Cantik dan kaya, dua hal yang tidak dimiliki oleh Anjani. Hal ini membuatnya diperlakukan secara tidak adil oleh suami dan keluarganya. Dihina, diselingkuhi dan diperlakukan dengan kasar, membuat Anjani akhirnya menyerah.
Keputusan bercerai pun di ambil. Sayangnya, sesuatu hal buruk terjadi pada wanita itu dan membawanya bertemu dengan seorang Kelvin Stewart yang merubah hidupnya.
Keinginannya saat ini hanya satu, yaitu membalaskan dendamnya pada Andrew Johanson Sanjaya, mantan suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naya_handa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan malam
Di kediaman keluarga Sanjaya, Widi masih mengomeli pelayan yang gagal membuat makan malam. Ia ingin pelayan membuatkan kukus ikan, tetapi rasanya malah tidak karuan. Sudah cukup lama Widi tidak menikmati makanan ini, mungkin sudah sekitar satu tahun lamanya. Wanita ini dibuat kecewa dengan menu makan malam yang hancur berantakan.
“Ini tuh masih bau amis, kamu tau gak? Kamu ngikuti resep di sini gak sih?” tanya Widi yang menyalak pada pelayan sambil memukul buku resepnya.
“Ma-maaf Nyonya. Tadi sudah saya ikuti,” pelayan itu terlihat gugup dan ketakutan. Padahal baru satu bulan ia bekerja di rumah ini, tetapi sudah banyak bentakan yang ia terima.
“Diikutin kok masih salah! Mau makan apa kita malam ini? Ini tuh ikan mahal! Bodoh kamu!” seru Widi sambil mentoyor kepala pelayan itu.
Pelayan itu hanya tertunduk menangis dalam-dalam, ketakutan mendapat perlakuan kasar dari Widi.
“Udah lah Mah, kita beli makanan di resto aja, gak usah ngomel. Tinggal pesan, gak lama juga dateng.” Andrew yang baru turun, berujar dengan santai.
“Jam berapa ini, masa baru pesan makan sekarang?” Widi masih kesal. Andrew melihat jam di tangannya, sudah jam tujuh malam, memang sudah terlalu larut. "Istri kamu juga, malah pergi-pergian. Coba dia gak pergi, Mamah gak harus ngurusin anak kalian yang rewel dan bisa masak sendiri." Kekesalan Widi masih berlanjut.
"Iya Mah, maaf yaa udah ngerepotin Mamah...." Andrew hanya bisa meminta maaf meski hanya di balas kerlingan mata sinis oleh ibunya.
Tidak lama terdengar suara bell yang berbunyi nyaring. “Bukain!” seru Widi pada pelayan itu.
“Baik Nyonya,” pelayan itu pun segera beranjak untuk membukakan pintu.
“Selamat malam,” sapa suara lembut milik seorang wanita cantik.
“Se-selamat malam. Maaf mau ketemu siapa ya?” pelayan itu bertanya dengan bingung melihat kedatangan seorang bidadari malam-malam begini.
“Oh, saya tetangga baru di sini. Saya hanya ingin menyapa saja. Apa keluarga Sanjaya ada di dalam?” tanya Jharna dengan ramah.
“A-ada. Silakan masuk, saya panggilkan dulu.” Wanita itu langsung mempersilakan Jharna.
“Ada siapa?” tanya Widi saat melihat pelayan itu tergopoh-gopoh menghampirinya.
“Maaf Nyonya, katanya dia tetangga baru. Mau bertemu keluarga Sanjaya,” ujar pelayan itu.
“Oh, ya suruh masuk lah,” Widi segera menyusul ke ruang tamu. Ia melihat sosok Jharna yang cantik dengan tentengan sebuah kotak makanan di tangannya.
“Maaf, siapa ya?” Widi menyambut dengan ragu. Ia belum pernah tahu kalau ia memiliki tetangga baru yang masih muda dan cantik.
