" Menikah dengan siapa?! om pamungkas?!!" suara Ratih meninggi, di tatapnya semua anggota keluarganya dengan rasa tak percaya.
" Pamungkas adalah pilihan terbaik untukmu nduk.." suara papanya penuh keyakinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tau diri
" Hidupku dulu sulit.. aku bahkan tidak bisa membeli buku buku yang di butuhkan di sekolah,
setiap minta pada Ayah, ayah selalu menyuruhku meminta pada ibu,
padahal.. ayah tidak memberikan gajinya pada ibu.." Pamungkas yang bersandar di bawah pohon kelengkeng yang rimbun dan teduh itu menceritakan masa kecilnya pada Frans.
" Kenapa tidak ibumu laporkan?"
" hahh.. ku kira itu kekuatan cinta.." Pamungkas tersenyum pahit.
" Sebagai istri seorang tentara.. hidup ibuku terlalu sulit saat itu,
ia tidak seperti ibu ibu yang lainnya,
yang tenang menunggu gaji setiap bulan.." lanjut Pamungkas.
Frans tertunduk, ia jadi menyesal karena sudah bertanya tentang kehidupan Pamungkas sebelum bertemu dengan keluarga barunya.
" Maafkan aku Pam, bukan maksudku membangunkan kesedihanmu?"
" tidak masalah.. toh itu sudah kulewati..
aku bersyukur karena ibuku sempat merasakan kehidupan yang bahagia setelah segala kepedihan itu.."
" karena itukah kau sulit untuk jujur pada kakakmu? bahwa kau menyimpan hati untuk putrinya?"
" mungkin... yang jelas.. aku takut di anggap tidak tau diri dan tidak tau terimakasih.."
" Apa kau yakin dengan mengambil perempuan lain sebagai istrimu bisa menghapus perasaanmu?,
bagaimana kalau setelah menikah perasaan itu tetap saja tumbuh?
kenyataannya, meskipun keponakanmu waktu itu sudah menikah, perasaanmu juga tetap tidak berkurang sama sekali kan?"
Pamungkas terlihat sudah malas berpikir.
" Aku sudah malas memikirkan itu, setidaknya aku sudah mencoba,
Ratih tidak mau mengakui aku sebagai laki laki dewasa yang tertarik padanya,
dia hanya ingin mengenalku sebagai omnya..
karena itu, kurasa apapun yang kulakukan akan percuma.." jelas Pamungkas.
" Jangan buru buru memutuskan menikah Pam.. kasian perempuan yang akan jadi istrimu nanti jika hatimu tidak tertuju padanya.." nasehat Frans.
Pamungkas tersenyum saja, ia tak menjawab, malah sibuk menatap langit dan memperhatikan burung yang lewat berarak.
" Sudah sore.. ayo masuk.." ajak Pamungkas,
keduanya sudah lama berbincang di belakang aula, tempat paling aman untuk bicara di lingkungan kantor,
di bawah pohon kelengkeng dan pohon mangga, cuaca yang panas jadi tidak terasa.
Beberapa bulan berlalu, semua tampak baik baik saja, kecuali Ratih.
Tubuhnya semakin kurus, entah kenapa, hal itu membuat papa dan mamanya khawatir.
" Ada apa sih Rat, ada yang kau pikirkan?" tanya mamanya,
" tidak ma," jawab Ratih yang baru saja mengambil piring.
" Katakan pada papa, apa yang menganggumu?" papanya ikut bicara,
" tidak pa.. Ratih baik,"
" mana ada, kau tambah kecil saja..?"
" Itu karena Ratih tambah sibuk, jadi sering lupa makan pagi dan siang,"
" kan mama sudah bilang Rat, pagi makan dirumah, jangan langsung berangkat?,
kau seperti bekerja dengan orang saja, perduli kan kesehatanmu nduk?!" tegas mamanya.
Ratih diam, tak menjawab, dia duduk tenang dengan nasi dan lauk di piringnya.
" Makan yang banyak.." ujar papanya,
" Kau ketemu Arga lagi nduk?" tanya mamanya tiba tiba,
" kok Arga?" Ratih sontak menatap mamanya,
" iya, dia sempat menemuiku beberapa kali saat belanja di toko kain langganan mama..
katanya sih sedang turun jaga dan mengantar ibunya,
tapi dua kali bertemu aku tidak melihat ibunya, dia bilang ibunya masih ke toko lain,"
" usir saja ma?!"
" ah kau ini nduk.. memangnya itu tokonya mama?,
mama hanya merasa dia masih belum ikhlas melepasmu,"
" dia sudah menikah dengan Tias ma...?"
" mama dengar begitu, tapi dia bilang hanya bertanggung jawab pada Tias.."
" tidak ada pengaruhnya untukku ma, dia mau bicara apa..
melihat wajahnya saja aku muak" ujar Ratih, selera makannya jadi hilang.
" Ratih kenyang ma, Ratih masuk dulu ke kamar.." perempuan muda itu bangkit, dan berlalu begitu saja meninggalkan kedua orang tuanya.
