[Update tiap hari, jangan lupa subscribe ya~]
[Author sangat menerima kritik dan saran dari pembaca]
Sepasang saudara kembar, Zeeya dan Reega. Mereka berdua memiliki kehidupan layaknya anak SMA biasanya. Zeeya memenangkan kompetisi matematika tingkat asia di Jepang. Dia menerima hadiah dari papanya berupa sebuah buku harian. Dia menuliskan kisah hidupnya di buku harian itu.
Suatu hari, Zeeya mengalami patah hati sebab pacarnya menghilang entah kemana. Zeeya berusaha mencari semampu dirinya, tapi ditengah hatinya yang terpuruk, dia malah dituduh sebagai seorang pembunuh.
Zeeya menyelidiki tentang masa lalunya. Benarkah dia merupakan seorang pembunuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzalziaah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 | Kegalauan Zeeya
...****************...
Dear, diary ...
Kepergian orang yang berarti membuatku hilang semangat. Kairo adalah orang yang sangat berarti bagiku. Dia selalu ada di sampingku ketika aku membutuhkannya. Aku sangat kecewa karena dia meninggalkanku sendiri.
Kenapa dia ingin meninggalkanku? Apa aku pernah berbuat salah padanya? Seribu pertanyaan terlintas di benakku. Aku tidak mengerti alasannya untuk meninggalkanku.
Aku menceritakannya pada Reega. Untungnya dia selalu menyiapkan bahu untuk tangisanku dan telinga untuk mendengarkan curhatanku. Reega, aku minta maaf karena telah merepotkanmu dalam beberapa hari ini.
^^^-Adila Zeeya Vierhalt-^^^
...****************...
“Zee, are you okay?” tanya Reega, saudara kembarku itu sedang mengkhawatirkanku.
Aku tidak menjawab, tanganku sibuk membolak-balik halaman buku yang kupegang. Aku duduk meringkuk di sisi pojok perpustakaan bersandar di dinding dan beralaskan lantai yang dingin.
“Zee! Come on, girl. Sejak kapan kamu galau sampai nangis gini gara-gara satu cowok. Mungkin Kairo ada keperluan ke luar kota. Dia pasti bakalan balik, kok,” kata Reega meyakinkanku.
“Tapi Kairo ... hiks, sudah seminggu aku nge-chat dia, nggak dibalas ... Nomorku diblokir sama dia, akun sosmednya dihapus. Aku harus gimana Ree?” tak sadar, air mataku jatuh perlahan.
Aku menangis sambil memeluk kedua lututku. Reega merasa kasihan padaku, adik kembarnya yang baru pertama kali putus cinta. Dia mengusap rambutku dengan lembut. Tangannya terasa sangat dingin. Reega juga merasa kehilangan sahabatnya sejak kecil itu.
“Zeeya!!!”
Suara teriakan dari balik pintu mengagetkanku dan Reega. Aku buru-buru menghapus air mata dan merapikan seragamku yang terlanjur basah.
“Zeeya, gua cariin lu dari tadi, tau. Ternyata lu di sini,” kata cewek itu lantas menghampiriku.
Oh, ternyata Hana. Aku pikir siapa tadi.
“Aku keluar dulu ya, Zee. Take your time ...” pamit Reega.
“Lu habis ngapain di sini, Zee?” tanya Hana padaku.
“Ah, aku habis bimbingan Olimpiade tadi,” jawabku berbohong.
Untungnya Hana tidak curiga kalau aku habis menangis. Aku tidak ingin teman-temanku mengetahui kalau aku sebenarnya sangat cengeng. Hanya Reega lah yang boleh melihatku menangis.
“Aku kan nggak minta dijemput, Na.” Aku berdiri, menghampiri rak buku di sebelahku dan meletakkan buku yang dari tadi kupegang.
“Emang lu nggak laper? Udah jam makan siang, Nisa lagi nungguin tuh di kantin.”
“Kalo gitu ayo! Aku juga udah laper, nih.”
Aku mengiyakan ajakan Hana. Sejujurnya aku sedang tidak nafsu makan. Tapi aku tidak enak kalau harus menolak ajaknya.
“Guys! Di sini ...” Nisa yang duduk di bangku kantin melambaikan tangannya ke arah kami.
Aku dan Hana segera berjalan ke sana sambil berdesakan dengan murid di area kantin. Suasananya ramai seperti biasa.
“Tadi aku pesan bakso buat aku sama Hana, mi ayam buat Zeeya dan tiga es teh manis. Bentar lagi datang.”
Aku dan Hana duduk di kursi yang kosong berhadapan dengan Nisa. Nisa, ketua kelas kami yang ramah senyum itu menyapa kami dengan hangat.
“Eh, Han. Kamu tau cowok anggota club basket yang kemarin naksir aku?” Nisa membuka obrolan
“Tau. Kenapa?” Hana bertanya balik.
“Kita berdua sempat pas-pasan waktu aku jalan kesini tadi. Dia notice aku, dong! Kita sempat ngobrol bentar terus tukeran kontak, deh.” Nisa menunjukkan nomor cowok itu di HP-nya.
“Wah! Aku bakal kawal kapal kalian sampai jadian,” ucap Hana dengan bangga, Nisa hanya bisa tersipu malu.