“Selamat malam, perkenalkan saya Jharna. Saya tinggal di rumah sebrang, ingin menyapa Anda,” Jharna berujar dengan sopan.
Saat wanita itu menyebut namanya, tidak hanya Widi yang melongo, tetapi juga putra kesayangannya yang segera ikut menghampiri ke ruang tamu.
“Anda?” tanya Jharna, saat melihat sosok Andrew berdiri di hadapannya. Pura-pura saja ia kaget bertemu laki-laki itu.
“Nona Jharna?” Andrew pun sama terkejutnya.
“Benar, saya Jharna. Wah saya tidak tau kalau ternyata Anda tinggal di rumah ini. Kebetulan sekali ya,” Jharna dengan sikapnya yang manis. Walau dadanya mulai bergemuruh dan ia tahan dengan mengeratkan genggamannya pada pegangan kotak makanan.
“Kalian saling kenal?” Widi langsung bersikap ramah.
“Aku ketemu dia di Singapore Mah, waktu nemenin Cheryl memenuhi undangan Perusahaan parfum,” terang Andrew yang terlihat salah tingkah. Lihat senyumnya yang mereka dan wajahnya yang sedikit merah. Jangan tanyakan soal jantungnya yang berdebar sangat kencang, melihat Wanita yang ia mimpikan semalam, ada di hadapannya.
"Ya ampun, ayo masuk." Wanita itu langsung mengajak Jharna ke ruang keluarga. Ruangan yang sama saat Jharna melihat orang-orang ini mengabaikannya dan asyik dengan dunianya sendiri. “Wah, dunia ini memang sempit ya.” Widi mengamini ujaran putranya.
“Iyaa. Saya pikir saya tidak akan bertemu orang yang saya kenali di daerah ini, tapi ternyata saya bertemu dengan orang-orang baik. Oh iya, ini ada sedikit makanan sebagai tanda perkenalan. Saya harap, Anda mau menerimanya.” Jharna segera memberikan kotak makanan itu pada Widi.
“Adduuhh terima kasih… jadi ngerepotin gini… saya permisi dulu ya, biar saya pindahin dulu tempatnya. Drew, temenin Jharna ngobrol ya,” Widi langsung undur pamit dan membiarkan sang putra menemani tamunya.
“Iya, Mah.” Andrew menyahuti dengan semangat. Ia memandangi sosok cantik Jharna yang tampak celingukan bingung melihat sekitaran rumahnya.
"Duduklah," tawar Andrew. Masih serasa mimpi duduk berhadapan dengan Jharna di sofa yang sama.
“Terima kasih. Oh iya, istri Anda, bagaimana kabarnya?” Jharna memulai pembicaraan yang basa-basi itu.
“Oh, dia sedang ada acara di luar kota. Besok baru kembali. Ngomong-ngomong, rumah kamu di sebelah mana? Eh, boleh kan aku memanggilmu seperti itu, supaya lebih akrab?” Andrew tidak berubah, laki-laki ini memang opportunis, pandai menciptakan peluang.
Jharna mengangguk setuju. “Boleh. Aku tinggal di rumah yang pagarnya warna abu,” terang Jharna dengan sejujurnya.
“Oh dekat ya,” Andrew tersenyum senang, karena ternyata wanita yang masuk di mimpinya itu sangat dekat dengan dirinya. Tetangga lima langkah.
“Ya, sesekali berkunjunglah,” tawar Jharna mencoba memancing.
“Ya tentu, aku akan berkunjung lain waktu. Kamu tinggal dengan siapa di rumah itu?” Andrew semakin penasaran saja.
