Aura, gadis berusia 26 tahun yang selama hidupnya tidak pernah memahami arti cinta.
Karena permintaan keluarga, Aura menyetujui perjodohan dengan Jeno.
Akan tetapi, malam itu akad tak berlanjut, karena Aura yang tiba-tiba menghilang di malam pengantinnya.
Entah apa yang terjadi, hingga keesokan harinya Aura justru terbangun di sebuah kamar bersama Rayyan yang adalah anak dari ART di kediamannya.
"Aku akan bertanggung jawab," kata Rayyan lugas.
Aura berdecih. "Aku tidak butuh pertanggungjawaban darimu, anggap ini tidak pernah terjadi," pungkasnya.
"Lalu, bagaimana jika kamu hamil?"
Aura membeku, pemikirannya belum sampai kesana.
"Tidak akan hamil jika hanya melakukannya satu kali." Aura membuang muka, tak berani menatap netra Rayyan.
"Aku rasa nilai pelajaran biologimu pasti buruk," cibir Rayyan dengan senyum yang tertahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chyntia R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Peringatan
Sejak hari dimana Aura mengatakan kebebasan masing-masing untuk mereka, Rayyan menjadi lebih pendiam. Ia jarang menanyakan Aura, membuat hubungan keduanya stuck tanpa ada kemajuan.
Rayyan juga lebih sering keluar dari Apartmen, Aura tidak tau kemana perginya pria itu dan ia pun memang tidak pernah menanyakannya.
Kendati demikian, Rayyan tetap mengerjakan kesehariannya di Apartmen seperti membuat sarapan untuk Aura dan mengisi isi kulkas saat dirasa sudah mulai kosong.
"Pergi lagi?"
Pertanyaan Aura kali ini membuat Rayyan menoleh, mereka jarang terlibat percakapan lagi, begitupun dengan hubungan ran jang yang katanya bisa mereka lakukan kapan saja sesuai kebutuhan, nyatanya itu tak pernah terjadi kembali setelah pagi terakhir melakukannya dan ini sudah berselang seminggu dari hari itu.
"Iya," jawab Rayyan singkat. Sejujurnya ia senang Aura menyapa dan menanyakannya.
"Oh, baguslah. Aku juga mau pergi."
Rayyan merespon ucapan Aura dengan dehaman kecil.
Rayyan hampir menyentuh knop pintu sebelum akhirnya kembali berbalik untuk mengatakan suatu hal pada Aura. Sebenarnya ini sudah ingin ia katakan dari kemarin, tapi mengingat ia tak mau merusak mood Aura, barangkali sekarang adalah momen yang paling pas dikala Aura yang menyapanya lebih dulu.
"Ra, aku cuma mau ingatin kamu sesuatu. Meski kamu bilang kita masih bebas satu sama lain, tapi jangan pernah lupakan status pernikahan kita. Aku pikir kamu pasti memahami batasan-batasan seorang istri. Jadi, kalaupun kamu pergi hari ini, hati-hati dan jangan pergi dengan pria lain hanya berdua saja."
Aura tak menyahut, ia menatap televisi dengan tatapan lurus tanpa mengadah sedikitpun pada sang suami.
Rayyan yang melihat itu, akhirnya memilih angkat kaki kemudian benar-benar berlalu pergi.
Aura mengendikkan bahu cuek setelah kepergian Rayyan, ucapan Rayyan cukup diresapinya. Lagipula, Aura memang tak mungkin pergi berdua saja dengan lawan jenis. Ia selalu menghindari itu sejak dulu bahkan saat statusnya belum menikah, sebab Aura trauma dengan kelakuan para pria. Tidak dapat dipercaya.
Dalam hidupnya, Aura hanya pernah pergi berdua dengan Jeno. Itupun cuma sekali dan karena ia sudah menganggap Jeno dekat dengannya dikala mereka hampir saja menikah waktu itu.
Ngomong-ngomong soal Jeno, apa kabarnya dia ya? Entah kenapa Aura justru mengingat pria itu. Pasti Jeno mencari keberadaannya, syukurnya Aura tidak pernah memiliki rasa berlebih pada Jeno sehingga ia tidak perlu merasa kehilangan. Yang ada hanya rasa bersalah karena mereka tak jadi menikah. Hanya itu saja.
"Kau dimana, Aura?"
Rupanya Aura mendapat telepon dari Wilow.
"Aku di Apartmen. Ada apa?"
"Aku, Ghea dan Sylvia mau hangout, apa kau mau ikut?"
"Tentu saja."
Sebenarnya, Aura tidak benar-benar ingin pergi seperti ucapannya pada Rayyan tadi. Itu hanya jawaban asalnya saja karena ia kesal melihat Rayyan yang belakangan hari sering sekali keluar rumah. Ah, kenapa juga ia harus kesal karena hal itu?
