Andhira baru saja kehilangan suami dan harus melahirkan bayinya yang masih prematur akibat kecelakaan lalulintas. Dia diminta untuk menikah dengan Argani, kakak iparnya yang sudah lama menduda.
Penolakan Andhira tidak digubris oleh keluarganya, Wiratama. Dia harus tetap menjadi bagian dari keluarga Atmadja.
Akankah dia menemukan kebahagiaan dalam rumah tangganya kali ini, sementara Argani merupakan seorang laki-laki dingin yang impoten?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. Titah Turun Ranjang
Bab 2. Titah Turun Ranjang
Proses operasi caesar berjalan lancar, tetapi keadaan Andhira kini koma dan bayinya dimasukkan ke inkubator karena prematur. Keluarga Wiratama dan Atmadja bahagia menyambut cucu pertama mereka.
Keluarga Atmadja juga mengurus proses pemakaman Andhika malam itu dan dikebumikan pagi hari sekitar jam sembilan. Kaum kerabat sudah berdatangan, mereka langsung datang begitu dikabari berita duka ini.
Terjadi kekacauan ketika proses pemakaman Andhika. Seorang perempuan yang berdandan cantik berteriak histeris sambil menangis. Dia menerobos kerumunan pelayat, lalu jatuh duduk bersimpuh memeluk keranda.
Tentu saja ini menjadi tontonan orang yang ikut mengantarkan jasad Andhika ke tempat pembaringan terakhir. Sebagian dari mereka ada yang tahu siapa wanita itu.
"Andhika, kenapa kamu tinggalkan aku dengan anak kita. Dia kasihan sekali belum terlahir ke dunia ini, tetapi sudah kehilangan sosok ayahnya," racau wanita yang tidak lain adalah Selena. Kekasih Andhika sebelum menikah dengan Andhira.
Mata para pelayat itu terbelalak dan mulut ditutup oleh tangan. Mereka tidak menyangka putra seorang konglomerat kondang sudah menghamili seorang wanita yang bukan istrinya.
"Apa-apaan kamu, Selena!" bentak Argani sambil menarik wanita yang memeluk keranda di mana jenazah Andhika berada.
"Tidak, Mas Argani. Aku harus melihat dan memeluk Andhika untuk terakhir kalinya. Kemarin dia berjanji akan mengajak aku jalan-jalan menaiki mobil sport. Seharusnya sekarang aku dan dia bersenang-senang," ucap Selena itu tidak tahu malu.
Argani tersentak mendengar ucapan Selena. Karena semalam Andhika meminta izin untuk meminjam mobil Ferrari berwarna merah yang dia bawa ke acara pesta semalam. Sebenarnya Andhika juga punya tiga mobil sport dengan merek berbeda-beda, hanya saja semua warna miliknya gelap. Berbeda dengan mobil miliknya yang suka warna terang yang menurutnya bagus.
Bisik-bisik para pelayat mengganggu pendengaran Argani. Dia melihat ke arah kedua orang tuanya. Laki-laki itu melihat ekspresi yang tidak mengenakan.
Raut wajah Papa Anwar dan Mama Aini kini merah padam tersirat rasa menahan amarah dan malu. Mereka tidak menyangka kalau putra bungsunya tega melakukan suatu perbuatan yang tidak bisa ditolerir.
"Jangan coba kamu menyebar fitnah! Andhika sudah punya istri dan anak. Mereka hidup bahagia dalam rumah tangganya. Kamu iri dan marah karena Andhika memilih Andhira, 'kan?" ucap Mama Aini yang sudah tidak bisa lagi menahan amarahnya.
"Siapa bilang? Tante tidak tahu kalau Andhika dan aku masih menjalin hubungan. Sekarang aku sedang hamil anaknya. Andikha bilang akan menceraikan istrinya setelah anaknya lahir dan akan menikahi aku secepatnya," bantah Selena. Wanita itu terlihat sangat percaya diri mengungkapkan skandal putra keluarga Atmadja di hadapan ratusan orang.
"Kau ...." Mama Aini memegang dadanya yang tiba-tiba saja terasa sakit. Ya, dia memiliki riwayat penyakit jantung.
"Mama!" Argani dan Papa Anwar memegangi Mama Aini yang hampir jatuh.
Lagi-lagi orang di sana dibuat terkejut. Mereka juga panik kalau sampai penyakit Mama Aini kambuh.
"Pergi kau dari sini!" Salah seorang kerabat Andhika menarik Selena dan mengusirnya dari area pemakaman.
"Tidak. Lepaskan aku! Aku ingin melihat ayah dari anakku untuk terakhir kalinya!" jerit wanita itu sambil berontak.