“Saya tinggal dengan,” Jharna sedikit berpikir. “Calon suami saya,” imbuhnya yang kaget sendiri dengan jawabannya. Jharna mengomel dalam hati atas kebodohannya. Tetapi ia rasa ini jawaban yang paling masuk akal. Kalau di sebut adik kakak, mereka tidak mirip. Kalau di sebut suami istri, ia akan kesulitan mendekat pada keluarga ini. Tujuannya sekarang adalah membuat Andrew mendekat padanya lalu menghancurkan pernikahan mereka seperti yang Andrew lakukan sebelumnya. Ia ingin membuat pasangan jahat itu menyesal karena memilih orang yang salah.
“Oh, jadi kalian belum menikah?” Andrew mulai mencondongkan tubuhnya dan menggaris bawahi pengakuan Jharna. Baginya masih ada kesempatan untuk mendekat.
“Belum,” tegas Jharna sambil menggeleng dan tersenyum.
Andrew pun ikut tersenyum seraya mengusap dagunya dengan lembut. Keinginannya untuk mendekat pada Jharna terasa semakin kuat.
“Jharna,” panggil Widi yang sudah kembali.
“Ya, Nyonya.” Jharna segera menyahuti.
“Adduhhh, makasih ya makanannya, enak banget itu. Tante jadi gak sabar, langsung tadi tante cobain. Oh iya, panggilnya tante aja, jangan nyonya. Kita kan tetanggan, biar akrab.” Wanita itu berujar dengan semangat. Terlihat sekali kalau ia senang melihat kedatangan Jharna. Sungguh ibu dan anak yang kompak.
“Iya tante, sama-sama. Em, kalau gitu, aku permisi dulu ya. Ini sudah waktunya makan malam, aku harus segera pulang,” pamit Jharna.
“Oh iya. Drew, kamu bisa anter Jharna? Kasian pulang sendirian,” Widi sengaja memberi putranya kesempatan. Ia melihat kalau sang anak tertarik pada wanita baik dan cantik ini.
“Iya Mah, Andrew anter dulu. Daerah sini cukup rawan di malam hari, masih suka ada orang jahat,” Andrew memang suka mengada-ngada demi terlihat sebagai pahlawan, padahal Jharna tahu persis kalau kompleks elite ini penjagaannya ketat.
“Terima kasih, maaf merepotkan. Selamat malam, tante,” pamit Jharna.
“Selamat malam Jharna, lain kali main lagi yaa….” Widi melambaikan tangannya dengan ramah pada Jharna.
Jharna benar-benar di antar pulang oleh Andrew. Mereka berjalan bersisian dengan perasaan canggung. Saat menikah dulu, mana pernah Jharna berjalan seperti ini dengan suaminya. Hanya saat menjadi Jharna lah, Andrew memberinya perhatian yang besar.
“Kapan kalian akan menikah? Aku di undang kan?” pertanyaan Andrew mulai menyelidik. Ia sengaja berjalan dengan lamban agar bisa menghabiskan waktu lebih lama dengan Jharna.
“Aku belum tau, masih harus ada pembicaraan dengan keluarga kami.” Jharna menjawab dengan diplomatis. Terlihat Andrew yang mengangguk pelan, sudah pasti laki-laki ini sedang memikirkan peluang.
“Terima kasih sudah mengantarku. Maaf merepotkan,” Jharna mengangguk sopan setibanya di depan rumahnya.
“Tidak masalah, tidak merepotkan sama sekali.”
“Baiklah, kalau begitu, aku permisi. Selamat malam,” pamit Jharna.
“Ya, selamat malam. Sekali lagi terima kasih,” Andrew begitu bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
Jharna hanya mengangguk, sebelum kemudian ia masuk ke dalam rumah. Sementara Andrew berjalan mundur dengan gelisah sambil memandangi pagar rumah Jharna.
“Calon suami kan? Baru calon,” gumam Andrew yang tersenyum kecil. Entah mengapa ada rasa tertantang yang muncul begitu saja dalam dirinya.
Apa yang mau kamu lakukan ‘Drew?
****
ingat di ujung cambuk kehidupan ada emas berlian intan menanti mu✌️