Akan tetapi, ajakan Wilow ini bisa membuat Aura merealisasikan ucapannya tadi, ia akan benar-benar keluar dan pergi dengan teman-teman wanitanya.
"Baiklah, aku akan menjemputmu satu jam lagi," kata Wilow.
"Okay."
Aura segera bersiap dengan semangat. Ia akan berkumpul dengan teman-temannya. Ladies time, begitulah yang ada dibenak Aura.
Setelah siap dengan penampilannya, Wilow benar-benar menjemput Aura di Apartmennya.
"Ayo kita pergi!"
"Kita mau kemana?" tanya Aura.
"Melepaskan beban. Ayolah!"
Aura langsung mengikuti Wilow yang menarik tangannya dengan sigap. Mereka juga menjemput Ghea dan Sylvia di tempat tinggal mereka masing-masing.
"Hai gurls. Ayo kita pergi!"
Rupanya tujuan mereka adalah sebuah Mal yang terbesar di kota.
"Kalian mau shopping?"
"Iya, kita baru saja gajian. Kau dan Sylvia juga baru menerima gaji pertama, kan? Ayo belanja!"
Aura mengiyakan dan mulai memilih beberapa pakaian yang cocok. Ia tidak mau menghabiskan uang gajinya begitu saja sebab ia masih banyak kebutuhan.
Setelah puas berbelanja, mereka makan siang di cafe terdekat, lalu melanjutkan perjalanan lain ke sebuah tempat karaoke.
Disana, Aura hanya melihat Sylvia, Ghea dan Wilow menjadi penyanyi amatiran, sementara dirinya sendiri tidak bisa melakukan hal itu. Beberapa kali Aura tertawa bersama teman-temannya, sudah lama ia tak selepas ini.
Wilow dan Sylvia mendesak Aura untuk ikut bernyanyi, kata mereka itu bisa melepaskan rasa penat dan membuang pikiran yang stress. Aura akhirnya ikut bernyanyi dan bergoyang bersama mereka. Ternyata itu asyik juga dan benar-benar membuatnya melupakan bebannya.
"Sepertinya ini sudah hampir gelap, aku harus pulang," kata Aura ingin menyudahi sesi jalan-jalannya hari ini.
"Nanti dulu. Apa kau takut dimarahi kakakmu?" ujar Wilow.
Aura jadi teringat Rayyan. Pria itu tidak ada kabarnya sama sekali. Apa Rayyan sudah kembali ke Apartmen? Atau justru belum?
"Apa Aura memiliki kakak?" tanya Sylvia.
"Ya, kakaknya lelaki matang yang tampan," puji Wilow.
Sylvia dan Ghea langsung tertarik mendengarnya, mereka juga gadis-gadis single.
"Ayolah! Kapan-kapan kita bisa ajak kakakmu juga, kita akan keluar dan jalan-jalan bersamanya."
Aura memutar bola matanya dengan jengah. "Kakakku tidak tertarik bergabung dengan para gadis seperti kalian. Dia tidak punya waktu untuk itu."
"Woa ... aku jadi penasaran seperti apa dia," ujar Ghea semakin tertarik.
"Dia tampan," timpal Wilow dengan mata berbinar.
"Biasa saja!" sangkal Aura.
"Ah, apa kau sudah mengatakan padanya soal kencan buta yang sempat ku tawarkan?" Wilow menaik-naikkan kedua alisnya dihadapan Aura.
Aura mendesis. "Dia tidak mau," katanya berdusta. Tentu saja Aura tak pernah mengatakan pada Rayyan soal tawaran yang diberikan Wilow.
"Ah, kenapa? Apa aku kurang menarik untuknya ya?" Wilow tampak menggerutu dengan wajah kecewa.
"Apa kakaknya setampan itu?" timpal Sylvia kemudian.
"Ah, sudahlah, jangan membahas dia. Lebih baik kalian lanjutkan menyanyi. Aku mau pulang." Aura menghindari pembahasan ini.
"Ayo ku antar!" kata Wilow, namun Aura tidak mau menggangu keasyikan teman-temannya yang masih ingin berkaraoke.
"Sudahlah, aku bisa pulang naik taksi. Kalian lanjut saja bersenang-senangnya." Aura berkata sungguh-sungguh, lagipula ia sudah hilang semangat karena ketiga teman perempuannya justru antusias membahas soal Rayyan dan tampak begitu tertarik. Entah kenapa Aura tak menyukai hal itu.
Aura berjalan singkat sampai ke halte, ia akan menaiki taksi dari sana, tetapi ia belum mendapatkannya sampai hujan rintik-rintik mulai tampak membasahi jalanan.
