Cinta memang tak memandang logika. Cinta tak memandang status. Suami yang ku cintai selama ini, tega menikah dengan wanita lain di belakang ku.
"Maafkan aku Ris! Tapi aku mencintainya. Dan sebenarnya, selama ini aku tak pernah mencintai kamu!"
"Jika memang kamu mencintai dia, maka aku akan ikhlas, Mas. Aku berharap, jika suatu saat hatimu sudah bisa mencintaiku. Maka aku harap, waktu itu tidak terlambat."
Risma harus menerima kenyataan pahit dalam rumah tangganya, saat mengetahui jika suaminya mencintai wanita lain, dan ternyata dia tak pernah ada di hati Pandu, Suaminya.
Akankah Pandu bisa mencintai Risma?
Dan apakah saat cinta itu tumbuh, Risma akan bisa menerima Pandu kembali? Dan hal besar apa yang selama ini Risma sembunyikan dari semua orang, termasuk Pandu?
Simak yuk kisahnya hanya di Novel ini.
JANGAN LUPA TEKAN FAV, LIKE, KOMEN DAN VOTENYA... KARENA ITU SANGAT BERHARGA BUAT AUTHOR🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Risma dan rencananya
Dengan langkah tegap, Pandu menyusuri lorong rumah sakit menuju kamar rawat istrinya.
Saat membuka pintu, sudah terlihat ada dokter Abas yang tengah duduk di kursi samping ranjang dimana Risma berbaring.
Api cemburu langsung menguasai dada Pandu.
Matanya menatap tajam ke arah dokter Abas.
"Apakah tugas seorang dokter itu menunggui pasien juga?"
Pandu langsung melontarkan kalimat tidak sukanya pada dokter yang terlihat santai menghadapi kemarahannya.
"Iya, salah satunya. Apalagi jika pasien itu adalah orang yang istimewa." balas dokter Abas tenang dengan senyum terukir dibibir tipisnya.
"Apa maksud anda?
Apa anda tidak malu, bicara seperti itu pada laki laki yang masih sah menjadi suami wanita yang anda anggap istimewa itu?
Memalukan!" sahut Pandu geram dengan tatapan tajamnya.
"Kenapa harus malu, saya tidak berbuat macam macam, dan saya masih bersikap sewajarnya sebagai seorang sahabat istri anda. Memalukan itu jika saya menikahi istri anda diam diam dengan alasan masa lalu yang belum selesai. Sepertinya seru juga tuh. Gimana, Ris?" balas dokter Abas semakin berani menunjukkan ketidak sukaa nya pada Pandu yang langsung mengepalkan kedua tangannya.
"Keterlaluan!
Anda sudah memasuki apa yang bukan menjadi ranah anda dokter!
Jangan buat saya, hilang kesabaran dengan sikap kurang ajar anda ini!"
Pandu sangat kesal dan tak bisa menahan kemarahannya pada dokter yang selalu menunjukkan sikap sukanya pada sang istri.
Risma memilih diam dan tak mau ambil pusing, kemarahan dan kecemburuan Pandu tak lagi berarti apa apa untuk dirinya. Justru sikap dokter Abas sudah sangat menghiburnya untuk membalaskan rasa sakit hatinya pada sikap Pandu yang egois.
"Tidak usah marah marah, lebih baik tanyakan sama Risma, apa dia masih sanggup bertahan atau tidak, dengan laki laki seperti anda." sahut dokter Abas tenang dan terkesan dingin.
'Ris, aku keluar dulu ya! Insya Allah nanti sore kamu sudah bisa pulang. Dan jaga hati kamu baik baik, kamu harus sembuh demi anak anak.
Permisi, Asalamualaikum." sambung dokter Abas dan segera berlalu meninggalkan ruangan tanpa menghiraukan Pandu yang sedang terbakar amarahnya.
"Waalaikumsallm, terimakasih, Mas!" sahut Risma dengan diiringi senyuman manis, senyuman yang dulu selalu menyambut Pandu, namun kini tak ada lagi, yang ada Risma hanya menampakkan wajah dingin dan datarnya saja saat dihadapan Pandu.
"Ris, apa kamu juga menyukai dokter itu?
Jawab jujur!" Tiba tiba Pandu mengeluarkan pertanyaan yang membuat dada Risma kembali merasa sesak.
"Menurutmu, Mas?
Apakah aku perempuan yang gampang mengobral perasaan?
Yang mudah membagi hati?
Jangan samakan aku dengan kamu, apalagi dengan perempuan itu." balas Risma dingin dan menatap tajam pada Pandu yang mengatupkan mulutnya rapat.
"Aku sudah baik baik saja, aku harap kamu tidak lupa dengan janji kamu, mas!" sambung Risma mengingatkan janji Pandu tentang pengalihan aset, dan juga gajinya.
"Janji yang mana?" balas Pandu tak mengerti karena memang sudah lupa.