Seorang pegawai kantin datang membawakan pesanan kami. Kami menghentikan obrolan sejenak, lalu bersiap menyantap makanan selagi masih panas.
“Progres hubunganmu sama si Kairo itu gimana, Zee?” Hana tiba-tiba menyerangku dengan pertanyaan yang sudah lebih dulu kuduga sembari menyeruput kuah baksonya.
“Kalian nggak perlu tahu lah ...” jawabku tanpa pikir panjang.
“Lu habis ditolak ya, Zee?” Hana kembali menyerang sambil menatap tajam mataku.
Aku diam mematung sejenak, menghela napas panjang. Aku berpikir bagaimana caranya menjelaskan situasi kemarin kepada kedua temanku.
"Iya ... kemarin aku ditolak,” kataku sambil mengaduk-aduk mi di dalam mangkuk.
Mereka berdua tampak kaget. Nisa bahkan hampir tersedak bakso yang dia makan.
“Ditolak?!” tanya Hana kaget.
“Bukannya kalian saling suka satu sama lain, ya? Kenapa malah nggak jadian?” Nisa keheranan.
“Em ... jadi dia cuma mau dianggap sebagai sahabat, bukan pacar.”
Aku tidak bisa mengatakan kalau Kairo sebenarnya menghilang tanpa kabar sejak seminggu yang lalu. Aku tidak mau membuat mereka khawatir.
“Jangan-jangan dia selingkuh!” Hana mulai menebak.
“Nggak mungkinlah ... aku tau Kai orangnya super duper introvert. dia nggak mungkin bakal selingkuh ...” aku kembali lesu.
“Eh, si Satya nge-chat aku, katanya ada latihan basket sepulang sekolah. Kalian mau ikut nonton bareng, nggak?” untunglah Nisa mengubah topik pembicaraan.
“Boleh ... kebetulan gua lagi bosen. Zee, lu juga harus ikut! Siapa tau dapat cowok baru. He he ...” jawab Hana.
Nisa mengetik pesan di HP-nya dengan sumringah, sementara aku masih lesu memikirkan keadaan Kairo. Kami bertiga segera menghabiskan makanan dan minuman masing-masing karena bel sebentar lagi berbunyi.
.........
“Satya! Come on, Fighting ...!” teriak Nisa menonton latihan basket.
Aku dan Hana hanya duduk terdiam di pinggiran lapangan menyaksikan segerombolan orang berebut bola.
“Zee, lihat! Itu Hansel.” Hana menunjuk salah satu pemain di lapangan.
Aku refleks menengok ke arahnya. Cowok yang paling tinggi itu tampak menonjol di antara pemain lainnya.
“Gua mau fotoin dia, ah. Lumayan buat koleksi foto cogan.” Hana mengeluarkan HP-nya dari dalam saku, memotret cowok yang ditunjuknya itu.
“Kamu suka Hansel, Na? Nggak ingin jadian gitu?” tanyaku penasaran.
“Cuma crush, sih. lagian cowok populer kayak dia pasti banyak yang ngejar.”
“Apa Kai juga seperti itu, ya? Suka sama aku cuma sekedar suka aja.” Kairo benar-benar tidak bisa lepas dari pikiranku.
“Emang lu nggak tanya kenapa dia mutusin lu?”
“Katanya dia bakalan ninggalin aku pergi. Dia putusin aku biar nggak khawatir.”
“Kalau gua jadi lu, Zee. Gue bakal samperin rumahnya. Tanya kenapa dia putusin gua. Kalau alasannya nggak jelas, gua tampar mukanya!” Hana memandangi foto Hansel hasil jepretannya.
Aku pikir benar juga kata Hana. Kenapa aku tidak kepikiran untuk pergi ke tempat tinggal Kairo, ya? Terlarut dalam kesedihan membuatku tidak bisa berpikir sesederhana itu.
Duk!!!
Bola basket tidak sengaja mengenai kepala Hana.
“Lu nggak papa kan?” Hansel berlari mendatangi Hana yang tampak kesal.
“Aduh! Sakit banget ...” Hana meringis.
“Sorry, sorry gua nggak tau kalau bolanya bakal kena kepala lu.” Hansel mengambil bola yang menggelinding di dekat kakiku dan kembali berlari ke lapangan, melanjutkan latihan.
“Ih! Masa cuma minta maaf doang!” Hana merasa kesal memegangi kepalanya yang nyeri itu.
“Terus mau kamu apa, Na? Digendong Hansel sampai UKS?” tanyaku sambil tertawa melihat reaksi Hana yang kesakitan.
“Ya nggak gitu lah, Zee ...” Hana memukul ringan lenganku.
Aku tertawa lega. Akhirnya aku tidak merasakan kegalauan lagi meski hanya sebentar.
Hari semakin sore, kami bertiga memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Besok aku akan mendatangi panti asuhan tempat tinggal Kairo. Semoga aku mendapat jawaban yang memuaskan darinya.
.........
dari judulnya udah menarik
nanti mampir dinovelku ya jika berkenan/Smile//Pray/
mampir di novel aku ya kasih nasihat buat aku /Kiss//Rose/