Menjalani kepahitan hidup bertubi-tubi, membuat Anya akhirnya terjebak dalam dunia malam yang tak pernah dibayangkannya. Suatu hari sepulang bekerja dalam keadaan setengah mabuk, Anya menabrak seorang pria. Pria itu ternyata kengalami amnesia hingga Anya terpaksa menampungnya untuk sementara waktu.
Siapa sangka jika pria tanpa identitas yang sebelumnya papa dan sebatang itu termyata adalah seorang pengusaha kaya yang dinyatakan hilang dalam sebuah kecelakaan misterius, bahkan sudah dianggap meninggal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Izzati Zah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
"Sekarang kamu sudah bisa berjalan dan suatu hari nanti kamu juga pasti akan mengingat semuanya, kalau kamu sudah ingat semuanya apa kamu akan kembali pada keluargamu dan meninggalkan aku?", tanya Anya tiba-tiba.
"Kenapa tiba-tiba kau bertanya seperti itu?"
"Tidak apa, aku hanya ingin tahu saja..."
"Aku belum tahu. Aku bahkan tidak bisa menebak bagaimana dan seperti apa keluargaku. Yang jelas aku tidak akan melupakanmu begitu saja dan pasti akan tetap sering menemuimu..."
Anya hanya mengangguk-angguk. Sementara pikirannya melayang jauh. Dulu Anya ingin segera menemukan keluarga Anton agar masalahnya cepat berakhir. Tapi sekarang Anya mulai merasa tidak rela jika harus melepaskan Anton begitu saja.
"Besok aku ingin mulai mencari kerja...", kata Anton kemudian. Rencana ini sudah lama ada di benak Anton. Dan tidak mungkin Anton akan pergi tanpa sepengetahuan Anya.
"Kenapa harus terburu-buru? Bahkan jalanmu saja belum seimbang..."
"Tidak apa-apa...aku baru akan mulai mencari, belum tentu dapat dan belum mulai bekerja. Aku akan berjalan pelan-pelan...mungkin aku butuh waktu sampai aku benar-benar mendapatkan pekerjaan..."
"Pekerjaan seperti apa yang kamu inginkan?"
"Entahlah, apa saja yang bisa kukerjakan dan dimana saja yang mau menerima orang sepertiku.."
"Baiklah, terserah kamu saja...tapi jangan terlalu memaksakan diri, ingat kondisi tubuhmu belum sepenuhnya pulih..."
Setelah menghabiskan bakso di mangkok masing-masing akhirnya mereka memutuskan untuk pulang ke rumah. Sampai dirumah Anton meminjam laptop Anya dan mulai sibuk menulis beberapa surat lamaran.
Sejenak Anya memperhatikan Anton yang dengan mahir mengoprasikan laptop, yang bahkan Anya pun jarang menyentuhkan.
"Ingatanmu mungkin hilang, tapi sepertinya kemampuanmu masih sangat baik...", ucap Anya sambil memperhatikan Anton.
"Hemh?" Anton menegakkan kepalanya tidak mengerti.
"Itu...kamu bisa mengoperasikan laptop dengan sangat baik, pasti sebelumnya kamu sangat terbiasa dengan benda itu hingga ingatan bagaimana mengoprasikannya masih tertanam di alam bawah sadarmu..."
"Hmm, benarkah begitu...", tanya Anton ragu-ragu.
"Tentu saja, mungkin sebenarnya kamu orang pintar. Seorang pekerja kantoran atau malah seorang pengusaha? Hihihi, aku jadi penasaran..."
Anya benar-benar penasaran sendiri.
"Baguslah kalau begitu, aku hanya berharap kemampuan apapun yang kumiliki bisa membuatku mendapatkan pekerjaan secepatnya..."
Itulah satu-satunya yang diinginkan Anton. Selama ini Anton dengan sangat terpaksa mengesampingkan ego dan mengabaikan harga dirinya karena keadaan yang memang tidak memungkinkan. Sangat tidak nyaman rasanya hidup menumpang pada seorang wanita. Harga dirinya sebagai laki-laki sangat terluka. Tapi apa boleh buat. Apalagi saat mengetahui apa pekerjaan yang dilakukan Anya. Entah mengapa hatinya terasa sangat sakit. Tapi dirinya sungguh tidak berdaya.
Maka sekarang, dengan sebulat-bulatnya tekad dan kemauan, Anton akan berusaha mencari pekerjaan.
Anya memilih untuk tidur, sementara Anton semakin tenggelam dalam kesibukan barunya. Browsing tentang berbagai macam lowongan pekerjaan, menulis surat lamaran, lalu mencetaknya. Begitu seterusnya sampai tanpa sadar setumpuk surat lamaran teronggok dimeja. Anton lalu kembali membaca dan menelitinya satu-persatu. Setelah dirasa cukup barulah Anton bisa bernafas lega. Anton lalu mematikan laptop dan menyandarkan tubuhnya di sofa. Pegal juga rasanya meskipun hanya duduk di depan laptop.
Sepertinya semua persiapan sudah cukup. Anton merapikan peralatan kerjanya dan menyimpannya di tempat semula, lalu membawa berkas-berkas lamaran ke dalam kamarnya. Dalam surat lamarannya Anton menuliskan kondisinya apa adanya. Tidak ada latar belakang pendidikan apapun, karena Anton tidak ingat dan tidak punya bukti. Mungkin nanti hanya pekerjaan fisik saja yang bisa dia dapatkan. Tapi biarlah, yang penting harus bekerja dulu. Begitu pikirnya.
Anton lalu pergi mandi agar pikiran dan tubuhnya kembali segar. Dan sepanjang sisa hari itu Anton terus berdoa dan berdoa. Semoga saja secepatnya bisa mendapatkan pekerjaan.