Aura mengecek ponselnya untuk melihat jadwal kereta listrik yang masih beroperasi di jam tersebut, mungkin ia akan menaiki transportasi itu saja agar cepat sampai sebelum hujan semakin deras. Sayangnya, ponselnya dalam keadaan habis baterai.
"Aura?"
Aura menoleh dan mendapati Darren yang menyapanya dari kaca mobil yang diturunkan.
"Darren?"
"Mana Wilow? Kau tidak dengannya?"
"Ah, dia masih asyik dengan yang lain. Aku tidak mau mengganggunya, aku bisa pulang sendiri."
"Ayo ku antar pulang!"
...***...
Rayyan tiba di Apartmen saat hari sudah gelap. Ia melihat suasana disana sunyi dan senyap. Itu artinya Aura belum kembali.
Maid yang sempat Rayyan pekerjakan saat ia kembali ke Indonesia beberapa waktu lalu--memang tidak bekerja di hari weekend, wanita paruh baya itu hanya bekerja di weekdays dan tidak menginap, itu sebabnya Apartmen Aura benar-benar kosong.
"Kamu kemana, Ra?" Rayyan bertanya-tanya dan mulai khawatir.
Rayyan pun menelpon nomor istrinya namun tidak tersambung. Perasaan Rayyan mendadak tidak enak.
Sejujurnya, Rayyan tidak bisa melepaskan Aura pergi sendiri begitu saja. Tapi ia selalu mengingat ucapan Aura yang mengatakan jika mereka masih bebas. Untuk itu lah Rayyan tak mau mengekang wanitanya. Tapi jika dalam keadaan begini, Rayyan selalu menjadi serba salah.
Rayyan memilih turun dari lantai Apartmen karena tak tenang menunggu Aura disana. Ia akan menunggu di lobby saja, pikirnya.
Sampai saat mata Rayyan menangkap pemandangan yang membuatnya mengepalkan kedua tangan.
Aura tampak pulang bersama Darren dan ia melihat pria itu membukakan pintu mobil untuk istrinya.
"Aura?" Rayyan menghampiri keduanya yang sudah berada di luar mobil. Ia tidak peduli jika hujan mulai membasahi badannya.
Aura sendiri tersentak karena panggilan dari suara itu. Ia menoleh dan menyebut nama Rayyan tanpa suara.
"Kenapa nomor kamu gak bisa dihubungi, Ra?"
Aura tampak gelagapan. Ia melihat sorot marah dalam netra Rayyan. Mendadak, Aura jadi mengingat tentang peringatan yang Rayyan katakan kepadanya siang tadi, mengenai batasan seorang istri.
"Hp aku lowbet," jawab Aura ragu-ragu, ia menundukkan pandangan, entah kenapa ia takut pada kemarahan Rayyan kali ini.
"Bukannya aku udah bilang jangan pergi bersama lelaki dan berdua saja?"
Rayyan juga mengabaikan Darren yang melihat perdebatannya dengan Aura sekarang.
"Darren hanya mengantarku. Aku udah bilang kan, kalau kita masih bebas?"
Rayyan tersenyum miring tampak tak senang dengan jawaban Aura yang kembali membahas hal soal 'bebas' tersebut.
"Bebas?" ujar Rayyan dengan senyum hambar. "Kamu pasti tau jika aku udah berusaha membebaskan kamu. Tapi, aku juga udah bilang sama kamu soal batasan seorang istri, kan?" sambungnya disertai wajah kecewa.
"Istri? Siapa yang anda maksud sebagai seorang istri?" Darren tiba-tiba buka suara.
Rayyan terkekeh miris, bahkan pria ini juga tak tau jika Aura adalah istrinya. Itu artinya Aura memang menyembunyikan status pernikahan mereka terus menerus. Untuk apa? Apa Aura tertarik dengan pria ini sampai mengabaikan peringatannya siang tadi?
"Aura! Dia istriku," jawab Rayyan kesal.
Darren menatap Aura dengan sorot terkejut dan seolah ingin meminta penjelasan. Tapi Aura membuang pandangan ke arah lain.
"Aku pikir kamu mau sedikit aja mendengarkan aku, Ra. Nyatanya kamu emang gak pernah menghargai aku dan selalu anggap ucapan aku sebagai omong kosong!" tukas Rayyan.
"Aku gak pergi sama Darren, dia cuma anterin aku, karena terdesak!" kata Aura mencoba membela diri. Mereka bertiga benar-benar mengabaikan hujan yang semakin deras.
"Apapun itu, jika kamu memang terdesak seharusnya kamu menghubungi aku, Ra! Bukan dia! Aku bener-bener kecewa sama kamu!" tuding Rayyan.
...Bersambung ......