"Tentang pengalihan aset dan rekening gaji kamu!" sahut Risma datar.
"Baiklah, kamu ingin segera kita mengurusnya?" balas Pandu tenang, berusaha mengontrol emosinya.
"Iya, kalau bisa nanti setelah aku pulang."
balas Risma tegas.
"Baiklah, biar nanti diurus sama pengacara keluarga. Untuk pengalihan rekening gaji, sudah aku urus, mulai besok gaji serta semua tunjangan akan masuk ke rekening kamu langsung." Pandu membalas dengan suara sedikit tertahan, antara rela dan harus rela, karena memang itu yang harus dilakukan untuk mengambil kepercayaan istrinya kembali.
"Terimakasih!" sahut Risma datar dan kembali membaringkan tubuhnya.
"Sampai kapan, kamu akan bersikap dingin begini, Ris?
Aku minta maaf, aku janji akan adil sama kalian.
Dan bahkan Clara tidak mendapatkan uang nafkah dari gajinya aku." balas Pandu menatap dalam istrinya yang terlihat memalingkan muka.
"Jangan pikir, aku tidak tau siapa kamu, Mas.
Aku yakin kamu masih punya aset tanpa sepengetahuanku, setelah aku sehat, aku akan pulang kerumah ibumu, akan aku cari tau, apa yang harusnya aku tau. Awas saja kamu, Mas. Aku tidak akan tinggal diam, wanitamu tidak berhak mendapatkan secuil harta kamu. Kalau dia benar-benar mencintai kamu, pasti dia rela hidup kekurangan denganmu." Batin Risma miris dan mulai curiga dengan suaminya yang begitu mudah menuruti keinginannya untuk mengalihkan rekening gaji dan balik nama aset yang ada. Karena itu tidak mungkin Pandu lakukan jika dia tidak punya aset tersembunyi, Risma tidak sebodoh itu.
"Beri aku waktu, Mas. Karena tidak mudah menerima sesuatu yang menyakitkan hati." sahut Risma dingin dengan masih tanpa mau menatap wajah suaminya.
Pandu membuang nafasnya kasar, mengacak rambutnya frustasi.
"Baiklah, jika itu mau kamu." sahut Pandu pasrah dan berusaha menyimpan kecewanya.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Pukul empat sore, Risma sudah kembali kerumah dan disambut oleh kedua anaknya dengan riang.
"Mama sudah pulang, yeee mama sudah pulang!" teriak Galang dan cinta kesenangan.
Berlari menghambur memeluk mamanya penuh cinta.
"Asalamualaikum, anak anak pinter nya mama!"
Risma menyapa anaknya gemas dan hari karena masih bisa memeluk mereka kembali.
"Waalaikumsallm, mama!
Mama sudah sehat kan?" Cinta mencium mamanya dan terus memeluknya dengan rindu.
"Alhamdulillah, mama sudah sehat." Sahut Risma bahagia, menatap bergantian wajah polos anak anaknya.
"Alhamdulillah, nanti Cinta akan bantuin mama, biar mama gak capek dan gak sakit lagi." Sahut Cinta antusias dan membuat Risma tersenyum.
"Yuk, kangen kangennya di dalam rumah saja. Masuk dulu, kasihan mama nanti kena angin." Pandu menimpali dan mengajak anak istrinya untuk segera masuk ke dalam rumah.
Risma memilih merebahkan tubuhnya di atas kasur depan televisi, ingin bercengkrama bersama kedua anaknya, dua hari tidak bertemu sudah sangat membuatnya rindu.
"Ma, aku ke kantor dulu ya sebentar. Ada meeting sampai nanti malam. Paling aku pulang jam sepuluh malam. Nanti kamu ditemani sama mbak Romlah dirumah." Pandu kembali sudah dengan pakaian lengkap dinasnya. Gagah dan tampan.
"Iya, hati hati." Risma menyahuti dengan dingin dan tak lagi banyak bertanya.
"Nanti habis magrib, ada pak Rudi yang kesini mengurus perpindahan aset atas nama kamu, aku sudah tanda tangan dari kemarin, tinggal kamu saja. Baca dulu sebelum kamu tanda tangani." balas Pandu serius dan mengulurkan tangannya untuk dicium sang istri dan anak anaknya.
"Kamu gak usah khawatir, Mas! Aku sudah tau apa yang akan aku lakukan. Setelah yang disini selesai, aku akan mencari tau, harta kamu yang lain. Aku yakin kamu masih memiliki aset aset yang tidak aku tau, dan aku akan mencari tahu, sebelum kita benar benar berpisah, aku ingin semua jatuh atas nama anak anak kita. Dan aku juga ingin melihat, apakah cinta pertama kamu itu akan sanggup hidup tanpa harta kamu. Batin Risma mengatur rencana dengan sangat rapi dan tetap bersikap elegan. Berlahan lahan Pandu akan hancur dan menyesali perbuatannya.