Serka Davis mencintai adiknya, hal ini membuat sang mama meradang.
"Kamu tidak bisa mencintai Silvani, karena dia adikmu," cegah sang mama tidak suka.
"Kenapa tidak boleh, Ma? Silvani bukan adik kandungku?"
Serka Davis tidak bisa menolak gejolak, ketika rasa cinta itu begitu menggebu terhadap adiknya sendiri, Silvani yang baru saja lulus sekolah SMA.
Lalu kenapa, sang mama tidak mengijinkan Davis mencintai Silvana? Lantas anak siapa sebenarnya Silvana? Ikuti kisah Serka Davis bersama Silvani
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 Lagi-lagi Silva Menerima Tumpangan Ramon
Davis kini sudah menempati rumahnya yang baru kemarin ia tempati. Suasananya masih terasa asing dan sepi. Maklum, Davis hanya tinggal sendiri.
Baginya rumah ukuran 75 meter dengan lantai dua ini, terlalu besar kalau hanya ditinggali sendiri. Namun, dari sejak merencanakan ingi memiliki rumah, Davis sudah memikirkan jika rumah itu bakal dijadikan tempat tinggal yang nyaman untuk keluarga kecilnya kelak. Meskipun tidak besar-besar amat, tapi jika dihuni oleh empat anggota keluarga lumayan masih bisa bernafas lega.
Davis langsung menaiki tangga, karena dia memilih kamar yang berada di lantai atas daripada di bawah. Semua benda pribadinya sudah berada di kamarnya yang masih belum tersusun rapi.
Tubuhnya masih lelah, sehingga Davis langsung menjatuhkan diri di ranjang, beralaskan kasur busa biasa yang baru kemarin ia beli, tapi baginya terasa nyaman disaat tubuhnya sudah sangat lelah.
Namun matanya tiba-tiba saja tidak bisa ia pejamkan, bayangan Silva masih saja membayang. Ia benar-benar tidak bisa melupakan Silva. Terlebih saat ia berpamitan, Silva tiba-tiba menghampirinya lalu memeluknya. Wajahnya terlihat sedih, sehingga Davis berpikiran mungkin Silva merasa kehilangannya.
"Dek, kenapa sih kamu tidak rubah saja perasaanmu menjadi cinta sama kakak? Padahal kakak ingin bahagiakan kamu. Kakak tidak rela kamu jatuh ke dalam pelukan laki-laki lain, apalagi kalau jatuh ke dalam pelukan laki-laki yang pernah kepergok jemput kamu itu. Kakak tidak akan rela," dengusnya mendadak gelisah.
Penemuannya tentang Silva yang sudah dua kali ketahuan dibonceng teman cowoknya itu, membuat Davis benar-benar dilanda gelisah dan cemburu. Kenapa dengan mudahnya Silva menerima ajakan teman cowoknya itu, disaat hubungannya mulai merenggang.
"Jangan-jangan Silva sudah pacaran dengan laki-laki itu. Gawat, sepertinya Silva sengaja hindari aku, lalu menerima teman cowoknya itu menjadi pacarnya. Sialan, gampang banget Silva menerima cowok lain, sementara aku yang sudah sehari-hari bersamanya, ditolak mentah-mentah," ocehnya lagi emosi.
Davis bangkit, lalu meraih Hp nya. Ia buka galeri foto yang menyimpan kebersamaan dirinya bersama Silva. Dari sejak menjadi adik yang manja sampai tumbuh menjadi gadis remaja yang sedikit jutek, di situlah mulai timbul percikan cinta dalam diri Davis.
Kebersamaan yang sering mereka lalui, mengantar jemput sekolah, sampai ada beberapa orang yang menuding mereka pacaran. Dari situlah rasa yang berbeda mulai Davis rasakan.
Davis mulai merasakan getaran cinta yang menggebu, saat Silva tidak ada rasa malu hanya memakai bra dan kaos oblong sebagai luaran di dalam kamarnya. Silva cuek, sementara Davis mulai merasakan getaran aneh yang menjalar dalam dada. Di situlah Davis mulai menelan salivanya, saliva yang tidak biasa yang dibarengi decakan hasrat seorang lelaki dewasa.
"Sialan, aku tidak bisa melupakan Silva. Padahal kepindahanku ini untuk melupakannya, tapi aku sungguh tidak bisa melupakannya, melupakan perasaan cintaku padanya. Semua gara-gara mama, mama terlalu mengendalikan Silva," geramnya pada sang mama.
***
Seminggu berlalu setelah kepindahan Davis dari rumahnya, Mama Verli masih bermuram durja. Dia merasakan kesepian dan rasa sesal. Sesal yang entah kenapa.
"Mama jangan terlalu banyak pikiran. Kita doakan saja Davis bisa segera mendapatkan jodoh yang sesuai dengan hatinya. Lantas sebenarnya apa yang menjadi Mama bermuram durja seperti ini sejak Davis pergi? Apakah Mama menyesal karena telah melarang Davis untuk memiliki rasa cinta pada Silva, atau karena Davis keluar dari rumah ini?" telisik Papa Vero ingin tahu.