" Lho mbak Ratih kok sudah?" tanya Mak Karto,
" Wes, biarkan saja mak.. moodnya jelek terus semenjak ribut dengan Hendra," ujar mamanya pada mak karto,
" Lah mas Hendranya tidak makan dirumah?"
" entah anak itu, katanya mau ke bengkel atur atur barang,"
" owalah nggih.." mak Karto membersihkan piring bekas makan Ratih.
Hendra pulang satu jam kemudian,
dia terlihat lelah dan lusuh.
" Sudah makan Hen?" tanya papanya yang duduk di ruang tengah, laki laki tua itu gemar menonton documentary chanel, jadi televisi yang cukup besar selalu menemaninya dari sore sampai malam.
" Sudah pa, makan di sebelah bengkel.."
" duduk sini dulu Hen?" panggil papanya,
terpaksa Hendra yang sesungguhnya ingin segera mandi dan tidur itu menuruti papanya, ia duduk di sofa, samping papanya.
" Ada apa pa?" tanya Hendra,
" Adikmu itu kenapa?" pertanyaan papanya membuat Hendra heran,
" lho? memangnya Ratih kenapa?" tanya Hendra balik.
" Kau tidak lihat adikmu yang semakin kecil itu?"
Hendra terlihat berpikir,
" Hendra juga kurusan, papa saja tidak lihat?"
" bandingkan dengan adikmu yang kecil itu? kau kan laki laki?"
" ah.. papa pilih kasih.."
" papa ini serius, dia jarang makan ya Hen?"
Sekarang raut Hendra mulai serius, ia sedikit bingung menjawab.
" Hendra juga bingung kenapa Ratih begitu.." gumamnya,
" Ratih sering menangis.. beberapa kali Hendra tau..
pertama lihat Hendra mendatanginya dan bertanya, tapi dia berkata baik baik saja pa, hanya sedikit lelah,
lalu kedua dan selanjutnya Hendra tidak mendatanginya, karena Hendra rasa percuma..
Ratih yang sekarang tertutup pa.." lanjut Hendra.
" Kenapa??"
" Hendra pikir karena Hendra ribut dengannya waktu itu pa,
tapi sepertinya ada hal lain juga yang membuatnya nelangsa.."
" tidak kau tanyakan lagi Hen?" raut wajah Adi mulai cemas.
" Tidak pa, kukira dia sudah dewasa.. dia pasti tidak mau kalau Hendra terlalu mencampuri urusannya.."
" dia adikmu, kecuali tidak ada perubahan fisik kau boleh pura pura tidak tau,
tapi dia tambah kecil begitu??
coba temui teman gurunya itu, atau anak yang berkerja dengannya di cafe??"
Hendra mengangguk.
" Besok akan Hendra temui.. sekarang Hendra ke kamar dulu ya pa, mau mandi terus tidur.. capek.." Hendra bangkit dan pamit pada papanya untuk naik ke kamar.
Cafe itu ramai dengan anak anak SMA seperti biasanya.
Ratih dan Ria sibuk membuat pesanan,
" Mbak Ratih?! aku nambah lemon tea nya?!" seorang gadis berkerudung coklat pramuka melambaikan tangannya.
" Kalau pesan datang kesini, jangan teriak teriak, menganggu orang lain yang sedang membaca?!" sahut Ratih tegas.
" Duh galaknya, mbak Ratih lagi mens ya?!" gerutu gadis itu lalu duduk kembali.
" Anak jaman sekarang.. kesopanannya kurang.." ucap Ria dari dapur membawa beberapa pesanan,
" Iya, heran.." sahut Ratih.
Dari kejauhan pintu cafe terbuka,
Raut wajah Ratih tiba tiba terlihat tidak senang.
" Rat?!" Seorang perempuan dengan perut buncit mendekat,
ia berhenti tepat di depan meja kasir.
" Sudah ku katakan padamu, jangan menemui ku lagi," tanpa menunggu perempuan itu bicara, Ratih mendahului ketus.
" Dengan siapa lagi aku bicara Rat? kau tau kan aku sedang hamil dan tidak boleh stress?" perempuan yang pernah menjadi sahabat baik Ratih itu mengeluh.
" Itu bukan tanggung jawabku?!" tegas Ratih mengatur suaranya setenang mungkin agar tidak menarik perhatian.
" Kau bilang padaku sudah tidak mencintai Arga, tapi kenapa kau masih marah setiap aku mendatangimu?" Tias mengelus perutnya yang sudah lumayan terlihat.
" Kau dan suamimu sama saja, sama sama tidak tau malu, pergilah.. aku harus bekerja, tidak ada waktu untuk bicara" tegas Ratih mengacuhkan Tias dan berjalan secepat mungkin ke arah Dapur.
emang kamu pikir si ratih itu ga punya hati apa.....
luka karna dikhianati sama org terdekat itu susah sembuhnya, kamu malah ngerecokin si ratih mulu
slading online juga nih
istri rasa ponakan itu perlu pemahaman yang besar 😆😆