Hanya karena Fadila berasal dari panti asuhan, sang suami yang awalnya sangat mencintai istrinya lama kelamaan jadi bosan.
Rasa bosan sang suami di sebabkan dari ulah sang ibu sendiri yang tak pernah setuju dengan istri anaknya. Hingga akhirnya menjodohkan seseorang untuk anaknya yang masih beristri.
Perselingkuhan yang di tutupi suami dan ibu mertua Fadila akhirnya terungkap.
Fadila pun di ceraikan oleh suaminya karena hasutan sang ibu. Tapi Fadila cukup cerdik untuk mengatasi masalahnya.
Setelah perceraian Fadila membuktikan dirinya mampu dan menjadi sukses. Hingga kesuksesan itu membawanya bertemu dengan cinta yang baru.
Bagaimana dengan kehidupan Fadila setelah bercerai?
Mampukah Fadila mengatasi semua konflik dalam hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 36.
"Saya akan tuntut kamu atas tindakan tidak menyenangkan ini," ucap Fred menatap marah pada Fadila yang baru saja meletakkan tisu yang baru di pakainya.
"Oh, silahkan. Saya juga akan menuntut Anda atas tindakan tercela karena mengusik rumah tangga saya," sahut Fadila menatap dingin Fred.
"Dasar perempuan ****** murahan! Kamu cuma bermodal anak haram it ..."
PLAK
Fadila menampar keras wajah Katren yang di majukan ke hadapan Fadila. Karen mengatai Fadila semabri menunjuk.
"Jaga ucapan Anda, Nona. Atau saya akan benar-benar menuntun atas kabar bohong yang Anda sebarkan," ucap Fadila.
"Aku lah yang akan menuntut kamu karena sudah menyakitiku," teriak Katren marah.
"Maka kamu akan mendekam di penjara untuk waktu yang lama. Karena sudah dengan berani mencampurkan sesuatu ke dalam minuman dan memberikannya padaku." Arnan yang tidak terima istrinya di caci buka suara.
Fred menatap Arnan dengan pandangan tak percaya. Sedangkan Katren jadi gugup karena kelakuannya ketahuan.
"Apa maksud Anda, Tuan Arnan?" Tanya Fred saat melihat pandangan tajam Arnan pada putrinya.
"Tanya kan pada putrimu, apa yang telah di lakukannya semalam?" Fred menatap Katren.
Fadila yang mendengar ucapan suaminya jadi mulai mengerti keadaan. Tadi malam ia dapat merasakan sang suami yang begitu ganas sebelum bersikap lembut.
"Jangan bilang kalau kamu yang memberikan obat gairah pada minuman suamiku?" Tanyanya.
"Apa? Itu tidak mungkin. Anak saya ini sangat polos dan tidak mungkin melakukan hal seperti itu." Fred menyangkal ucapan Fadila yang menuduh anaknya.
"Polos? Heh." Fadila tertawa kecil menatap Katren. "Ya polos, di atas ranjang seseorang."
Katren menahan malunya dan menyangkal apa yang di lakukannya tadi malam. "Aku tidak melakukan apa-apa tadi malam. dan jangan sembarangan bicara kamu! Jelas-jelas kamu lah yang sudah bertindak polos di ranjang, Tuan Arnan."
"Tentu saja aku harus polos di ranjang suamiku, di hadapan suamiku. Memangnya ada yang salah dengan itu? Siapa yang akan perduli dengan apa yang di lakukan suami istri malam hari? Tidak ada, kecuali orang-orang kepo dan syirik," ucap Fadila.
Fadila menatap Karena dan menilai penampilan perempuan di depannya. "kamu masih muda tapi sudah berani melakukan hal kotor. Sungguh miris," ledek Fadila.
Katren sungguh kesal dengan semua ucapan Fadila yang seakan bisa membalikkan semua ucapannya.
"Apa urusannya denganmu? Lagian Tuan Arnan yang membawaku ke sini. Dan Tuan Arnan juga mengundang papa ku datang. Itu artinya dia ingin melamarku," sombong Katren.
Fadila menaikkan sebelah alisnya lalu memandang sang suami. Arnan menggeleng kan kepalanya tanda itu tidak benar.
"Jelaskan, Mas. Kalau gak parasit bakalan terus menggonggong merasa benar," ucap Fadila.
Arnan menghela napasnya panjang, sepertinya dia harus melakukan cara terakhir supaya Katren tak lagi banyak berkhayal.
"Jack!"
Yang di panggil muncul dengan cepat. "Ya, Bos. Apa yang bisa saya lakukan?"
"Bawa mereka keluar, dan jangan lupa oleh-olehnya yang spesial," ucap Arnan.
"Siap, Bos." Jack menyahut dengan semangat lalu mempersilahkan kedua tamu itu ikut bersamanya.
Katren dan Fred berjalan mengikuti Jack dengan senangnya. Bahkan Katren menatap Fadila mengejek karena berpikir akan mendapatkan hal yang luar biasa.
Setelah kepergian ketiga orang itu dan pintu tertutup rapat. Kini giliran Fadila yang menatap tajam suaminya.