"Entahlah, Pa. Mama sedih saja jauh dengan Davis. Mama sungguh kehilangan Davis," jawab Mama Verli tanpa menjelaskan alasan yang spesifik.
"Kalau Mama kangen, kita tinggal ke rumahnya saja. Kita lihat apakah rumahnya nyaman atau tidak," ide Papa Vero membuat Mama Verli tertegun.
"Iya, Pa. Kita sebaiknya ke rumahnya saja. Tapi, alamat rumahnya apa, nomer rumahnya berapa?" ujar Mama Verli terdengar senang. Namun, sayang mereka belum tahu nomer rumah Davis yang baru sehingga akan sedikit kesulitan jika nanti mencarinya.
"Kita tanyakan di mana alamat jelasnya sama Davis," ujar Papa Vero yang disetujui Mama Verli.
Papa Vero pun dengan gerakan cepat menghubungi Davis untuk menanyakan alamat rumahnya yang lengkap. Namun, sayang, Davis sepertinya belum mau menyebutkan alamat lengkap rumah barunya itu.
"Nanti saja Pa, kalau mau ke rumah Davis, setelah rumah Davis lengkap dengan perabotnya. Rumah Davis masih kosong, Davis tidak enak menerima tamu dekat-dekat ini. Kalau mama dan papa datang ke rumah, lalu kalian mau duduk di mana? Nanti Davis kabari setelah Davis melengkapi rumahnya," alasan Davis.
"Bilang saja, Pa. Untuk perlengkapan rumah, biar kita belikan. Sofa, kasur dan perabot lainnya." Mama Verli memberi saran.
Papa Vero menyampaikan saran istrinya pada Davis. Namun, Davis menolak mentah-mentah tawaran Mama Verli.
"Sudahlah, mama dan papa tidak perlu mengkhawatirkan keadaan rumah Davis yang belum ada perabotan rumah. Davis bisa nyicil sendiri, Davis juga masih punya tabungan untuk membelinya."
Jawaban Davis, cukup membungkam mulut Mama Verli yang tadinya ingin memberikan banyak rencana. Ia kecewa dengan Davis yang menolak tawarannya.
"Sudahlah, Ma. Kalau Davis menolak, itu hal yang wajar. Karena Davis benar-benar ingin mendiri. Kita biarkan saja atas kemauannya selama itu masih positif. Mama jangan terlalu berpikiran negatif dan sedih seperti ini. Papa tidak mau Mama sakit gara-gara kepindahan Davis," bujuk Papa Vero seraya mengusap bahu sang istri.
***
Sama halnya dengan Silva, setelah seminggu berlalu sejak kepindahan Davis ke rumah barunya. Rasa kehilangan Davis begitu mendera. Silva sering menangis sendiri saking rindu dengan Davis.
"Kakak, aku rindu kakak di sini," isaknya menyebut nama Davis. Silva segera mengusap ari matanya, karena hari ini ia harus berangkat ke kampus. Dari lantai bawah, sang mama sudah sempat terdengar memanggilnya untuk sarapan.
Sarapan pagi yang biasanya dihadiri Davis, kini hanya bertiga dan nyaris tidak ada obrolan apapun di sela makan.
Setelah sarapan, Silva segera berpamitan untuk ke kampus. Seperti biasa ia memilih gojek sebagai tumpangannya.
"Hati-hati di jalan. Nanti, pulangnya pesan gojek lagi, ya," pesan Mama Verli.
"Iya, Ma."
Silva pun segera bergegas untuk ke kampus, di depan rumah sebuah gojek sudah menunggu. Silva menaiki gojek itu menuju kampus ULD.
***
Siang semakin menanjak, Davis baru saja keluar dari kesatuannya. Kali ini ia merasa sangat rindu Silva, tanpa sepengetahuan Silva, Davis memutar haluan motornya menuju kampus ULD. Dia berharap bertemu Silva, lalu dia ajak pulang.
Davis sudah memperkirakan di jam segini Silva keluar dari kampus, oleh karena itu Davis segera memacunya agar lebih dulu tiba di kampus sebelum Silva keluar.
Bersyukur, motor Davis sudah tiba tepat dengan bubarannya para mahasiswa ULD dari kampus. Namun sayang, mata Davis kembali dikotori pemandangan yang baginya memuakkan. Tepat beberapa meter di depannya, ternyata Silva sedang adu tawar menawar menerima ajakan teman laki-laki yang pernah beberapa kali Davis pergoki mengantar Silva pulang.
Davis tidak menghampiri, dia ingin tahu apakah Silva akan menolak atau ikut.
"Kalau dia ikut, ini sungguh keterlaluan, padahal tidak ada alasan untuk ikut cowok ingusan itu. Hari juga masih terang. Ini yang ketiga aku melihat Silva seenaknya gampang dibujuk cowok itu. Silva benar-benar keterlaluan," umpatnya seraya memukul stang motor.
akhirnya direstui juga...
nunggu Davis tantrum dulu ya ma
berhasil ya Davis 😆😆😆👍👍