lintang adalah adik angkat ku, sebelum ibu ku meninggal beliau meminta ku untuk menikahi Lintang. Tetapi aku sudah memiliki kekasih, yang waktu itu tengah mengandung. Sebagai lelaki aku harus bertanggungjawab, dengan menikahi Haruna Wijaya" tutur Dewa panjang lebar.
"Kenapa gak nolak, waktu di jodohkan dengan Lintang? Kalo gak bisa adil, buat apa berpoligami. Pasti ada sesuatu, yang membuat mu mau menikahi Lintang."
"Kamu tau Dion Arya, enaknya hidupnya bergelimang harta dari orang tua. Sementara bila aku menolak menikahi Lintang, warisan itu akan jatuh pada adik ku yang notabene adalah orang lain, gak punya hubungan darah setetes pun dengan orang tua ku."
"Jancook!" maki Dion, menghantam kan kepalan tangannya pada wajah Dewa.
"Bug...bug... bug!"
Dewa terjengkang, jatuh dari kursi. Ia menghapus bibirnya, yang berdarah karena pukulan Dion. "Hehe!" Dewa terkekeh kecil, lalu bangkit di tolong pengunjung. Ia berjalan sambil memegangi wajahnya, yang pastinya babak belur. "Terimakasih, untuk hadiah terindahnya!" serunya sembari menyeret langkahnya keluar.
"Dasar gila, lelaki pecundang yang tolol."
****
yg ad hidupx sendirian nnt x