Beberapa orang membantu untuk menyeret Selena agar tidak mengganggu proses pemakaman. Suara teriakan wanita itu mereka abaikan.
Tidak sampai satu jam pemakaman Andhika sudah selesai. Para pelayat pun pergi meninggalkan area pemakaman, tinggal keluarga inti Pak Anwar saja di sana dan Pak Bagas. Sejak tadi ayahnya Andhira hanya diam. Dia tidak peduli dengan keadaan rumah tangga anak dari istri pertamanya itu. Karena yang dia butuhkan adalah modal dari keluarga Atmadja.
"Sebaiknya kita segera pergi. Mungkin Andhira sudah siuman," ucap Papa Anwar kepada istrinya.
Mendengar nama menantu kesayangannya, Mama Aina pun mau beranjak pergi dari sana. Sekarang ada orang yang sedang membutuhkan perhatiannya, yaitu Andhira dan sang cucu yang belum diberi nama.
***
Andhira baru siuman menjelang sore hari. Hal yang pertama dia pikirkan adalah bayi di dalam perutnya. Dia meraba perut yang kini sudah rata.
"Bayimu selamat, tapi harus mendapatkan perawatan khusus karena terlahir prematur," ucap Bu Rosdiana yang melihat anak sambungnya membuka mata.
Andhira melirik kepada wanita paruh baya yang sudah menghancurkan rumah tangga orang tuanya. Dia sangat benci sekali kepadanya. Wanita itu berhasil merebut semua hal dari ibu dan dirinya sampai sang ayah yang begitu mereka sayangi berbalik membencinya.
"Sekarang Andhika sudah meninggal. Dan ayahmu berniat menikahkan dirimu dengan Argani," lanjut Bu Rosdiana yang bicara seenaknya tanpa memikirkan keadaan Andhira yang baru saja siuman dari komanya.
Mendengar suaminya sudah meninggal, Andhira sangat terpukul. Padahal hubungan mereka baru saja dekat sebulan belakangan ini. Suami yang dahulu selalu mengabaikan dirinya dan memandang sinis, berubah menjadi baik setelah dia merawat dirinya yang sakit selama satu minggu.
Pernikahan Andhira dan Andhika terjadi atas keinginan Mama Aina yang ingin jadikan perempuan itu bagian dari keluarganya. Apalagi Pak Bagas mendukung pernikahan itu dengan catatan memberi uang sebesar lima miliar kepadanya untuk suntikan dana perusahaannya. Kalau tidak mau maka Andhira akan dinikahkan dengan saudagar dari negeri seberang untuk dijadikan istri keempat.
Sungguh miris sekali hidup Andhira. Dia dan ibunya diusir oleh Pak Bagas saat baru beranjak remaja demi menikahi Bu Rosdiana, selingkuhannya.
Hidup luntang-lantung dan sering kelaparan sampai mereka pergi ke sebuah desa pelosok untuk menjadi buruh tani. Dari seorang nona muda menjadi pekerja buruh, Andhira menjalani hidupnya sampai usia 20 tahun dan ditemukan oleh Mama Aina.
Ketika Andhira memerlukan Pak Bagas sebagai wali nikah, laki-lak itu malah memberikan persyaratan. Tentu saja Mama Aina dan Pak Anwar menyanggupinya.
Andhira merasa dirinya sudah dijual oleh sang ayah demi keuntungan dirinya. Kini, hal itu akan terjadi lagi.
"Aku tidak ada niatan untuk menikah lagi," ucap Andhira dengan tatapan tajam.
"Jangan bodoh kamu, Andhira!" pekik Bu Rosdiana. "Kamu mau berpisah dengan anakmu, hah!"
"Apa maksudmu? Bayi itu anakku. Tidak ada yang bisa memisahkan kami!" balas Andhira dengan tatapan penuh kebencian kepada ibu tirinya.
Bu Rosdiana tertawa terkekeh mendengar ucapan anak sambungnya. Dia menatap Andhira dengan penuh ejekan.
Sementara itu, Argani sedang bersama kedua orang tuanya di kediaman keluarga Atmadja. Mereka semua sedang berunding di ruang keluarga. Ada beberapa kerabat mereka yang masih tinggal di sana.
"Aku tidak mau menikah dengan janda adik kandungku sendiri," ucap Argani menolak keinginan kedua orang tuanya.
"Mama mohon Gani. Hanya itu satu-satunya cara untuk menjaga dan melindungi Andhira dan putranya," ujar Mama Aini.
"Tapi, Ma ...."
"Mama berharap kamu tidak menolak keinginan mamamu ini," potong wanita paruh baya itu dengan tatapan memohon.
Argani betah menduda karena punya alasan. Akibat perceraian dahulu, dia jadi trauma menjalin hubungan dengan wanita manapun.
***