Arnan menelan ludahnya kasar mendapati tatapan maut istrinya. "Sebentar ya, Nak. Kamu main dulu di sini, ada yang mau Daddy sama Mami bicarakan." Arnan mendudukkan Anan di karpet tebal lalu memberinya kertas kosong.
"Daddy, ndak ikut cama olang yang tadi kan?" Tanya Anan menatap daddy nya.
"Enggak, Nak. Daddy cuma mau duduk di situ saja kok sama Mami, sebentar." Arnan menunjuk sofa yang tak jauh dari posisi Anan.
"Anan mengangguk dan mulai mengeluarkan alat gambarnya dari dalam tas kecil yang selalu di bawa kemanapun ia pergi.
Setelah selesai menangani Anan, kini giliran maminya Anan yang harus di tangani oleh pria tampan itu.
"Ayo duduk di situ saja, sayang." Ajaknya pada Fadila.
Wanita itu berjalan lebih dulu dan duduk di sofa singgel. Menghadap Anan yang sedang menggambar.
Arnan mengusap tengkuknya bingung harus bagaimana memulainya. Ia sudah sangat lama tak pernah berurusan lagi dengan wanita.
"Hm ... Perempuan tadi yang kasih obat ke dalam minuman Mas tadi malam. Kata Jack, dia kasih kan minuman itu saat Jack mendekati stan minuman."
Fadila melirik suaminya yang duduk di sofa singgel satu lagi, tepat di sebelahnya. "Lalu, kenapa pria tua tadi bisa meminta Mas menikahi anaknya si bibir besar itu?"
Arnan tersedak ludahnya sendiri mendengar kalimat terakhir istrinya. Ada-ada saja julukan dari istrinya ini.
"Karena Mas beli saham perusahaan mereka, tujuannya supaya perusahaan Mas lebih besar lagi. Dan sebenarnya tadi Mas mau kasih mereka pelajaran, tapi karena kamu keburu datang bersama Anan ... Mas bisa apa? Gak mungkin Mas melakukan kekerasan di depan Anan, kan."
"Mas panggil Tuan Fred, juga untuk mengingatkan pria itu supaya tidak berbuat sembarangan. Apa pagi Mas pemilik saham terbesar di perushaannya. Jadi Mas mau keuntungan yang besar juga. Sementara Tuan Fred, punya catatan buruk menggelapkan uang para pemegang saham."
Arnan menjelaskan sedetail mungkin pada Fadila akan kejadian sebenarnya.
"Kamu yakin cuma itu, Mas?" Fadila menatap suaminya dengan mata memicing curiga.
"Iya, sayang. Mas gak sembunyikan apa-apa lagi kok," ucap Arnan meyakinkan.
Fadila menghela napas lega setelah mendengarkan penjelasan suaminya. Tapi ada satu hal yang membuat wanita itu penasaran.
"Kenapa kamu minta Jack kasih mereka oleh-oleh spesial, Mas? Memangnya oleh-oleh apa?" Tanyanya dengan wajah polos.
Arnan yang mendengar pertanyaan itu sontak saja tertawa. Apa lagi wajah polos Fadila saat bertanya benar-benar persis seperti Anan.
"Ya ampun istriku ... Kenapa kamu gemesin banget sih? Mana mirip banget lagi sama Anan," ucap Arnan gemas dan mencubit kedua pipi Fadila pelan.
"Mas ..." Fadila memegangi kedua tangan Arnan yang mencubitnya.
"Kenapa Mami sayang?" Goda Arnan sembari terkekeh mendapati Fadila yang cemberut di godanya.
"Mami, kenapa?" Tanya Anan menatap Fadila yang cemberut.
Bocah itu penasaran dengan wajah maminya yang tak seperti biasa.
Arnan menatap Anan yang sedang menatap Fadila. Seketika tawa pria itu pecah sata mendapati wajah Anan yang persisi dengan wajha Fadila tadi sata bertanya dengan polos.
Fadila mengkerutkan keningnya heran mendengar tawa suaminya. Begitupun dengan Anan yang ikutan menatap Aranan.
Apa yang lucu, batin keduanya.
Di tempat lain ....
Jack membawa Fred dan Katren ke suatu tempat yang hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahuinya. Fred dan Katren juga di tutupi kedua matanya dengan kain hitam.
Dengan dalih oleh-oleh spesial itu sebagai kejutan. Keduanya menuruti ucapan Jack untuk tidak membuka penutup itu hingga di perintahkan.
Sesampainya di suatu tempat yang jauh, Fred dan Katren di bantu turun oleh dua orang dan di bawa masuk.
"Jangan sampai terbunuh," ucap Jack pada orang-orang seram yang masih di dekat mobilnya.
Sedangkan Fred dan Katren sudah masuk ke dalam bangunan besar di sana.
"Siap, Bos." Sahut seorang di sana.
Setelahnya Jack pergi meninggalkan tempat itu dan kembali ke kantor dengan lega. Apa lagi orang yang mencelakai bosnya akan di beri pelajaran supaya tidak tuman.